Mahasiswa Terjebak Judi Online, Bukti Orang yang Mengecap Pendidikan Tinggi Nggak Melulu Punya Nalar

Mahasiswa Terjebak Judi Online, Bukti Orang yang Mengecap Pendidikan Tinggi Nggak Melulu Punya Nalar Mojok.co

Mahasiswa Terjebak Judi Online, Bukti Orang yang Mengecap Pendidikan Tinggi Nggak Melulu Punya Nalar (unsplash.com)

Judi online menjadi momok bangsa ini. Bagaimana tidak, jumlah masyarakat yang terjebak permainan kotor ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, perputaran uang judi online sepanjang 2023 bisa mencapai Rp327 triliun di Indonesia. 

Kemudahan akses terhadap judi online (judol) disinyalir jadi salah satu faktor yang membuatnya semakin marak. Seseorang hanya butuh gawai yang terkoneksi internet untuk bisa mengakses berbagai macam situs judi. Ada yang poker, slot, hingga taruhan olahraga, semuanya tersedia dalam genggaman dan hanya dengan beberapa klik saja. 

Selain pemerintah yang seharusnya aktif memblokir situs-situs itu, masyarakat juga harus punya nalar dan sadar kalau judi online merugikan. Masalahnya, nggak semua masyarakat punya kemampuan tersebut. Bahkan, seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi nggak melulu punya nalar untuk itu.

Mahasiswa terjebak judi online, fenomena yang ironis

Mahasiswa terjebak judi online adalah realitas yang ironis. Sebagai seseorang yang mengecap pendidikan tinggi, seharusnya mereka punya pemahaman dan nalar lebih daripada masyarakat yang tidak berpendidikan. Seharusnya mereka punya kemampuan lebih untuk mengolah informasi sisi gelap dari judol. 

Kenyataannya jauh dari itu. Berdasar data PPATK, sekitar 3,2 juta warga Indonesia bermain judi online atau setara kurang lebih 1,8 persen dari total penduduk Indonesia. Sayangnya, mayoritas pemain judol berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. 

Apapun alasan yang melatarbelakangi mereka terjebak judi online, saya tidak bisa membenarkan, sekalipun pendorongnya adalah kondisi ekonomi. Sebagai kelompok masyarakat yang punya nalar, seharusnya mereka tidak terjebak di sana. Kalau memang membutuhkan bantuan ekonomi, mereka bisa mencari dari sumber lain, bukannya malah berjudi. 

Saya curiga, jangan-jangan mahasiswa zaman sekarang sudah nggak punya daya nalar ya. Mereka terlalu didekte demi memenuhi kebutuhan dunia kerja. Mereka gagal berpikir kritis dan mandiri sehingga iming-iming judi online yang begitu menggiurkan. Andai saja mahasiswa daya nalar dan kritis mahasiswa masih tajam, mungkin saja judol nggak merebak seperti sekarang.

Solusinya nggak mudah

Dibutuhkan tindakan nyata dan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, kampus, hingga pemerintah untuk memberantas judi online di kalangan mahasiswa. Pemerintah memblokir situs-situs judol bisa menjadi langkah awal yang baik. Namun, hal itu saja tidak cukup, keluarga dan kampus juga perlu melakukan pengawasan ketat hingga memberikan pendidikan finansial. 

Di sisi lain, mahasiswa yang belum terjerumus, jangan sekali-kali mencobanya. Gunakan nalar kalian! Cobalah kalian berpikir rasional kalau judol hanya akan merugikan diri sendiri. Bahkan, bukan nggak mungkin berdampak negatif ke orang-orang di sekeliling kalian. 

Penulis: Abdul Gani Amin
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Judi Online Itu Masalah Struktural, Nggak Akan Kelar Hanya dengan Blokir Situs

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version