Ibadah puasa sering kali menjadi salah satu ibadah yang menantang bagi sebagian dari kita. Pasalnya, bukan saja berurusan dengan perut yang mudah sekali tergoda, tapi juga kita ditantang untuk tetap produktif dalam keadaan yang lapar. Puasa juga merupakan latihan untuk mengendalikan emosi, karena pada saat perut lapar seseorang mudah sekali mengalami kondisi emosional yang fluktuatif. Hal ini juga dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi hubungan sosial kita apabila kita tidak berusaha untuk mengontrol diri kita di tengah puasa tersebut.
Bayangkan saja bagaimana rasanya harus presentasi, terjebak macet dan berhadapan dengan atasan yang galak di saat perut lapar. Menantang sekali bukan? Hal-hal menantang semacam itu tidak pernah dirasakan oleh diri kita saat masih anak-anak dan puasanya pun masih dalam tahap latihan.
Ya, namanya juga anak-anak, jadi hal-hal yang membuatnya bahagia pasti terbilang sangat sederhana jika dilihat oleh orang-orang dewasa yang banyak masalah seperti kita. Seperti saya ketika kecil dulu, yang sudah sangat bahagia kalau buka puasanya ada buah semangka dan kolak pisang. Atau ngabuburit sambil nemenin ayah belanja di pasar dan pulangnya dapat kue pukis, juga sudah sangat membahagiakan bagi saya saat itu.
Lain hal dengan sekarang, mau diantar beli kue pukis setiap buka puasa juga tetep sedih kalau atasan galak dan gaji nggak naik-naik seperti ini. Yah kan, jadi curhat. Zaman saya kecil, puasa bisa jadi hal yang sangat menyenangkan kalau tiba-tiba ibu pulang membawa semangka dan mengizinkan saya untuk buka puasa siang-siang atau kalau di kampung saya biasanya disebut poso mbedug. Sebab, buka puasanya pas bedug atau siang bolong, lalu lanjut puasa sampai magrib.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya puasa mbedug itu tidak bisa dikategorikan puasa, sih. Lha, makannya juga tetap tiga kali sehari kok. Sahur – buka puasa part 1 – buka puasa part 2. Kan samjubong ya kalau kata chef Juna, sama juga bohong. Tapi ya tidak apa-apa lah, namanya juga perkenalan, setidaknya anak-anak jadi paham tentang praktik puasa, menahan lapar dan haus tapi tetap produktif.
Kebahagiaan lainnya bagi saya saat masih kecil adalah dispensasi puasa yang sangat mudah didapatkan apalagi kalau sudah jelang lebaran dan waktunya bikin kue. Bagaimana tidak, orang tua saya punya tradisi untuk menyiapkan seluruh suguhan lebaran dari dapur sendiri mulai dari madu mongso, roti kacang, bahkan sampai permen agar-agar sekalipun. Pokoknya yang terbaik dari dapur sendiri merupakan prinsip suguhan hari raya kami. Selain karena lebih hemat sih. Hehehe.
Nah di saat seperti itu, saya bertindak sebagai supervisi yang akan mengecek secara langsung kualitas suguhan lebaran kami. Caranya dengan mencicipi satu per satu. Dan karena nggak mungkin cuma bikin kue habis tarawih, jadi harus ada yang rela tidak berpuasa supaya bisa nyicipin kuenya. Orang itu tak lain dan tak bukan adalah saya. Tugas yang sungguh mulia, bukan?
Yang tak kalah menyenangkan waktu saya kecil adalah tayangan sahur dan buka puasa yang ramah anak, mulai dari boneka susan, Pildacil, dan banyak lagi. Nggak kayak sekarang yang penuh dengan komedi yang lebih banyak ngegosipnya daripada ngelucunya. Tayangan-tayangan tersebut sangat berguna bagi anak-anak dalam rangka mengelabui mereka dari waktu magrib yang masih lama, juga tak jarang memberikan suntikan semangat untuk tetap berpuasa sampai lebaran tiba.
Kalau sudah H-1 lebaran, karena saya tidak punya tradisi musik pada waktu kecil, jadi tugas saya adalah menunggu saudara-saudara saya yang mudik dari berbagai tempat dan bermain kembang api bersama-sama di tengah sibuknya ayah mengganti gorden dan ibu menyiapkan toples kue.
Mengenang masa kecil memang nggak pernah ada habisnya, ya. Masa yang beban terberatnya adalah PR Matematika dan bahagianya cukup dengan jajanan kecil yang murah meriah. Tapi setidaknya, kita pernah menyukai dan bahkan menunggu kedatangan bulan puasa dengan penuh suka cita, tanpa mikirin cicilan panci, KPR, dan segala masalah hidup lainnya.
Selamat menjalankan ibadah puasa, orang-orang dewasa yang pernah berbahagia menjalankan ibadah puasa pada masanya.
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.