Melalui Plt Kabiro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu mengatakan bahwa unggahan foto bugil Tara Basro yang ramai diperbincangkan di media sosial memenuhi kategori untuk disebut sebagai tindakan melanggar asusila sebagaimana tertuang dalam UU ITE pasal 27 ayat 1. Kaget sih nggak, soalnya dari dulu sistem perundang-undangan kita emang udah didesain sedemikian ngaret. Mungkin sudah disesuikan dengan budaya kita yang emang kekaret-karetan. Jam karet, pasal karet, janji karet, adalah budaya yang entah kita warisi dari siapa. Lha setahu saya, nenek moyang kita ini para kesatria yang memiliki sikap disiplin tinggi, og. Dikasih waktu buat ngerjain paper seribu candi dalam satu malam saja kelar dalam satu malam beneran.
Jadi untuk tuduhan, “Telah menyebarkan konten pornografi ke ruang publik” yang dilayangkan Kemenkominfo kepada Tara Basro itu bukan lagi menjadi sesuatu yang perlu diperdebatkan. Seburuk apa pun citra Tara Basro karena tersandung kasus yang katanya Pak Ferdinandus “asusila” ini toh nggak bakal membuat saya serta merta berhenti mengidolakan aktris yang sangat apik memerankan karakter dalam film Perempuan Tanah Jahanam. Saya tetap menulis namanya dalam list daftar aktris peran idola di samping nama-nama seperti Dian Sastro dan Dakota Johnson. Heuheuheu.
Ini bukan kali pertama Kemenkominfo mendobrak alur berpikir mainstream masyarakat kita. Berbekal pusaka sakti mandraguna bernama “UU ITE”, Kemenkominfo telah menorehkan deretan langkah antisipatif demi memperbaiki moral bangsa, Ini kerja yang sungguh mulia loh, Lur, jangan salah. Sebelumnya, Kemenkominfo sudah melakukan kontrol atas media-media digital seperti Netflix, IndoXXI, sampai Titktok. Modusnya sih sama, semuanya dianggap sangat potensial menjadi wadah persebaran konten-konten pornografi.
Nah untuk kasus Tara Basro, itu bermula dari ketika ia mengunggah foto tanpa busana di akun media sosial pribadinya. Saya sendiri ketika melihat unggahan tersebut, jujur saja nggak ada perasaan deg-deg ser gimana gitu seperti umumnya orang terangsang. Serius. Dalam foto tersebut, memang Tara Basro tampil dengan pose telanjang. Iya, bener-bener telanjang. Tapi bukan itu poinnya. Foto yang diunggah Tara memperlihatkan bentuk tubuh Tara (tampak samping) dengan fokus angle pada paha dan perut.
Tara menambahkan keterangan yang pada prinsipnya menekankan agar kita mulai mencoba mencintai diri sendiri. Dimulai dengan mencintai tubuh biologis kita, apa pun dan bagaimanapun bentuknya. Mau gendut bergelambir, mau paha besar dan kulit sawo matang, itu adalah nikmat Tuhan yang dititipkan dalam tubuh kita. Jadi nggak usah minder. Ya, kurang lebih begitu. Intinya, Tara Basro sedang mengajak masyarakat Indonesia, terlebih perempuan agar nggak gampang insecure, nggak gampang kemakan omongan dan atau penilaian orang.
Mengingat banyak sekali kasus orang-orang yang harus diet ekstrem demi mendapat tubuh ideal karena nggak tahan sama cibiran orang lain. Akhirnya sistem kerja tubuh banyak yang rusak dan ujung-ujungnya meninggal. Ada juga yang kena kanker kulit lantaran menjadi korban produk kosmetik abal-abal demi terlihat cantik glowing ala-ala artis sinetron. Itu semua nggak bakal terjadi kalau seandainya kita PD saja dengan bentuk tubuh kita. Sejelek apa pun, menjadi diri sendiri tetap lebih menyenangkan dibanding hidup dalam kungkungan kepura-puraan. Yah, nuruti omongan orang mah nggak bakal ada habisnya, Sis.
Lagian ya, jelek dan cantik itu kan relatif? Dalam hal ini, ibu kita adalah orang yang harusnya kita pegang tutur katanya. Pasalnya, ibu kita dengan sangat bijak sudah membuat standar cantik atau tampan kepada anaknya dengan versinya sendiri. Coba sebut, ibu mana yang nggak pernah menimang anak-anaknya dengan kalimat, “Anakku yang paling cantik/ganteng sendiri?” Sejelek dan sedekil apa pun anaknya, si ibu pasti bakal bilang seperti itu. Dan saya kira standar itu sudah diterapkan di beberapa suku di berbagai belahan dunia, deh. Sebut saja di Afrika, di sana orang yang dibilang cantik itu justru orang yang kulitnya paling hitam. Ada juga standar kecantikan yang mengukur pada seberapa lebar daun telinganya.
Artinya, sekarang cobalah kita bercermin dan mulai mensugesti diri sendiri bahwa kita ini cakep, kok. Cobalah membuat standar cantik dengan kriteria kita sendiri, Misalkan, orang yang gendut justru kelihatan menggemaskan, orang yang sawon matang justru kelihatan lebih manis, yang kurus seperti saya ini justru tampak lebih gagah, dan sebagainya. Yakin, setelah itu kita pasti bakal enjoy dengan tubuh kita yang gendut atau kulit kita yang sawo matang. Cibiran orang pada akhirnya hanya seperti hujan wewe: cuma mampir, habis itu ilang.
Kenapa tadi saya menyebut Kemenkominfo telah mendobrak alur berpikir mainstream masyarakat kita? Ya begitu tadi. Saya saja sejak detik pertama ngelihatin unggahan Mbak Tara, auto berpikir sedalam yang barusan saya tulis di atas. Pola pikir Mbak Tara keren abis, dah. Salut. Pun ketika saya cek di kolom komentar, nggak ada juga yang berkomentar seksis dan mengarah pada pencabulan. Rata-rata merespons positif dengan berterimakasih kepada Mbak Tara yang sudah ngingetin perihal pentingnya mencintai diri (tubuh) sendiri.
Hanya orang-orang Kemenkominfo yang bilang kalau itu adalah kategori pelanggaran asusila atawa pornografi. Maksudnya kok bisa gitu, loh. Nah, malah makin kelihatan tho sebenarnya kalau dari awal tuh orang-orang Kemenkominfo cuma mantengin dari atas ke bawah, dari bawah ke atas lekuk tubuh Mbak Tara yang tanpa sehelai benang itu. Mereka nggak coba dulu mencerna inti konten yang coba disampaikan Tara Basro. Artinya, dari awal emang mereka sudah lebih fokus eksploitasi bagian tubuh. Haduuuh.
Apalagi kalau mengingat daftar kasus sebelumnya. Pemblokiran IndoXXI, pembatasan Netflix, sampai wacana menghapus Tiktok, seluruhnya atas dasar ketakutan pada segala aktivitas pornografi. Itu semakin menunjukkan bahwa isi kepala pejabat kita di sana ternyata cuma porno, porno, dan porno. Haish ramashoook.
BACA JUGA Manfaat Self-Love ala YouTuber Maurilla Sophianti Imron dan Kenapa Kita Harus Tahu? atau tulisan Aly Reza lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.