Katanya punya tagline berbunyi “Bintang Segala Bintang”—lah kalau semuanya udah jadi bintang, kenapa masih pengen lebih dari bintang? Nggak sekalian aja jadi asteroid atau planet, Mas Mbak.
Menonton televisi pada mulanya merupakan hiburan bagi sebagian orang. Selain kontennya yang menghibur ada pula konten yang mengedukasi setiap pemirsanya. Tak ayal istilah seperti tontonan jadi tuntunan pun banyak digembar-gemborkan oleh para insan penyiar televisi baik swasta maupun negeri.
Sayang, apa yang dikatakan di atas itu adalah dulu sebelum televisi dangdut menyerang. Loh e loh e, emang kenapa dengan televisi itu?
Pasalnya begini deh. First things first, tulisan ini muncul terlebih dahulu sebagai bentuk curahan hati dari mas-mas yang kadung kesal melihat istrinya sangat demen menonton acara dangdut di TV Ikan. Setelah sukses katanya dengan acara DA, DAA, BP, LIDA, TV Ikan kini muncul dengan format acara baru bernama D’star meski acaranya nggak star-star amat sih.
Walau dikatakan baru sebetulnya isi acara nya masih mirip dengan yang sebelumnya sih. Yakni sekumpulan pemuda-pemudi yang dikumpulkan untuk bernyanyi dan dinilai oleh juri yang kurang lebih orangnya itu lagi-lagi juga—Mak e, King, dan Jeng Menul). Bedanya ya barangkali ada tambahan dari juri non-dangdut, yaitu juri produser ala Mas Giring yang belum berhasil di politiknya serta Mas Posan yang nggak nabuh drum lagi. Ada juga juri dari non-dangdut seperti Mbak Melly yang selalu tampil dengan dress uniknya, juga Mbak Ruth yang terkenal berkat status diva-nya, dan Mas Bebi, yang suara, persona, dan kisah cintanya mirip pengorbanan Romeo.
Kontes menyanyi ala D’Star ini pun ketimbang kompetisi lebih dapat dikatakan mirip sebagai ajang promosi kembali para pemenang acara dangdut sebelumnya yang belum bisa sukses sendiri di kancah permusikan Indonesia. Cause, mau dikatakan apalagi toh? Memang faktanya para pesertanya begitu kan?
Coba kita telaah dikit-dikit deh. Jika bandingkan dengan Dede Lesti. Meski doi pernah jadi juara juga di kompetisi dangdut sejenis dan TV yang sama, ia nampak tak terlalu perlu ikutan lagi acara begituan. Wong dia berhasil melejit sendiri dengan single “Egois” yang rilis dua tahun lalu dan sekarang sudah mencapai hampir 44 juta views di kanal YouTube. Ketambah sekarang dia sudah berhijab, yang mana kita tahu di Indonesia pamor artis yang baru menggunakan hijab akan dibanjiri pujian berupa alhamdulillah, semoga istiqamah, dan dijauhkan dari komentar SJW Hijrah berbunyi ketimbang dibuka, lebih baik ditutup saja usianya.
Kemudian, bila sekarang kita coba bandingkan dengan Papah Fildan, karirnya bisa dikatakan naik turun. Selepas keluar sebagai jawara DAA, hampir empat bulan lalu Ia pun lekas merilis single baru berjudul “Aku Pergi”. Sayang, viewer-nya di YouTube masih berada di angka 1.2 juta. Perlu usaha dikit lagi, Pah.
Begitupun dengan Selfi. Jawara Lida pertama ini pun turut terombang-ambing pasca keluar dari kompetisi. Ia sempat merilis single “Mati Rasa”, sebulan yang lalu. Viewer-nya di YouTube bisa dikatakan lebih baik, sebab Ia mampu menggaet sekitar 2 juta penonton. Barangkali ajang D’Star ini cuma Ia gunakan untuk mengukuhkan eksistensinya.
Yap! Faktanya memang susah sih kalau jadi penyanyi tapi masih harus bergantung dengan embel-embel nama kompetisi semisal Fisel Lida, Hisan DA, Dilfan DAA, dan blablabla. Seolah nama dari orangtua kita tidak cukup kompetitif untuk bersaing di dunia ini.
Selain soal acara yang gitu-gitu aja dan peserta yang itu-itu aja, kompetisi ini pun lebih menyebalkan lagi karena sistem penilaiannya juga begitu-begitu aja. Yakni terbagi ke dalam 75% SMS pemirsa dan hanya 25% penilaian juri. Biaya SMS per dukungan ialah sebesar Rp. 2.200. Hmm paham dong siapa yang menang banyak? So, kalau penilaiannya begitu mah, sudah ketebak dong siapa aja yang bakal terus berlanjut di kompetisi dan memenangkan hadiah satu milyar?
Ya mereka seperti Fildan, Selfi, dan Rara yang memang notabene sudah punya basis fans yang banyak. Sisanya ya tidak lebih seperti produk display di toko busana. Hanya dilihat-lihat, yang dipilih ya yang dibawa pulang. Bener kan?
Nah, jika begitu, ada baiknya kita sepakati saja bahwa wajar mas-mas ini kesal dengan acara dangdut yang begituan—sudah menghabiskan durasi, minta SMS kami, acara sampai malam pagi, isi acara nya pun hanya 3-5 menit nyanyi, sisanya nyinyir dan ngelawak barangkali?