Jembatan Janti Jogja, entah kenapa, bagi saya seakan jerawat di punggung milik Jogja. Dia tak terlihat, tak mengganggu, nggak bikin gatal. Tapi jika terekspos, bisa bikin malu dan meninggalkan perasaan yang tak menyenangkan.
Kenapa saya bisa bilang gitu, karena saya jarang melihat keluhan tentang flyover ini. Biasanya, keluhan yang muncul adalah tentang kondisi di bawah flyovernya. Tapi untuk kondisi jalan dan penerangan, jarang banget.
Padahal kondisi jalan dan penerangan Jembatan Janti Jogja ini patut dikritik habis-habisan. Sebagai salah satu akses utama menuju JEC dari Jalan Solo, jelas kondisinya jauh dari kata prima. Melihat dari banyaknya jenis kendaraan yang melewati flyover ini, harusnya kondisi yang prima adalah sesuatu yang tak bisa ditawar.
Bagi saya, melewati Jembatan Janti Jogja kadang tak ada bedanya dengan perjudian. Bayangkan, di depanmu mobil, di kananmu Bus Eka, belakangmu mobil. Salah langkah, kau dihantam dari berbagai sisi. Tapi, kondisi jalanannya, membuat risiko kalah dalam perjudian meningkat secara eksponensial.
Dari utara dan selatan, sama saja
Mau dari arah mana pun, utara atau selatan, begitu masuk Jembatan Janti Jogja, kalian disambut kondisi jalan yang jauh di luar ekspektasi. Dari utara, kalian akan disuguhi jalan yang tak rata serta berlubang. Sisi baiknya, jalur ini nggak begitu panjang. Tapi tak berarti kalian bisa terhindar dari bahaya, karena kalian tak bisa menghindari jalan yang tak rata saat lagi rame.
Kecepatan kendaraan melintas yang tinggi bikin kalian tak bisa pindah jalur seenak jidat. Ya mau bagaimana lagi, ini jalur utama soalnya.
Yang dari sisi selatan akan menemui keadaan yang lebih tak menyenangkan. Sudah jalurnya lebih jelek, lebih panjang, nggak ada penerangan. Apalagi buat yang ambil jalur tengah, yang mengarah langsung ke pertigaan Babarsari. Jalannya gelap, kondisi jalannya nggak bagus, plus lumayan sempit. Makanya, saya nggak pernah lewat situ.
Saya pilih jalur kiri, biar keluar Jembatan Janti Jogja lebih cepat dan minim risiko, Meski harus kena lampu merah, saya milih aman daripada kenapa-kenapa. Ada keluarga menunggu di rumah.
Jembatan Janti Jogja gelap gulita
Baiklah, saya tak mau komen panjang mengenai kondisi jalan di Jembatan Janti Jogja. Sebab, tak semudah itu memperbaiki aspal di jalan layang. Tapi perkara penerangan jalan, saya beneran nggak terima.
Jembatan Janti Jogja itu dilewati kendaraan dengan kecepatan yang tak mungkin pelan. Kalau bisa malah jangan pelan-pelan, wong basically “jalan bebas hambatan”. Masalahnya, siapa yang berani meningkatkan kecepatan di jalan segelap itu?
Jangan kira karena daerah Janti itu ramai dan banyak penerangan dari toko-toko yang ada, akan berdampak di flyovernya. Nggak, tetep gelap. Saya lewat situ beneran nggak keliatan. Lampu motor saya berfungsi, tapi ya sebagus apa sih penerangan motor kalau jalannya emang dasarnya gelap.
Apalagi kalau abis hujan. Dah, kelar. Lampu LED motor jelas tidak akan berguna melawan jalan yang basah. Ditambah lampu jalanan di Janti juga pake LED, dah lah.
Sebenernya ada lampu jalan di Jembatan Janti Jogja, tapi banyak yang mati. Yang rusak malah di jalan flyovernya. Lampu yang berada tepat di ujung jalan malah nyala semua. Padahal di situ sudah lumayan terang karena tepat berada di Indomaret yang besar dan resto ayam (kalau tidak salah).
Siapa yang berwenang?
Saya sampai penasaran, sebenarnya siapa yang berwenang untuk memperbaik lampu jalan ini. Lalu, saya coba cari di Google, dan menurut artikel dari Tempo, kalau ada PJU yang rusak, dilaporkan ke command center pemda setempat atau dishub terkait. Nah, artinya, yang punya tanggung jawab adalah Pemda Sleman atau Dishub Sleman. Tapi setelah membaca artikel ini, saya punya asumsi kalau yang punya wewenang mengganti dan memperbaiki adalah Dishub Sleman.
Siapa pun itu, saya rasa harusnya tahu kalau lampu Jembatan Janti Jogja ini dah mati dari lama. Setidaknya saya sudah lihat ini dari Januari. Saya tak tahu prosedurnya seperti apa, apa harus pake pelaporan. Tapi misal bener harus pake pelaporan, mohon maaf, bagi saya aneh.
Ya ngapain harus pake lapor kalau udah tahu itu rusak dari lama? Birokrasi kalau nggak masuk logika, mending diubah lah.
Apa pun itu, saya harap siapa pun yang berwenang, tanapa menunggu laporan, lebih baik berbuat sesuatu pada Jembatan Janti Jogja. Kerusakannya tak masuk akal, sekalipun tak mengganggu. Sebab, untuk akses utama, tak ada kondisi lain yang bisa diterima kecuali sempurna dan terawat.
Rasanya aneh, melihat akses utama justru tak ada bedanya dengan jalan-jalan biasa di kampung-kampung pinggiran. Lebih aneh lagi kalau ada yang menerimanya dan menganggap itu biasa.
Yah, mungkin memang harus bikin guyonan yang nyelekit agar ada yang tersinggung dan bergerak. Kalau memang butuh itu, saya punya usulan satu: Jogja Istimewa, Jembatan Janti Jogja Gelap Gulita.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kolong Flyover Janti adalah Tempat Terbaik untuk Menikmati “Kehidupan Malam” Jogja
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.