Pelajaran yang wujudnya konkret
Filsafat UGM itu adalah salah satu fakultas terunik. Bagaimana tidak, segala macam “manusia” ada di sana. Ada yang style rambutnya kayak Bob Marley, ada yang rapi kayak Anies, ada suka musik, senang diskusi, nge-game, main pingpong, masih banyaklah. Kalau disebutin satu-satu gak bakal habis saking banyaknya.
Lantas, gimana saya memandang keragaman itu? Tentu saja, saya sudah terlatih, Bos. Cara berpikir yang saya dapatkan di kelas yang menghasilkan open minded, berguna di keragaman itu.
Misal ketika ada gaya hidup seseorang teman yang berbeda dengan saya, saya tak langsung menghakimi. Saya sadar, bahwa teman saya ini punya pemahaman sendiri tentang hidup.
Coba saya tak pernah belajar di Filsafat UGM, mungkin saya akan langsung menghakimi. Karna mindset saya belum ter-setting ke mode open minded.
Filsafat UGM mengajari kami untuk mengenali diri sendiri.
Dari dua poin yang telah saya paparkan di atas, di poin ketiga inilah puncaknya. Mulai mendapatkan cara berpikir open minded, kemudian menerapkannya ke lingkungan, berpuncak pada pengenalan diri.
Mengapa? Karena seperti yang telah saya sebutkan tadi, tiap-tiap orang punya pemahaman dan keyakinan terhadap diri sendiri.
Atas dasar itu, saya mencobalah mencari siapa diri saya. Saya mulai secara perlahan mengenal diri. Tahap demi tahap. Pengalaman demi pengalaman. Sampai sekarang pun saya terus berproses mencari siapa saya sebenarnya. Syukurlah, dikit demi sedikit saya sudah menemukan.
Saya menemukan apa kelemahan dan kelebihan saya setelah belajar di Filsafat UGM. Tak hanya itu, minat dan bakat pun saya temui.
Dampak dari pengenalan itu adalah ketika saya tahu harus mau gimana dan jadi apa. Kemudian, bisa mengenali cara memberikan manfaat.
Saya teringat ucapan dari dr. Edmi Edison (ahli otak) bahwa orang akan curiosity (penasaran/semangat-dalam konteks ini) jika sudah tahu tujuannya apa. Maka, karena saya sudah mengenal tujuan saya, hari-hari saya lebih produktif. Valid ucapan dr. Edmi.
Tak hanya itu, di Filsafat UGM, ketika saya sudah mengenal diri dan tahu tujuan hidup, saya lebih fokus menjalani hidup. Tak gampang terdistorsi oleh banyak hal.
Hal itu membuat energi saya “terbuang” di kegiatan-kegiatan positif yang membuat saya berkembang. Hidup pun merasa tenang, karena dalam menghadapi banyak hal, saya berupaya selalu berpikir positif. Karna saya ingat, “semua punya jalannya masing-masing”, “semua ini proses”.
Ketika hidup selalu berpikir positif, energi yang masuk dalam diri ikut positif. Alhasil hidup menjadi tenang dan bahagia selamanya. Gimana, enak bukan kuliah di Filsafat UGM? Masih mau dihapuskan? Hehe.
Penulis: Jires Sinaga
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Mengapa Lulusan Fakultas Filsafat UGM Bisa Sukses Nyaris di Segala Bidang?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















