“Mbak, bagi tips lulus kuliah 3,5 tahun, dong!” Kata-kata itu belum basi dilontarkan oleh mahasiswa di bawah tingkat saya. Meski saya sudah lulus setahun lalu, rasanya kalimat semacam itu bakal terus dilontarkan, baik oleh adik tingkat yang baru saja mendapat mata kuliah Skripi maupun mahasiswa baru ambis yang baru duduk di semester 1.
Bagi mereka, lulus kuliah cepat adalah mimpi yang perlu diperjuangkan, perlu diraih, dan bahkan jadi mimpi satu-satunya untuk keluar dari naungan akademik perguruan tinggi. Bagi mereka juga, lulus di semester 7 adalah sebuah pencapaian mewah dan sudah terang benderang masa depannya.
Harus diakui, saya juga dulu mendambakan hal itu. Menjadi lulusan tercepat dan dapat gelar cumlaude pasti membanggakan sekali. Benar saja, setelah saya meraih itu semua, saya pun merasa senang. Saya mendapat pujian dari banyak orang mengenai kecerdasan dan ketangkasan saya menyelesaikan studi melebihi laundry kilat. Pokoknya saya langsung jadi selebriti dadakan waktu itu.
Saya menjadi wisudawan paling muda, masih semester 7 kala itu. Apa nggak bikin orang-orang pada iri? Nggak tahu juga sih, soalnya saya nggak mau percaya diri dengan keberuntungan ini. Tapi, orang-orang harus tahu, lulus kuliah cepat nggak selalu keren. Ibarat mendapatkan sesuatu, kita juga harus kehilangan sesuatu. Lulus kuliah cepat membuat saya menyadari banyak hal. Jangan sampai kalian seperti saya.
Kehilangan privilese jadi mahasiswa
Waktu masih jadi mahasiswa, kita tentu pengin cepat-cepat melepas status itu. Tapi, kalau boleh jujur, rasanya saya pengin deh jadi mahasiswa lagi. Sebab, ternyata masih banyak hal yang belum saya lakukan.
Seperti orang mati yang pengin hidup lagi untuk memanfaatkan waktunya sedemikian rupa, begitu pula saya. Saya masih ingin jadi mahasiswa karena privilese yang dimiliki. Jadi mahasiswa itu aslinya enak banget, Gaes.
Banyak perlombaan, pertukaran pelajar, magang, dan kesempatan baik yang hanya bisa digunakan oleh orang yang berstatus mahasiswa. Apalagi jenis-jenis tes keahlian yang bisa dimanfaatkan mahasiswa, seperti TOEFL gratis dari kampus. Hal-hal itu membuat saya merasa, boleh nggak sih dapat bonus 1 semester lagi jadi mahasiswa?
Baca halaman selanjutnya: Nggak bisa merasakan perjuangan bareng teman lainnya…