Sebagai mahasiswa semester akhir yang lagi males-malesnya nggarap skripsi, saya biasanya memilih untuk berlama-lama berada di warung kopi. Karena saya bukan seorang yang benar-benar pecinta kopi, tempat yang saya pilih hanya warung di pinggir jalan.
Warung yang saya biasa saya tempati, menyediakan bermacam-macam minuman. Mulai dari jenis-jenis kopi, hingga berbagai jenis anggur. Tetapi semuanya dalam bentuk sachet. Harganya berkisar pada angka Rp.2000-Rp.3000, sangat murah untuk ukuran mahasiswa semester akhir yang belum memiliki kemandirian finansial seperti saya. Terkait dengan pilihan ini, segala sesuatu pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Termasuk saya yang memilih warung pinggir jalan daripada cafe-cafe mewah. Selain lebih hemat, warung pinggir jalan juga menyediakan pemandangan sliwar-sliwer orang yang sedang berkendara.
Kalau lagi beruntung, ya saya bisa melihat mahasiswi-mahasiswi yang akan berangkat ke kampus, mama muda yang mengantar anaknya ke sekolah, dan saling pandang sengan perempuan yang sudah punya pasangan tapi matanya masih suka lirik-lirik ke sana ke mari.
Namanya di pinggir jalan, pasti juga ada kekurangannya. Salah satunya adalah suara knalpot sepeda motor yang bisingnya minta ampun. Kalau anak-anak pecinta sunyi, apalagi penulis senja-senjaan yang butuh ketenangan ekstra, sangat tidak disarankan untuk datang ke warung kopi pinggir jalan. Bisa gila. Ga percaya? Coba aja.
Namanya manusia, pasti ada aja polahnya. Kalau perusahaan motor kan, setahu saya, setiap membuat produk baru, sebisa mungkin diusahakan lebih ramah lingkungan. Lebih sedikit menghasilkan polusi udara dan juga suara. Eh, di sini beda. Dengan alasan tidak mau diseragamkan, demi kreativitas, dan memiliki ciri khas tertentu, kendaraan yang susah-susah dibikin oleh pabriknya dengan penelitian dan pengembangan malah diganti oleh knalpot yang bisingnya memekakan.
Apa sih yang sebenarnya dicari oleh orang-orang yang suka ganti knalpot ini? Apa ya ndak mikir kalau banyak orang yang merasa terganggu dengan suaranya?
Atau memang, orang-orang ini menjalankan tugasnya sebagai agent of chaos dan agent of riot? Sukanya mengganggu ketertiban, dan maunya bikin rusuh telinga para pengguna jalan. Tapi sebenarnya, kalau dari sudut pandang orang yang mengganti knalpotnya, mungkin ada semacam kepuasan tersendiri. Menjadi lebih terlihat di jalanan, lebih gagah, dan lebih sangar. Dan juga, mungkin ada semacam rasa sumringah karena merasa telah menjadi raja jalanan. Iya, anda sumringah, kami sengsarahhhh. Bangsat.
Kalau yang merasa terganggu punya toleransi tinggi, sih, tidak masalah. Coba kalau yang terganggu misalnya bapak-bapak yang lagi punya masalah sama istri di rumah dan akhirnya nolak untuk memberi ‘jatah’? Bisa kacau.
Tak hanya itu, saya pernah punya teman yang merasakan langsung dampak dari kebisingan knalpot brong. Dia pernah memelihara ayam potong di samping rumahnya. Kebetulan, kandang ayamnya terletak berdekatan dengan jalan. Ayam potong, diketahui memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Ayam potong, pokoknya tidak boleh terganggu dan kalau bisa jangan sampai sakit. Kalau dia stress sedikit, atau sakit sedikit, biasanya langsung mati.
Nah, teman saya pernah cerita, gara-gara jalan di dekat kandang ayamnya digunakan balapan drag setiap malam, ayamnya banyak yang mengalami stress dan banyak yang mati. Walhasil, pendapatannya menurun dan dia kesulitan untuk membangun kembali usaha ayamnya. Kasihan.
Mbok ya dipikir-pikir dulu kalau mau ganti knalpot ke model knalpot brong. Kalau cuman mau seru-seruan boleh, tapi kalau bisa yang tidak terlalu mengganggu. Sekian~
BACA JUGA Bertaubatlah Kalian yang Pakai Knalpot Brong atau tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.