Sebagai tim yang menyabet gelar juara Piala Dunia pada 2018, tentu saja bukan hal yang mudah bagi Prancis untuk mempertahankan gelarnya. Saya bahkan tak kaget kalau mereka terjerembab di fase awal.
Hal itu tak lepas dari apa yang Prancis perlihatkan sebelum mereka menatap Piala Dunia. Mereka melempem, semacam terkena kutukan, dan tak lagi beringas. Aktor-aktor penting di berbagai lininya, tampak kelimpungan.
Memang, kalau berbicara tentang perjuangan Dembele dan kawan-kawannya di kualifikasi Piala Dunia, Prancis sangat digdaya, tak menelan kekalahan sama sekali. Tapi, saat main event, beda cerita. Tak sedikit contoh tim yang begitu digdaya saat kualifikasi justru jadi pesakitan ketika gelaran dimulai.
Kutukan untuk timnas Prancis tampaknya sudah mulai terlihat. Mulai dari absennya sang gelandang jangkar seperti Kante dan Pogba di Piala Dunia tahun ini, terseok-seok di ajang UEFA Nations League 2022, menurunnya kualitas dan performa penyerang mereka, sampai jumlah kebobolan lebih banyak ketimbang jumlah gol yang mereka kemas di Nations League itu sendiri. Padahal, Prancis adalah tim yang menyabet gelar di ajang ini.
***
Hampir mirip dengan Liga Champions (sebelum dipatahkan dengan semena-mena oleh Real Madrid), tak ada negara yang berhasil mempertahankan gelar juara pada abad 21. Praktis hanya Italia yang berhasil mempertahankan gelar, itu pun pada gelaran 1934-1938.
Bahkan kini muncul kutukan baru: tim yang juara, akan gagal secara spektakuler pada gelaran selanjutnya.
Contoh, pada 1998 Prancis sebagai juara Piala Dunia, harus terjungkal di fase grup, setelah digulung Senegal. Pada 2006, Brazil juga gagal menembus babak final sebagai tim yang menyandang status juara pada edisi sebelumnya. Tim yang berjuluk Tim Samba ini keok di babak perempat final atas Prancis. Brazil, agak mendingan. Tapi, selanjutnya, lebih pedih.
Pada 2010, Italia juga tak sanggup mempertahankan gelarnya. Italia malah kandas di babak fase grup. Pada gelaran tersebut, Spanyol merengkuh gelar juara, dan menahbiskan kedigdayaannya dengan menjuarai Euro 2012.
Tapi nyatanya, semua itu hanya jadi ilusi. Pada 2014, Spanyol menorehkan aib dengan menjadi juara bertahan yang dibantai di fase grup. Kita tentu tak lupa bagaimana Van Persie cs menggulung Spanyol 5-1. Sang juara dunia, pada hari itu, seperti tim amatir yang tak tahu harus ngapain.
Dan pada 2018, Jerman, harus mengakui dinginnya Rusia dan pulang lebih cepat. Kutukan ini, semacam mempertegas bahwa Jerman memang tak bisa menaklukkan Rusia. Yang pertama, tentu saja Operation Barbarossa.
***
Prancis harus berhati-hati dengan kutukan ini. Sebab, tanda-tandanya sudah terlihat. Mereka ternyata sudah tak semengerikan dahulu kala. Kita memang masih merinding melihat nama-nama yang dibawa, tapi tetap saja, rasa takut tak semengerikan dulu.
Setidaknya, UEFA Nations League 2022 salah satu contoh konkretnya. Bagaimana tidak, mereka hampir saja turun kasta ke Nations League B. Saking ambyar dan buruknya performa Mbappe dan rekan-rekannya di ajang tersebut. Terseok-seok. Dengan skuat seganas itu, harusnya, mereka bisa menggilas siapa pun.
Di ajang Nations League 2022, Prancis dua kali tumbang atas Denmark. Dan di Piala Dunia ini, mereka sama-sama duduk di Grup C. Akankah Denmark bakal jadi kryptonite bagi mereka?
Prancis punya beban berat di Piala Dunia 2022. Mereka tak hanya harus juara, tapi harus bermain impresif dan tak terpeleset sama sekali. Plus, mereka harus melawan kutukan yang sudah menelan banyak raksasa sepak bola dunia.
Dan sebisa mungkin, mereka jangan sampai jadi korban dua kali.
Penulis: Zubairi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Beri Karim Benzema Ballon d’Or Sekarang Juga!