Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Buku

Minat Baca Indonesia Rendah: Masa Sih?

Rusmanto oleh Rusmanto
1 Juli 2019
A A
minat baca

minat baca

Share on FacebookShare on Twitter

Minat baca Indonesia di urutan ke 60 diatas Botswana yang menduduki peringkat 61 menurut CCSU (Central Connecticut State University). Jadi nggak usah sedih dan minder, masih ada negara lain yang minat bacanya lebih rendah. Pokoknya optimis aja dulu, kalau optimis aja nggak mampu, gimana kedepannya nanti?

Sebagian menganggap rendahnya minat baca karena Indonesia baru beranjak dari budaya tutur (bercerita) ke budaya membaca. Jadi kalau di film luar negeri, bed time story itu udah ada bukunya tinggal dibaca. Kalau di Indonesia mau tidur dikasih dongeng, yang kadang-kadang dongengnya baru aja ngarang.

Dalam mengarang cerita pun disesuaikan dengan musim, kadang kancil nggak cuma nyolong ketimun, terkadang juga bengkoang dan semangka. Ada orang tua yang nggak mau ngasih tema pencurian, akhirnya dia cerita tentang kancil yang baik hati dan suka menolong serta berbakti pada orang tua.

Sebetulnya ada juga sih kumpulan dongeng dan cerita anak yang sudah dibukukan. Ceritanya dari seluruh tempat di nusantara lagi. Tapi karena memang Indonesia itu sangat luas, jadi persebarannya tidak merata. Sehingga kadang buku dongeng sulit didapat meski di kota yang agak besar.

Anak zaman sekarang juga cukup berat dalam belajar bahasa. Keponakan saya yang masih kelas 3 SD, mulai diajari bahasa Inggris di sekolah. Jadi pelajaran bahasa ada 3, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan Bahasa Inggris. Sepulang sekolah masih disuruh ngaji, yang artinya harus belajar Bahasa Arab.

Terlalu banyak bahasa yang dipelajari dan digunakan mungkin menjadi salah satu alasan nggak sempat membaca buku. Lah, orang baca buku pelajaran aja udah senep, kok masih harus baca yang lainnya, gimana sih? Yah, mungkin ini alasan yang cukup mengada-ada.

Untuk urusan membaca dan menulis, saya kira Indonesia bisa dikatakan telah lama menorehkan prestasinya dalam peradaban dunia. Berbagai karya tulisan dalam kitab kuno bahkan sudah dibuat saat Indonesia belum memproklamasikan diri dan menjadi sebuah negara bangsa.

Berbagai kitab seperti Negarakertagama karya Mpu Prapanca, Sutasoma karya Mpu Tantular, merupakan bukti peradaban membaca dan menulis Indonesia. Jadi, ratusan tahun silam, Mpu nggak Cuma bikin keris ya sobat, tapi juga kadang ada yang punya sambilan jadi penulis.  Gitu rupanya??

Baca Juga:

Alasan Gramedia Tidak Perlu Buka Cabang di Bangkalan Madura, Nggak Bakal Laku!

Surat Terbuka untuk Para Penimbun Buku di iPusnas, Apa yang Kalian Lakukan Itu Jahat  

Selain kitab yang ternama kemampuan baca tulis juga sudah tertuang dalam berbagai prasasti yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Hal itu tentu menjadi bukti nyata sebuah peradaban bangsa yang bisa dikatakan cukup maju.

Berbagai kitab bahkan masih menjadi acuan hingga saat ini. Berbagai primbon yang mengatur tata kehidupan tetap menjadi pegangan sebagian orang. Dari mulai primbon percintaan, tata mangsa (untuk pertanian), hingga kitab primbon tata cara membangun rumah juga masih digunakan.

Masalahnya adalah, mengapa minat baca atau bahkan literasi Indonesia masih dianggap rendah juga?  Kita memiliki berbagai kitab dari karya sastra, teknik, astronomi, ilmu sosial, kenegaraan, dan lainya, apakah tidak dijadikan parameter untuk menilai kekuatan literasi Indonesia?

Setelah “Sumpah Pemuda” dan Indonesia disatukan dalam satu bahasa. Kemudian mengikatkan diri dengan proklamasi kemerdekaan, berangsur berbagai kitab diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dan akhirnya menjadi kekayaan nasional yang bisa disetarakan dengan karya dari berbagai belahan dunia.

Setelah merdeka pun, banyak karya berupa tulisan yang berhasil diterbitkan. Bahkan dalam kungkungan penjajahan negara lain, maupun Orde Baru. Penulis Indonesia tetap ngotot melahirkan karya terbaik dan diterjemahkan dalam puluhan bahasa asing.

Zaman Orde Baru memang susah kalau harus mencari buku yang “menggugah semangat”. Fungsi lembaga sensor yang sangat ketat menghalangi terbitnya “buku bagus” yang memperkaya khasanah pemikiran nasional.

Dengan demikian yang beredar luas dan mudah diakses hanya buku “lulus sensor” . Kalau zaman sekarang tentu beda. Buku bebas beredar di toko buku terdekat. Tapi habis itu di sweeping, semoga aja sebelum ambil bukunya udah di bayar, jadi yang punya toko nggak rugi-rugi amat.

Suatu ketika saya makan rujak bebeg (tumbuk) dibawah pohon beringin. Ternyata pemilik warung sedang membaca Sampar-nya Albert Camus yang di alih bahasakan oleh NH dini. Sekelas warung pinggir jalan membaca buku yang tidak semua orang tahu tentu sebuah keistimewaan tersendiri. Dan tentulah hal macam ini tidak pernah terlihat dalam parameter pengukuran minat baca.

Sampain sekarang bahkan, tetangga saya, yang bisa dikatakan telah berumur dan punya banyak cucu, mengikuti komunitas membaca yang secara rutin mengadakan pertemuan. Paling tidak, yang saya tahu selalu ada satu buku yang dia bawa, yaitu buku Yasin dan Tahlil. Dan meskipun sudah hafal, tetap saja dibawa dan dibaca, bukankah itu hebat dan membanggakan?

Menurut pengalaman saya, minat baca masyarakat bisa dikatakan cukup tinggi. Saya ingat dulu ayah dan saya juga sering diomelin sama ibu. Masalahnya sederhana, ketika disuruh motong koran bekas buat bungkus di warung, ditungguin nggak selesai-selesai. Dalam ngomelnya Ibu bilang : disuruh nyobekin kertas malah belajar!!

Sepanjang masa kecil sampai agak dewasa, saya menemukan betapa membaca adalah budaya kita. Berapa banyak kertas bungkus gorengan yang akhirnya menjadi bacaan seru dikala senggang.  Saya kira untuk akses bahan bacaan memang kita (Indonesia) bisa dikatakan terbatas. Namun untuk minat baca, mungkin kita memerlukan parameter yang lebih akurat untuk menilai.

Selamat Membaca.

Terakhir diperbarui pada 20 Januari 2022 oleh

Tags: BukuLiterasiminat baca
Rusmanto

Rusmanto

Penulis lepas.

ArtikelTerkait

hukum memfotokopi buku

Halo, Pak Dosen, Apa Hukum Memfotokopi Buku Untuk Kegiatan Akademik Ya?

21 September 2019
Merepotkan Sekali Mencari Buku di Pekalongan

Merepotkan Sekali Mencari Buku di Pekalongan

15 Januari 2020
pembajak buku

Terpujilah Wahai Engkau, Para Pembajak Buku

16 September 2019
buku pelajaran jurnalistik pelajaran jurnalisme untuk pemula mojok.co

3 Buku Jurnalistik untuk Kamu yang sedang Belajar

20 Agustus 2020
Buku ‘Men Are From Mars, Women Are From Venus’ Menyadarkan Kesalahan Para Jomblo terminal mojok

Buku ‘Men Are From Mars, Women Are From Venus’ Menyadarkan Kesalahan Para Jomblo

11 Maret 2021
Jokowi Perlu Pamerkan Daftar Bacaan Favorit seperti Barack Obama terminal mojok.co

Jokowi Perlu Pamerkan Daftar Bacaan Favorit seperti Barack Obama

31 Desember 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.