Disclaimer: tulisan ini untuk dewasa. Maksudnya untuk pasangan yang sudah menikah. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk dibaca mereka yang berencana menikah. Heuheu.
“Duh, kok dia diam-diam saja ya? Sama sekali tidak ngomentarin potongan rambut baruku,” batin seorang istri dengan mata melotot ala-ala bintang sinetron Indonesia dan suara hati yang terdengar keras-keras oleh penonton, “jangan-jangan, dia sudah tidak mencintaiku lagi!”
Lalu kamera di-shoot lebih mendekat ke wajah sang istri tokoh antagonis dengan suara musik yang jeng-jeng-jeng-jeng. Sedangkan di background, sang suami yang tidak merasa bersalah sedang baca koran dan memanggil istrinya, “Mah, kok bengong saja di situ dari tadi? Ke sini dong duduk ngobrol-ngobrol sama Papah.”
Terus sang suami bingung karena istrinya hanya melengos lalu pergi dengan langkah kaki yang menunjukkan kalau dia sebel. “Lha, aku salah apa Mah?”
Kisah di atas fiktif belaka namun tidak menutup kemungkinan benar terjadi di masyarakat kita. Hal ini terjadi karena perbedaan “bahasa cinta” antara keduanya. “Bahasa cinta” ini maksudnya adalah bahasa yang dipilih seseorang untuk menyatakan cintanya, dan juga pilihannya untuk menerima atau merasakan cinta dari pasangannya.
Dalam kasus tadi, bahasa cinta sang istri adalah pujian. Ia merasa dicintai pasangan jika dipuji. Eh apesnya bahasa cinta sang suami adalah quality time, waktu bersama-sama dengan istri yang berkualitas. Sang suami menunjukkan cintanya dengan mengajak ngobrol, bukan memuji potongan rambut sang istri.
Saat ini setidaknya ada lima jenis bahasa cinta yang telah diketahui. Kelimanya adalah: quality time, pujian, melayani, sentuhan fisik, dan menerima hadiah. Bahasa cinta satu orang mungkin terdiri dari dua “bahasa” yang dominan dari kelimanya dan bisa berbeda dari pasangannya. Perbedaan inilah yang sering membuat pasangan suami istri “merasa” tidak dicintai pasangannya.
Orang yang bahasa cintanya berupa quality time, merasa paling dicintai pasangan jika ditemani melakukan kegiatan yang disukainya tanpa interupsi dari handphone atau lainnya. Intinya dia merasa suka melewatkan waktu yang berkualitas dengan pasangannya. Pasangan yang terlalu sibuk dan tidak bisa menemani dapat menyebabkan orang dengan “bahasa cinta” tipe ini merasa sedih.
Orang yang bahasa cintanya pujian senang memuji dan dipuji. Seperti si ibu dalam kisah di atas, orang dengan bahasa cinta pujian berharap pujian dari pasangannya atas sesuatu yang berhasil diraihnya. Dia pun tidak ragu untuk mengungkapkan kekagumannya pada orang-orang yang disayanginya.
Melayani bisa merupakan suatu “bahasa cinta”? Oh, jelas bisa. Orang dengan bahasa cinta melayani ini senang membantu orang terkasihnya. Tapi dia juga senang mendapat bantuan. Kalau pasangannya tidak peka, dia bisa merasa cintanya bertepuk sebelah tangan. Sudah beberes rumah, eh tidak dihargai.
Bahasa cinta sentuhan fisik jangan diartikan ke hal yang tidak-tidak ya. Orang yang bahasa cintanya sentuhan fisik biasanya senang menyentuh orang yang disayanginya. Bisa berupa menggandeng tangan ketika menyeberang jalan di muka umum, menepuk pundak, dan sebagainya.
Yang terakhir, menerima hadiah. Kalau pasanganmu ngambek berat akibat kamu lupa tanggal ulang tahun pernikahan (atau tanggal jadian bagi yang belum menikah) kemungkinan bahasa cintanya adalah menerima hadiah. Eits, jangan menuduh dia matre ya. Bisa saja yang dilihatnya adalah usaha kita untuk menyediakan hadiah tersebut dan memberikannya di hari istimewa.
Bagaimana cara mengetahui bahasa cinta yang kita gunakan? Dengan melihat apa hal yang paling menyenangkan hati kita saat dilakukan oleh pasangan.
Apakah saat dia memberikan kado? Atau ketika ia bersih-bersih rumah? Menggandeng tangan di muka umum? Memberikan pujian? Atau sekadar ngobrol ngalor-ngidul tanpa sekalipun ia membuka handphone?
Jawaban dari pertanyaan tersebut menentukan “bahasa cinta” apa yang kita gunakan. Sebaiknya kita mengenal diri sendiri sehingga tahu apa yang kita harapkan dari pasangan.
Tapi ada lagi yang lebih penting daripada mengetahui “bahasa cinta” yang kita gunakan. Apakah itu? Tentu saja mengetahui “bahasa cinta” yang digunakan pasangan. Tujuannya tentu agar pasangan tidak merasa diasingkan dan merasa dicintai juga.
Bagaimana cara mengetahui bahasa cinta yang digunakan oleh pasangan? Dengan memperhatikan apa yang mudah membuat mereka marah jika tidak memperolehnya. Misalnya seorang wanita yang marah-marah karena suami sibuk bermalas-malasan sedangkan ia harus membersihkan rumah, kemungkinan besar bahasa cinta wanita tersebut adalah melayani.
“Tapi suami saya tidak pernah marah-marah tuh, dia orangnya selow. Bagaimana cara tahu bahasa cinta yang digunakannya?”
Pada orang-orang seperti ini, kita dapat mengetahui bahasa cinta yang digunakanmya dengan melihat apa yang sering dilakukannya. Jika seseorang suami tidak pernah lupa tanggal perayaan apapun dalam keluarga badan selalu siap dengan kado yang menarik, kemungkinan besar bahasa cintanya adalah memberikan hadiah. Jangan lupa untuk membalas kadonya atau ia akan merasa tidak dicintai lagi.
Jika sudah mengetahui apa bahasa cinta yang dimiliki oleh kita dan pasangan, sebaiknya menunjukkan cinta atau perhatian pada pasangan sesuai dengan yang disukainya. Misal nih, kita suka banget kalau dikasih hadiah, tapi pasangan lebih suka menghabiskan waktu bersama ya kita menunjukkan perhatian padanya bukan dengan kado berharga fantastis, tapi misal menemaninya merakit Gundam kesukaannya. Misalnya lho …
Atau kalau pasangan senang kalau dipuji ya jangan ragu untuk memuji hal-hal yang memang positif dari pasanganmu. Tapi usahakan agar pujiannya tulus ya. Sebab tidak ada yang suka mendengar pujian palsu (kayanya sih).
Wis ya. Segitu dulu. Capek ngetiknya. Semoga bermanfaat. (*)
BACA JUGA Mengapa Dua Orang yang Saling Mencintai Setelah Sekian Lama Jadi Tampak Mirip? atau tulisan Maria Kristi Widhi Handayani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.