Batalnya Piala Dunia U-20 ini adalah contoh terbaik efek buruk politisi yang main pahlawan-pahlawanan. Iya, saya ngomongin Ganjar, I Wayan Koster, dan politisi lainnya
Harusnya hidup kita damai-damai saja. Harusnya hidup kita juga aman-aman saja. Dan harusnya Piala Dunia U-20 yang akan digelar di Indonesia pada Mei-Juni 2023 juga berjalan sesuai rencana. Tanpa gangguan, juga tanpa penolakan. Sejak ditunjuk oleh FIFA pada tahun 2019, Indonesia memang sudah mempersiapkan segalanya untuk menjamu para peserta Piala Dunia. Stadion dan aspek-aspek lain juga sudah disiapkan.
Namun semuanya sirna ketika gerombolan politisi yang sok asyik ini nimbrung dan ikut campur. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster (keduanya dari PDI Perjuangan), tiba-tiba saja urun suara terkait ajang Piala Dunia U-20. Keduanya dengan jelas dan sadar, menolak kedatangan timnas Israel yang menjadi kontestan Piala Dunia U-20 akan berlaga di Indonesia pada Mei-Juni 2023.
Tidak hanya Ganjar dan Koster yang berada di barisan penolak. Ada juga PDI Perjuangan dan PKS sebagai parpol, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), hingga geng Front Persaudaraan Islam (FPI) dan alumni 212 yang menolak. Sama seperti Ganjar dan Koster, mereka ini juga tiba-tiba menyuarakan penolakan, sekaligus menciptakan api yang menjalar ke mana-mana. Aneh nggak melihat PDIP, PKS, dan FPI berada satu kubu? Aneh banget, ya.
Daftar Isi
Penolakan tiba-tiba yang tak masuk akal
Mengapa tiba-tiba? Ya karena penolakannya muncul sekitar sepekan sebelum undian. Penolakannya tidak muncul ketika timnas Israel sudah memastikan diri lolos ke Piala Dunia U-20. Penolakan ini juga membuat undian yang harusnya digelar akhir Maret 2023 di Bali batal. Batalnya undian ini membuat desas-desus masa depan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 mulai dipertanyakan. Ketua PSSI Erick Thohir bahkan sampai harus bertemu dengan Presiden FIFA Gianni Infantino.
Hingga akhirnya pada Rabu malam 29 Maret 2023, FIFA mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Dari rilisnya FIFA memberikan alasan pembatalannya, meski tidak dituliskan secara gamblang. Alasan tersebut tertulis “due to the current circumstances” yang mana ini bisa diartikan sebagai penolakan terhadap timnas Israel oleh beberapa pihak.
Lalu muncul suara-suara kekecewaan, suara-suara kekecewaan yang terdengar sangat lantang, khususnya dari para pemain timnas U-20. Dan kita tahu siapa yang disalahkan. Iya, Ganjar Pranowo dan I Wayan Koster dirujak oleh banyak orang, disalahkan, dan dijadikan pihak yang menyebabkan kegagalan Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Sebuah kewajaran, mengingat mereka adalah pihak yang menciptakan, sekaligus membuat api semakin besar.
Komentar Ganjar dan Koster tentang pembatalan Piala Dunia U-20 yang aneh
Sebagai orang yang disalahkan, Ganjar dan Koster akhirnya buka suara, dan keduanya memberikan komentar yang aneh, jujur saja. Setelah dengan pedenya menolak Israel, Ganjar mengaku kecewa dengan keputusan FIFA. “Kecewa lah, kita sudah menyiapkan sejak awal kok,” ujar Ganjar seperti dilansir BolaSport. Komentar yang aneh, seakan-akan nggak tahu apa imbasnya. Pie iki jane?
Komentar Koster lebih aneh lagi. Katanya, penolakan ini dilakukannya sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai Gubernur Bali. “Yang saya pertanggungjawabkan secara niskala-sakala (sesuatu yang bersifat tidak nyata dan nyata), karena didasarkan pada hal yang prinsip terkait kemanusiaan, sejarah dan tanggung jawab pergaulan antarbangsa, dan aspirasi masyarakat ke FIFA,” ujar Koster seperti dilansir CNN Indonesia.
Koster juga mengakui bahwa sikapnya itu juga merupakan sikap pemerintah juga. Pemerintah yang mana, Bli? Bahkan secara tidak tahu malu, Koster mengajak masyarakat Bali berdoa agar FIFA berlaku adil dan mencoret Israel dari kompetisi FIFA dengan alasan kemanusiaan, sama seperti FIFA yang langsung mencoret Rusia pasca-invasi kepada Ukraina. Makin tua makin lucu aja orang ini.
Ini agak mengherankan mengingat Ganjar dan Koster adalah dua orang yang sudah menandatangani perjanjian dengan FIFA terkait venue Piala Dunia. Ganjar dan Koster sudah sepakat bahwa wilayahnya akan dijadikan venue Piala Dunia. Seperti kita tahu, Jawa Tengah dan Bali akan menjadi dua dari enam wilayah yang dijadikan venue Piala Dunia. Mosok sudah sepakat, eh sekarang malah menolak kedatangan salah satu peserta Piala Dunia.
Ganjar dan Koster ini benar-benar tipikal pejabat Indonesia banget. Mencla-mencle! Saya juga curiga bahwa Ganjar dan Koster ini bodoh banget (atau berlagak bodoh) soal sepak bola. Indonesia itu ditunjuk sebagai tuan rumah jauh sebelum kualifikasi peserta beres. Dan Israel, mereka menjadi peserta Piala Dunia karena mereka berhasil lolos babak kualifikasi. Israel lolos juga bukan baru atu atau dua bulan lalu. Mereka lolos sudah dari kapan tahu, lho. Ya kali mereka nggak tahu.
Penolakan ini tak pernah tentang kemanusiaan
Kita sebenarnya tahu ke mana arah komentar Ganjar dan Koster ini. Apakah mereka menolak Israel atas dasar kemanusiaan? Bullshit, saya nggak yakin. Kalau mereka memang peduli dengan kemanusiaan, mana suara mereka ketika terjadi Tragedi Kanjuruhan dan pengadilannya yang jauh dari kata adil? Apakah mereka bersuara, atau bahkan mendesak untuk mengusut sampai tuntas? Nggak, kan?
Ganjar, Koster, PDIP, PKS, dan gerombolan penolak Israel ini menyuarakan penolakan demi elektabilitas. Pemilu sudah dekat, Bung! Apalagi Ganjar, yang posisinya di PDIP untuk Pilpres 2024 agak goyang, ya pasti butuh dukungan. Nah, berhubung ada kejadian Israel dan Piala Dunia U-20 ini, bukan tidak mungkin Ganjar hanya menungganginya saja demi suara dan elektabilitas.
Yang Ganjar, Koster, PDIP, PKS, dkk lupa, bahwa penggemar sepak bola di Indonesia ini juga punya fanatisme tinggi. Komentar yang mereka lontarkan terkait Piala Dunia U-20, malah akan membuat para penggemar sepak bola Indonesia benci banget sama mereka. Kalau memang ini cara mereka untuk meningkatkan elektabilitas, maka akan saya bilang bahwa ini cara yang keliru dan tidak strategis.
Pahlawan kesiangan Piala Dunia U-20
Setali tiga uang dengan barisan yang menolak, barisan yang menerima juga tak kalah anehnya. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming, misalnya. Ketika Koster menolak acara undian Piala Dunia U-20 digelar di Bali, Gibran dengan lantangnya menawarkan Solo sebagai pengganti Bali untuk tempat digelarnya acara undian Piala Dunia U-20.
Zainudin Amali, Waketum PSSI juga gitu. Amali masih berharap bahwa Indonesia masih bisa ikut Piala Dunia U-20 meski tidak jadi tuan rumah. Gimana, ya, Indonesia ini kan ikut Piala Dunia U-20 lewat jalur tuan rumah, bukan jalur kualifikasi. Ya kalau status tuan rumahnya dicabut, ya nggak ikut. Waketum PSSI ini ngerti sepak bola nggak sih?
Erick Thohir juga sama aja, pake banyak gimmick-gimmick segala pasca pembatalan. Gambar hitam lah, karangan bunga lah. Kemarin ketika hasil sidang kasus Kanjuruhan jauh dari kata adil kok diam aja? Nggak penting dan nggak seksi ya untuk menunjang elektabilitas?
Kalau melihat polanya, kayak kebaca banget gitu pergerakan para politisi ini. Ada yang tiba-tiba menolak dan bikin gaduh, lalu muncul beberapa sosok “hero” yang berseberangan. Kayak udah scripted banget gitu rasanya. Apalagi pake bawa-bawa nama kemanusiaan. Lha wong mereka diam aja waktu Tragedi Kanjuruhan, eh sekarang kok berani-beraninya nyebut kata kemanusiaan. Nggak tahu malu banget.
Sirkus jelek dan lelucon buruk
Capek banget melihat para politisi ini memainkan sirkus yang “nggilani” ini. Capek banget selama ini kita disuguhkan sirkus yang “jelek saja belum” oleh para politisi terkait sepak bola ini. Mereka sok ambil sikap, tapi tujuan sebenarnya bukan untuk bangsa, bukan untuk Indonesia, melainkan untuk mereka sendiri. Akibat ulah mereka, yang kasihan ya para pemain timnas Indonesia U-20 ini. Mimpi mereka untuk main di Piala Dunia jadi pupus.
Sepertinya, kalimat “pisahkan sepak bola dari politik” itu harus dipertegas dan diperjelas lagi, deh. Politik dan sepak bola itu susah, atau bahkan nggak bisa dipisahkan. Mungkin begini yang lebih tepat: “pisahkan sepak bola dari politisi.” Dan jangan hanya dipisahkan, kalau bisa politisi ini dijauhkan sejauh-jauhnya dari sepak bola. Karena selama ini sudah terbukti bahwa bukan politik yang menghancurkan sepak bola. Politisi-lah yang menghancurkan sepak bola.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Sepak Bola Indonesia Sebaiknya Memang Dibekukan Saja!