Beberapa waktu yang lalu saya sedang butuh untuk membeli PC baru karena tuntutan pekerjaan yang kian meningkat. Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Surabaya, ada satu tempat yang otomatis muncul di dalam pikiran apabila menyangkut tentang pemenuhan kebutuhan atas barang elektronik. Yap, tempat tersebut adalah THR IT Mall Surabaya.
Bagi yang belum tahu, THR IT Mall, dahulu bernama Hi Tech Mall, merupakan pusat perbelanjaan legendaris produk-produk IT pada era 2000-an. Sayangnya, sejak 2010, pusat perbelanjaan ini mengalami penurunan drastis dan tinggal menyisakan segelintir pedagang saja. Apabila hanya melihat kondisi gedungnya dari luar, orang pasti akan mengira tempat ini sudah mati. Untungnya ada sebuah spanduk merah besar bertuliskan, “THR IT MALL TETAP BUKA” yang mengisyaratkan sebaliknya.
Niat saya ingin mendatangi tempat ini sebetulnya bukan karena ingin melakukan transaksi jual beli. Melainkan sekadar untuk bernostalgia dan melakukan survey sedikit terkait komponen PC. Sebuah keputusan yang ternyata akan sangat saya sesali nantinya.
Daftar Isi
THR IT Mall tampak suram dari luar dan dalam
Malam itu saya datang ke THR IT Mall Surabaya ditemani dua orang teman yang sengaja diajak karena keahlian mereka di dunia rakit-merakit PC. Sejak berada di parkiran, kami mendapat kesan bahwa gedung ini tidak berpenghuni dan tidak terawat. Dapat dilihat dari cat dinding yang sudah banyak mengelupas, kaca jendela kusam, hingga rerumputan yang tumbuh liar dari celah-celah jalan berpaving.
Melangkah masuk melalui pintu samping mall, kami disuguhkan pemandangan sebuah poster iklan smartphone yang tertempel memenuhi sebidang kaca jendela besar bertuliskan “Oppo Neo 7”. Smartphone lawas keluaran tahun 2015, tepat 10 tahun lalu. Menebalkan kesan tidak terawatnya mall ini.
Di dalam, kondisi THR IT Mall Surabaya tampak sangat suram. Nuansanya seperti di film-film horor. Lorongnya gelap dan kotor. Hanya tampak beberapa sumber cahaya dan kebanyakan berasal dari beberapa kios pedagang yang jaraknya saling berjauhan. Sesampainya di atrium utama, tampak jelas bahwa gedung lima lantai ini hanya menyisakan satu lantai saja yang masih beroperasi yaitu lantai dua. Sisanya dibiarkan gelap tanpa ada satupun pencahayaan. Sungguh pengalaman ngemall yang tidak lazim.
Sudah kehilangan ciri khasnya
Sejauh pengamatan dan hasil perbincangan dengan beberapa pedagang di sana, toko yang tersisa kebanyakan hanya menjajakan laptop dan aksesoris pendukungnya. Sudah tidak tampak lagi toko-toko yang menjual smartphone, kamera, hingga PC rakitan yang menjadi salah satu daya tarik dan ciri khas mall ini. Dulu, lorong-lorong penuh dengan toko kecil yang memajang berbagai model PC rakitan baru hingga bekas dengan harga yang bervariasi. Ada yang tampak lusuh tak terawat dan ada pula yang tampak nyaris baru.
Banyak pelajar dan mahasiswa sekadar mampir untuk melihat-lihat PC rakitan baru dan bekas yang nangkring di etalase toko. Melakukan aksi mendang-mending guna mencari tahu PC paling layak untuk dibeli.
Walaupun seringnya tidak ada transaksi yang dilakukan, justru dari sana tercipta pengalaman tersendiri. Diskusi kecil dengan penjaga toko, membandingkan spesifikasi antar rakitan, hingga mencatat harga sambil berharap akan turun pada kunjungan berikutnya. Hal-hal kecil inilah yang membuat pengalaman mengunjungi THR IT Mall Surabaya terasa berkesan dan penuh makna.
Harga yang kelewat mahal
Puas melihat-lihat, kami kembali fokus kepada tujuan utama yaitu melakukan survey harga komponen PC. Pilihan kami tertuju pada sebuah toko di dekat pintu masuk utama THR IT Mall Surabaya. Tampak dari luar, mereka sepertinya hanya menjual laptop saja. Namun saat ditanya, mereka juga menyediakan PC rakitan yang dapat menyesuaikan dengan pesanan pelanggan.
Tanpa basa-basi, penjaga toko langsung menanyakan budget dan spesifikasi yang saya inginkan. Dari sini rasa ketidaknyamanan mulai muncul. Seketika setelah menyebutkan spesifikasi incaran saya, mereka langsung protes. Katanya, kombinasi tersebut tidak akan kompatibel dan menyarankan untuk beli beberapa komponen seri baru yang lebih mahal. Mendengar ucapan tersebut, sontak kami kaget dan saling melirik satu sama lain. Kami tahu betul bahwa spesifikasi itu seharusnya bisa berjalan dengan lancar.
Mereka bersikukuh bahwa mustahil mendapatkan spesifikasi tersebut dengan rentang budget saya. Beberapa kali mereka juga berusaha meyakinkan saya untuk menurunkan spesifikasinya demi menyesuaikan anggaran. Saya gigih menolak, yakin bahwa spesifikasi dan budget yang saya ajukan sudah masuk akal.
Menyaksikan semua ini, salah satu kawan saya memberikan isyarat untuk segera pergi dan beralih survey ke toko berikutnya. Namun, penjaga toko di THR IT Mall Surabaya tidak membiarkan kami pergi. Setelah beberapa upaya gagal untuk kabur, mereka akhirnya memberikan daftar spesifikasi incaran saya dengan harga sesuai budget. Herannya nih, kalau memang sejak awal spesifikasi tersebut masuk dalam budget, kenapa tidak sejak awal diberikan?
Merasa sudah tidak beres, saya buru-buru pamit dan segera menjauh pergi. Baru saja melangkah beberapa meter, mereka mengejar saya keluar. Memaksa saya membayar DP sambil bersikeras bahwa penawaran itu sudah paling murah. Justru sikap itu semakin meyakinkan saya kalau memang ada yang tidak beres.
Keputusan kami ternyata terbukti benar. Persis setelah kejadian itu, kami bertiga mengunjungi salah satu toko komputer di Mall Maspion Square dan langsung mendapatkan harga jauh lebih murah. selisih tujuh ratus lima puluh ribu dibandingkan tempat sebelumnya.
Bisakah kejayaan THR IT Mall kembali?
Meskipun pengalaman di THR IT Mall cukup mengecewakan, saya tetap bersyukur karena masih bisa bernostalgia di sana. Yah setidaknya pulang membawa pengalaman serta pelajaran bahwa dalam berbelanja, jangan sampai menurunkan kewaspadaan. Sebagai warga Surabaya, besar harapan suatu saat mall ini dapat kembali ke masa jayanya. Tidak dikenang sebagai gedung tua berisikan pedagang yang suka memainkan harga, tetapi sebagai surganya IT di Surabaya.
Penulis: Arief Rahman Nur Fadhilah
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Royal Plaza Surabaya Makin Mewah, Nggak Cocok Jadi Mal Sejuta Umat Lagi