Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Luar Negeri

Melihat Hagia Sophia dengan Perspektif Pancasila

Sigit Pramono oleh Sigit Pramono
25 Juli 2020
A A
hagia sophia mojok

hagia sophia mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Masalah Hagia Sophia yang sedang trending menguji empati kita sebagai warga Indonesia. Sebagai muslim, wajar jika merasa bahagia. Namun, euforia yang berlebihan juga sepertinya tidak diperlukan. Pasalnya, ada banyak umat Kristiani yang perlu dijaga hatinya agar tidak terluka. Sebagai saudara sebangsa dan setanah air, semestinya warga Pancasila paham betul bagaimana menempatkan persoalan ini pada tempatnya.

Hagia Sophia merupakan bangunan suci yang dihormati oleh umat Islam dan Kristiani. Inilah poin pentingnya. Kedua umat terbesar di dunia memuliakan bangunan ini. Hal tersebut perlu dijadikan landasan sehingga tidak ada yang salah paham terhadap polemik ini.

Salah satu implikasi dari rasa respek ini ialah rasa memiliki terhadap bangunan suci ini. Umat Kristiani, khususnya Ortodoks merasa memiliki Hagia Sophia karena memang didirikan oleh Kaisar Yustinius I pada sekitar tahun 532 M. Pun umat Katolik, Hagia Sophia sempat berubah menjadi gereja Katolik pada masa pendudukan Latin atas Konstantinopel pada 1204 sebelum direbut kembali oleh Romawi Timur pada 1261.

Sementara itu, umat Muslim juga merasa memiliki karena Sultan Mehmed II pada tahun 1453 berhasil menaklukan Konstantinopel. Alih-alih menghancurkannya, ia merawat Hagia Sophia sehingga kita masih dapat melihat keagungannya sampai saat ini. Selama hampir lima abad Hagia Sophia telah beralih fungsi menjadi Masjid.

Setelah kekhalifahan Ottoman runtuh, Hagia Sophia diubah fungsinya menjadi museum oleh Bapak Turki Modern, Mustafa Kemal Pasha pada 1935.

Kini, pada tahun 2020 Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan telah mengubah kembali fungsinya menjadi Masjid. Tepat pada hari Jumat, 24 Juli 2020 masyarakat Istanbul berbondong-bondong mensyukurinya. Warga memenuhi Hagia Sophia sembari melaksanakan Shalat Jumat.

Beragam rekasi timbul atas langkah Erdogan yang terbilang tanpa kompromi. Bagi Yunani yang memiliki ikatan historis yang sangat kuat dengan Hagia Sophia, kabar ini layaknya petir di siang bolong. Yunani pun menjadi negara terdepan yang menolak keras kebijakan Erdogan.

Uni Eropa, Rusia, Amerika, bahkan UNESCO pun turut menyayangkan keputusan Erdogan ini. Uni Eropa bahkan menggunakan istilah ‘mengutuk’ untuk mewakili kekecewaan mereka. Namun, Turki tetap tak bergeming. Erdogan berdalih bahwa persoalan ini merupakan kedaulatan Turki.

Baca Juga:

5 Pekerjaan yang Bertebaran di Indonesia, tapi Sulit Ditemukan di Turki

Pengalaman Melepas Penat dengan Camping ala Warlok Queensland Australia

Pemerintah Indonesia sendiri nampaknya enggan menanggapi persoalan ini secara terburu-buru. Mengingat persoalan ini sangat sensitif dan dapat berakibat fatal jika kita salah merespons.

Jika dilihat dalam perspektif yang lebih luas, pemerintah Turki akan mendapatkan keuntungan atas kebijakannya ini. Di tengah krisis ekonomi Turki akibat pandemi dan kebijakan ekonominya, isu Hagia Sophia akan memberikan dampak psikologis yang positif bagi sebagian besar warga Turki yang mendukung kebijakan ini. Hal tersebut terbukti dengan tingkat antusias masyarakat yang sangat tinggi saat menghadiri Salat Jumat pertama di Hagia Sophia pada 24 Juli 2020.

Namun, dari segi syiar Islam itu sendiri kebijakan ini memiliki beberapa kekurangan. Kebijakan ini lebih menonjolkan sisi kekuasan dan romansa masa lalu daripada menarik rasa simpati bagi sebagian besar umat Kristiani. Memang di beberapa negara Eropa, seperti Spanyol, banyak juga masjid yang telah beralih fungsi menjadi gereja dan museum. Hal itu juga tentu tidak menimbulkan rasa simpati umat Muslim.

Setiap pemimpin memang memiliki pendekatannya sendiri dalam menebar toleransi. Khalifah Umar berhasil menguasai Palestina. Ia dengan halus menolak permintaan sang uskup agung yang mempersilakannya untuk beribadah di gerejanya. Alih-alih mengubah fungsi gereja tersebut, khalifah Umar membangun Al-Jami Al-Aqsa. Masjid yang masih berdiri kokoh di Bethlehem hingga kini.

Dulu, Presiden Sukarno, bersikukuh untuk membangun Masjid Istiqlal berdekatan dengan Katedral Katolik. Sang Arsitek Masjid Istiqlal pun seorang Protestan. Sukarno sama sekali tidak pernah mempermasalahkan keyakinan Friedrich Silaban. Ia menghargai talenta Silaban yang luar biasa. Nilai mulia itu pun terus abadi hingga kini.

Jika ada tujuan untuk syiar Islam, tidak ada salahnya Turki berani mengambil kebijakan yang out of the box. Misalkan saja, Hagia Sophia dikembalikan fungsinya menjadi gereja. Hal itu tentu tetap akan menuai pro-kontra. Namun, di balik itu akan terpancar kedewasaan Turki sekaligus menjadi syiar yang luas akan indahnya keberagaman dalam Islam.

Indah bukan? Jika gereja monumental berada di tengah-tengah negeri muslim. Hal tersebut tentu akan membuka peluang yang lebih besar untuk dialog antaragama. Tidak akan ada kecam-mengecam, kutuk-mengutuk. Umat kristiani pun pasti akan tersentuh dan pasti akan berbalas kasih dengan cara yang juga out of the box.

Pancasila mengajarkan kita untuk menghargai dan hidup dalam perbedaan. Maka tidak ada salahnya juga kita melihat permasalahan Hagia Sophia dengan perspektif Pancasila.

BACA JUGA Rakyat Protes New Normal, Pemerintah Berlalu.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 Januari 2022 oleh

Tags: hagia sophiaIndonesiakristen
Sigit Pramono

Sigit Pramono

Akademisi, penikmat bola, kuliner, seni, travel, dan gerakan sosial.

ArtikelTerkait

Malaysia Hampir Lepas dari Middle-Income Trap, Indonesia Masih Muter di Situ-Situ Aja

Malaysia Hampir Lepas dari Middle Income Trap, Indonesia Masih Muter di Situ-Situ Aja

22 September 2024
Singapura Negara Kaya, tapi Rapat Pejabatnya Terlalu Pelit dan Sederhana

Singapura Negara Kaya, tapi Rapat Pejabatnya Terlalu Pelit dan Sederhana

18 Mei 2024
mukena adalah budaya indonesia bukan islam mojok

Mukena Adalah Budaya Indonesia, Bukan Syariat Islam

11 Januari 2021
nama daerah paling cantik bagus di indonesia mojok

7 Nama Daerah di Indonesia Rasa Luar Negeri, dari Boalemo sampai Yahukimo

23 April 2020
4 Culture Shock Orang Indonesia yang Berkunjung ke Thailand Mojok.co

4 Culture Shock Orang Indonesia yang Berkunjung ke Thailand

31 Januari 2025

Buruh Belum Sejahtera, tapi Kemenaker Bilang Upah Minimun Kita Terlalu Tinggi

18 November 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.