Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Makan Soto, tapi Nasinya Dipisah: Manner dari Mana, sih?

Iqbal AR oleh Iqbal AR
10 Februari 2020
A A
Makan Soto tapi Nasinya Dipisah Itu Manner dari Mana?
Share on FacebookShare on Twitter

Saya selalu percaya bahwa makanan adalah hal yang mempersatukan manusia. Segala perbedaan, baik itu ras, kepercayaan, pandangan politik, akan luntur jika sudah berhadapan dengan sepiring makanan. Semuanya akan berbaur menjadi satu, akrab, dan damai. Namun, saya kira masalah sudah selesai. Nyatanya belum. Di dalam makanan ternyata mampu membuat orang terpecah belah lagi. Perdebatan panjang mengenai bubur diaduk atau tidak menjadi bukti bahwa setelah masuk dunia makanan yang katanya mendamaikan, kita harus berhadapan lagi dengan perdebatan di dalamnya yang punya potensi memecah belah.

Tapi ya sudah, perdebatan bubur diaduk atau tidak itu bukan perdebatan yang prinsipil. Perdebatan ini juga tidak dekat dengan kultur saya sebagai orang Jawa Timur, yang kalau sarapan sering kali makan nasi, bukan makan bubur. Nah, kita harusnya beralih pada perdebatan yang lebih prinsipil, yaitu persoalan makan soto (atau rawon biasanya) tetapi nasinya dipisah. Ini merupakan kesalahan yang sudah mendarah daging dan tidak seharusnya termaklumi.

Saya sebenarnya sudah lama menyimpan kegelisahan ini: kok bisa-bisanya orang makan soto tapi nasinya dipisah? Itu sudah kelewat batas salahnya. Tidak ada aturan mana pun yang mengajarkan bahwa makan soto, atau makan rawon lantas nasinya dipisah. Sebuah budaya makan yang keliru sebenarnya. Lebih ironis lagi bahwa banyak sekali warung soto yang menyajikan sotonya dengan nasi yang terpisah. Ini manner-nya sudah jelas salah, tidak ada manner yang mengajarkan bahwa semangkuk soto, lengkap dengan bihun, kol, daging ayam, harus terpisah dengan nasinya.

Memang, secara porsi soto dengan nasi dipisah bisa dibilang lebih banyak. Namun, bukan itu esensi sebuah makanan. Buat apa makanan yang secara kuantitas banyak, tetapi melestarikan kesalahan cara makan dan cara penyajian. Makan soto dengan nasi dipisah juga ribet, harus berpindah-pindah dari mangkuk soto ke piring nasi. Rasanya pasti juga tidak enak. Berbeda dengan yang nasinya dicampur, tidak ribet, efisien, benar secara manner, dan sudah jelas rasanya lebih nikmat.

Ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan baik-baik. Bahwa memisahkan nasi dari semangkuk soto itu perbuatan yang sok elitis dan diskriminatif terhadap makanan. Elitis, karena ada unsur-unsur utama yang terpisah, yaitu soto dan nasi. Soto ini makanan rakyat, yang fitrahnya tercampur sempurna dengan nasi dalam satu mangkuk. Sebagai makanan rakyat, tidak seyogyanya memisahkan unsur-unsur utama dalam makanan.

Silakan berdebat soal bagaimana cara makan kerupuk atau tentang kecap dan sambal karena itu unsur pendamping. Akan tetapi, kalau nasi dan sotonya, itu harus dicampur karena itu unsur utama. Itu jelas sudah prinsip, menyalahi prinsip itu jelas sebuah kesalahan yang susah untuk ditolerir.

Diskriminatif? Iya, diskriminatif terhadap makanan. Nasi, kuah soto, bihun, daging ayam, kol, dan lain-lain memang berasal dari tempat yang berbeda-beda. Lalu, mereka semua dihadirkan dalam satu mangkuk soto yang masih panas dan nikmat. Itu merupakan wujud dari peleburan perbedaan yang ada sebelumnya.

Lantas, muncul kebiasaan untuk memisahkan nasi dari semangkuk soto, dan ini jelas wujud pemecah belah persatuan makanan. Nasi yang harusnya berendam hangat, manja, dan menjadi satu di semagkuk soto, kini hanya disiram basah tanggung saja, itu pun kadang tidak merata. Nasi dan semangkuk soto jelas sudah didiskriminasi dalam kasus ini.

Baca Juga:

Pakistan Nggak Cocok untuk Kalian yang Tiap Pagi Harus Sarapan Nasi

Nasi Berkat Bungkus Daun Jati Terbaik, tapi Mulai Langka Tergerus Zaman

Saya bahkan berani bilang bahwa pemisahan semangkuk soto dengan nasinya itu merupakan bentuk penghinaan terhadap makanan. Jangan mentang-mentang kita (kalian sih sebenarnya, saya tidak kok) superior atas segalanya. Lalu, dengan seenak jidat menyalahi prinsip dan aturan luhur memakan semangkuk soto, dengan memisahkan nasi dengan sotonya. Itu jelas sebuah penghinaan yang paling hina dalam dunia makanan. Susah untuk ditolerir dan susah untuk dimaafkan.

Mungkin itu terdengar berlebihan, atau lebay dalam menanggapi sebuah makanan dan cara makannya. Namun, memisahkan soto dari nasinya itu perbuatan yang sudah sangat kelewatan. Harus ada yang mengingatkan bahwa cara makan soto yang baik, benar, sesuai, dan nikmat adalah dicampur menjadi satu dengan nasinya, bukan dipisah.

Silakan juga untuk tidak peduli dengan pendapat saya ini. Akan tetapi, ingat satu hal: sekali Anda merasakan kenikmatan makan soto dicampur dengan nasinya, Anda akan sadar. Lalu, Anda berdiri di samping saya, di barisan saya, untuk melawan mereka-mereka yang makan soto tapi nasinya dipisah.

BACA JUGA Rawon, Makanan Primadona Ketika Resepsi Pernikahan atau tulisan Iqbal AR lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 14 Oktober 2021 oleh

Tags: makan rawonmakan sotoNasi
Iqbal AR

Iqbal AR

Penulis lepas lulusan Sastra Indonesia UM. Menulis apa saja, dan masih tinggal di Kota Batu.

ArtikelTerkait

Makan Sate Padang Itu Pakai Ketupat, Bukan Lontong Apalagi Nasi

Makan Sate Padang Itu Pakai Ketupat, Bukan Lontong Apalagi Nasi

16 April 2023
Duka Pengidap Fobia Nasi yang Hidup di Indonesia

Duka Pengidap Fobia Nasi yang Hidup di Indonesia

17 April 2022
ngasak beras nasi liwet tradisi ngaliwet sunda mojok

Tips Memilih dan Membedakan Beras yang Berkualitas

26 November 2020
Meskipun Ketat, KFC Lebih Baik Dibandingkan McD! terminal mojok.co

Meskipun Ketat, KFC Lebih Baik Dibandingkan McD!

26 April 2021
Nasi Rames, Menu Makanan Paling Populer di Jawa Tengah jogja

Nasi Rames, Menu Makanan Paling Populer di Jawa Tengah

31 Agustus 2023
Oat Instan, Pengganti Nasi yang Murah dan Enak bagi Kalian yang Perutnya Rewel

Oat Instan, Pengganti Nasi yang Murah dan Enak bagi Kalian yang Perutnya Rewel

9 Juli 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

18 Desember 2025
Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia Mojok.co

Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia

13 Desember 2025
Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

14 Desember 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025
Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.