Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kuncung, Lagu Didi Kempot yang Mendeskripsikan Kemiskinan dengan Begitu Mewah

Aly Reza oleh Aly Reza
7 Mei 2020
A A
lirik kuncung didi kempot masa kecil anak jawa miskin desa mojok

lirik kuncung didi kempot masa kecil anak jawa miskin desa mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Di sebuah desa nun jauh di pelosok Rembang sana, saya tumbuh dengan iringan lagu maestro campursari Didi Kempot. Adalah bapak saya—kempoters sejati—yang mengenalkan saya dengan lirik-lirik asik tembang gubahan sang maestro. Bapak juga memasang poster idolanya tersebut di beberapa sudut ruangan. Utamanya di kamarnya sendiri. Sejak saya masih TK, lagu-lagunya sudah sering saya dengar dari radio butut di rumah.Ada sekian banyak lagu Pakdhe Didi Kempot yang sering bapak putar. Namun, insting kanak-kanak saya—pada masa itu—cenderung terpikat dengan sebuah lagu dengan judul “Kuncung”. Sejak kelas dua SD saya sudah mulai menghafalnya tanpa terpeleset atau terbolak-balik satu lirik pun. Orang-orang desa saya juga sering menggunakan lagu ini buat ngudang (menggoda) bocah-bocah balita.

“Kuncung”, menurut Sujiwo Tejo, adalah sebuah lagu yang berhasil mendeskripsikan kemiskinan dengan begitu mewah. Kehidupan memprihatinkan ala masyarakat pedesaan yang di tangan Didi Kempot, justru terkesan sangat syahdu dan indah. Lagu yang setiap kali saya putar, pasti membuat saya bersegera mengatur jadwal untuk pulang kampung, meski kegiatan di kampus sedang padat-padatnya.

Cilikanku rambutku dicukur kuncung
Katokku soko karung gandum
Klambiku warisane mbah kakung
Sarapanku sambel korek sego jagung

Saya ingat betul, dulu anak-anak di desa saya memang sering kali dicukur model kuncung oleh para orang tuanya, Model cukur yang hanya menyisakan potongan rambut bagian depan saja. Seharusnya ini sangat memalukan. Tapi Pakdhe Kempot menggambarkannya sebagai sesuatu yang indah buat dikenang.

Potret kemiskinan bisa dilihat dari kehidupan kami—anak-anak desa tempo dulu—yang celananya hanya terbuat dari karung gandum. Baju pun warisan dari mbah kakung, dan sarapan yang hanya cukup dengan sambal korek dan nasi jagung. Tapi itu sudah lebih dari mewah. Dan lewat lirik tersebut, Pakdhe Didi mengajak kita untuk sama-sama merayakan keprihatinan diri sendiri dengan cara yang paling elegan: tertawa dan berjoget ria.

Kosokan watu ning kali nyemplung ning kedhung (byur)
Jaman ndisik durung usum sabun (pabrike rung dibangun)
Andhukku mung cukup andhuk sarung
Dolananku montor cilik soko lempung

Bagi masyarakat desa, kedhung (sumbatan air sungai cukup besar) menjadi elemen multifungsi untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Mulai dari pagi, siang, sampe menjelang magrib, kedhung nggak bakal sepi dari aktivitas masyarakat desa yang bermacam-macam. Mandi, mencuci pakaian, dan beberapa ada yang menimba untuk dibawa ke rumah masing-masing. Ya karena rata-rata masyarakat desa tempo dulu tidak memiliki kamar mandi sendiri di rumah mereka.

Saya termasuk ke dalam golongan yang sempat merasakan nggak punya kamar mandi sendiri. Untuk itulah kedhung menyimpan kenangan yang sentimental buat saya. Pagi betul sekitar pukul setengah enam, saya sudah harus ke kedhung—mandi sebelum sekolah. Siangnya saya ke kedhung lagi—mandi untuk ngaji madrasah. Dan sorenya, selepas lelah berburu capung di pematang sawah, saya akan menceburkan diri ke sana untuk yang terakhir kalinya.

Baca Juga:

4 Hal yang Bikin Orang Kota seperti Saya Kagok Hidup di Desa

Hidup di Desa Nggak Seindah Bayangan, Banyak Iuran yang Harus Dibayarkan kalau Nggak Mau Jadi Bahan Omongan

Potret kemiskinan yang amat sangat nyata, tapi terkesan begitu menawan di tangan Pakdhe Kempot. Nggak ada sabun, kami—masyarakat desa—lebih terbiasa menggunakan batu kali sebagai alat untuk menggosok kotoran dari tubuh. Nagak ada handuk, hanya sehelai sarung yang kami gunakan untuk mengeringkan badan. Bahkan ketika anak-anak di kota sana sudah bisa bermain dengan mobil remote control, kami—anak-anak desa—sudah cukup menikmati bermain hanya dengan lempung yang bisa kami bentuk berupa macam jenis mainan: mobil, robot-robotan, perkakas rumah tangga, bergantug imajinasi kami. Ngenes, tapi menyenangkan sekali.

Rekasane saiki wis (pis holopis kuntul baris)
Gegere gek mbok ndang wis

Lewat bait selingan ini, sang maestro mengajak para pendengarnya untuk menyudahi rekasa (kesusahan). Pakdhe Kempot menyisipkan pesan, “Sungguh nggak ada yang susah kalau segalanya disengkuyung (dijalani) bareng-bareng.” Ini tersirat pada peribahasa Jawa “pis holopis kuntul baris”.

Konon, peribahasa ini dipopulerkan Sukarno pada dekade ‘60-an untuk mengampanyekan tradisi gotong royong, yang disimbolisasi dengan kuntul—sejenis burung camar yang hidupnya berkelompok. Dalam lirik tersebut jelas, Pakdhe Kempot memberi tips sekaligus memberi gambaran tentang kehidupan desa yang sarat akan kebersamaan, gotong royong untuk meringankan beban (kesusahan) satu sama lain.

Tanggal limolas padhang njingglang bulane bunder (serrr)
Aku dikudang sok yen gedhe dadi dokter (sing ngudang mboke)
Tanggal limolas padhang njingglang bulane bunder (serrr)
Bareng wis gedhe aku disuntik karo bu dokter

Kurang ngenes gimana coba? Ketika kecil digadang-gadang bakal jadi dokter, pas udah gedhe eh malah cuma jadi pasien. Sekilas lirik ini terdengar sangat memilukan memang. Di mana seseorang harus dihadapkan dengan realitas yang selalu melenceng jauh dari ekspektasi sebelumnya. Tapi demikianlah hidup. Dan Didi Kempot menganggapnya hanya sebagai lelucon; mengajak kita untuk menertawakan kenyataan hidup masing-masing. Kenyataan, sepahit apa pun, jangan diratapi, jangan ditangisi. Ha wis pokoke dijogeti waeee.

Pakdhe, bahagialah di sana, sebagaimana jenengan membuat masa kecil saya—atau kami anak-anak desa—sebegitu bahagia di tengah kenyataan hidup yang serba memprihatinkan.

Sumber gambar: Wikimedia Commons

BACA JUGA Tiga Catatan Penting Soal Pernikahan Orang Kaya dan Miskin Usul Muhadjir Effendy dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 Mei 2020 oleh

Tags: Desadidi kempotkuncunglaguMiskin
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

Salah Kaprah Hidup Hemat, dari Dinilai Pelit Sampai Dianggap Miskin terminal mojok

Salah Kaprah Hidup Hemat, dari Dinilai Pelit Sampai Dianggap Miskin

28 Agustus 2021
Antiklimaks Film 'Sobat Ambyar', FTV yang Dibungkus Rasa Ambyar terminal mojok.co

Antiklimaks Film ‘Sobat Ambyar’, FTV yang Dibungkus Rasa Ambyar

27 Januari 2021
4 Musisi Jawa Legendaris yang Nggak Kalah Keren dari Didi Kempot

4 Musisi Jawa Legendaris yang Nggak Kalah Keren dari Didi Kempot

3 September 2023
sendu

Globalisasi dan Millenials Penyebab Kebangkitan Kedua Bait-Bait Sendu Didi Kempot

22 Agustus 2019
Mari Berjingkrak Bersama 10 Lagu Terbaik Weezer Terminal Mojok

Mari Berjingkrak Bersama 10 Lagu Terbaik Weezer

20 November 2022
Investasi Sapi Disukai Warga Desa Saya daripada Investasi Emas dan Saham: Bukan Mengejar Kekayaan, melainkan Ketenteraman

Investasi Sapi Disukai Warga Desa Saya daripada Investasi Emas dan Saham: Bukan Mengejar Kekayaan, melainkan Ketenteraman

26 Juni 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran Mojok.co

Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran

12 Desember 2025
Solo Gerus Mental, Sragen Memberi Ketenangan bagi Mahasiswa (Unsplash)

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

13 Desember 2025
3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

16 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan
  • Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega
  • Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba
  • Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya
  • Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur
  • Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.