Kalau sedang di jalan tol, saya sering dapat tontonan gratis yang sebenarnya lebih layak dimasukkan ke kategori horor daripada aksi. Dua SUV jangkung, Pajero Sport dan Fortuner, saling salip, saling teriak lewat klakson, dan saling pamer torsi dengan lampu hazard berkedip-kedip. Seolah-olah jalan tol Karawang–Cikampek sedang berubah jadi sirkuit Fast & Furious versi KW, dengan soundtrack “Diesel Turbo Remix” yang hanya mereka dengar di kepala. Bedanya, Dom Toretto nggak mungkin mau balapan pakai Fortuner.
Dan memang harus diakui, ini bukan atraksi jagoan. Ini atraksi orang bodoh yang salah kaprah: nyetir mobil jangkung seberat gajah tapi berlagak naik kuda pacu.
Fortuner dan Pajero: raja jalan rusak, bukan raja jalan tol
Mari jujur saja. Fortuner itu turunan Hilux, Pajero Sport lahir dari Triton. Dua-duanya punya darah truk. Cocok buat jalan hancur di pelosok Kalimantan, buat terabas banjir, atau sekadar biar kelihatan gagah waktu parkir di samping warung sate. Tapi begitu dibawa ke jalan tol dan dipaksa lari kencang, mereka ibarat truk logistik yang disuruh ikutan MotoGP. Bisa jalan, iya. Tapi kelihatannya lebih kasihan daripada keren.
Kalau dipaksa balapan, posisi mereka mirip kuda tani yang jago di sawah: kuat, bandel, bisa narik bajak. Tapi disuruh pacuan, ya pasti ngos-ngosan. Bedanya, kalau kuda ngos-ngosan paling jatuh sendiri. Kalau Fortuner atau Pajero ngos-ngosan di tol, bisa ngajak orang lain ke rumah sakit bareng-bareng.
Rawan limbung
Pernah naik odong-odong yang kalau belok rasanya kayak mau tumbang? Nah, sensasi itu kurang lebih sama dengan Fortuner atau Pajero Sport yang dipaksa menikung cepat. Tinggi, berat, pusat gravitasinya kelewat tinggi. Takumi Initial D aja geder kalau ngebut pakai mobil ini, makanya dia tetap setia sama AE86.
Di forum otomotif, kata “limbung” sudah kayak mantra sakral. Pemilik Fortuner sampai rela pasang stabilizer tambahan biar mobilnya nggak gampang goyang. Tapi ya mau diapain, hukum fisika itu keras kepala. Kalau tubuh mobil jangkung, jangan harap bisa lincah nikung. Sama aja kayak saya disuruh ikut lomba balap karung: jalannya bisa, tapi penuh risiko jatuh terguling.
Berat bukan berarti aman
Argumen klasik para pemuja SUV: “Tenang, mobil ini gede, pasti aman.” Ya, benar kalau yang ditabrak Avanza. Tapi begitu SUV ini terguling sendiri, ya wassalam. Berat yang tadinya bikin percaya diri malah jadi beban.
Bayangkan saja: kalau motor jatuh, paling lecet. Kalau SUV segede Pajero terbalik, hasilnya mirip kontainer nyungsep. Orang dalam bisa ketindih, orang luar bisa ketiban. Dan biasanya, headline berita nggak peduli itu Fortuner 700 juta atau Pajero Dakar Ultimate. Yang mereka tulis sederhana: “SUV Mewah Terbalik, Sopir Ngaku Cuma Mau Nyalip.”
Kenapa masih nekat?
Jawaban paling gampang: gengsi. Pajero dan Fortuner itu status sosial berjalan. Duduk tinggi bikin sopir merasa seperti raja jalan. Apalagi mesinnya diesel turbo yang torsi awalnya mantap, bikin mereka percaya diri seolah mobilnya ringan kayak Yaris. Padahal itu cuma efek placebo. Begitu speedometer nyentuh angka tinggi, karakter aslinya keluar: limbung, lamban respons, gampang panik kalau harus pindah jalur mendadak.
Tapi rasa percaya diri palsu memang candu. Sopirnya merasa gagah, padahal yang dilihat orang lain justru: “Wah, ada lagi bapak-bapak midlife crisis cosplay jadi pembalap tol.”
Pesan untuk para pengemudi Pajero dan Fortuner
Saya paham, bawa Fortuner atau Pajero itu menyenangkan. Tinggi, lega, berasa tank pribadi. Tapi tolong, jangan salah gunakan. Mobil ini diciptakan buat tahan banting di jalan jelek, bukan buat gaya-gayaan di tol.
Kalau mau balapan, ada sirkuit. Mau uji adrenalin, ada trek drag race. Kalau cuma mau unjuk gigi, mending ikut karnaval 17-an di kampung sekalian, biar ditonton banyak orang sambil diiringi dangdut koplo.
Pajero Sport dan Fortuner itu seperti sepatu boots kulit: keren, kokoh, gagah. Tapi coba lari 100 meter pakai boots, yang ada engkel keseleo. Sama halnya dengan SUV jangkung ini—raja di jalan rusak, tapi badut kikuk saat dipaksa di jalan tol.
Jadi, sebelum nekat menginjak gas dan berimajinasi jadi Dom Toretto, ingatlah: mobilmu itu bukan kuda pacu. Dia cuma truk logistik yang dipoles biar kelihatan mewah. Dan kalau dipaksa balapan, hasilnya bisa sama tragisnya kayak truk nyungsep di tanjakan Nagreg.
Pada akhirnya, orang lain tidak akan ingat seberapa mahal SUV yang kamu kendarai. Mereka cuma akan ingat headline berita: “SUV Mewah Terbalik, Pengemudi Mengaku Cuma Coba Nyalip.” Dan percayalah, itu bukan prestasi, itu cuma tiket masuk ke klub pengemudi tolol.
Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Toyota Fortuner, Mobil yang Memancarkan Aura Kesombongan dan Membuat Pengendara Lupa Diri Sesaat
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















