• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Jika Karl Marx Hidup Lagi, Ia Akan Bilang kalau Jadi Silent Reader Itu Candu

Aliurridha oleh Aliurridha
22 Maret 2020
A A
Jika Karl Marx Hidup Lagi, Ia Akan Bilang kalau Jadi Silent Reader Itu Candu
Share on FacebookShare on Twitter

Menjadi silent reader itu candu. Itulah kesimpulan yang saya dapat ketika dimasukkan di grup WhatsApp penulis Terminal Mojok. Apalagi ketika itu adalah hari pertama di mana begitu banyak anggotanya memperkenalkan diri. Pusing rasanya membaca saking begitu cepatnya chat itu muncul. Tapi heran masih saya pantau juga.

Ternyata bukan cuma saya yang merasa demikian. Beberapa penulis lain yang sudah saya kenal sebelumnya juga berbicara hal yang sama. Dalam grup WhatsApp yang berisi para penulis Terminal Mojok itu hanya butuh beberapa menit saja chat sudah mencapai 100. Wajar saja grup yang berisi 200 orang lebih berusaha memperkenalkan diri. Bagaimana kagak pusing?

What, 200 orang lebih? Pantas saja sekarang semakin susah saja tembus nulis di Terminal Mojok. Menurut keterangan redaktur ada 80 lebih naskah setiap hari yang masuk dan itu harus disortir untuk dilihat yang pantas tayang. Jadi kalau ada kesalahan seperti typo semestinya dimaklumi, redaktur juga manusia.

Sudah tahu pusing masih juga saya pantauin. Begitu juga dengan teman-teman yang saya kenal. Saya semakin yakin tesis saya bahwa menjadi silent reader itu candu, benar. Sebab meski kita sama-sama pusing, kita sama-sama tetap pantau juga itu grup. Memang masa-masa perkenalan itu masa-masa yang istimewa, apalagi jika ada orang yang menarik perhatian. Saya rasa beberapa jomblo di dalam sana sedang melakukan sortir mana calon jodohnya. Gilang, mana Gilang? Sudah dapat, Lang?

Selain sortir jodoh, mungkin juga para penulis sama-sama lagi sepi ide buat nulis apa besok. Siapa tahu di dalam keramaian aku tidak lagi merasa sepi, seperti lagu Kosong milik Dewa 19. Eh, salah ya? Sudahlah yang penting jadi silent reader itu candu.

Menjadi silent reader itu candu juga saya temukan ketika berada di grup WhatsApp lain, terutama kalau orang-orangnya sumbu pendek dan cepat pecah kongsi. Entah mengapa menonton keributan, bahkan hanya dalam grup WhatsApp, itu candu. Mungkin itu alasan acara-acara TV reality show yang nggak reality-reality amat itu memiliki rating TV yang tinggi dan menjadi candu karena setiap orang memang demen nonton keributan.

Meski suka ngikutin keributan di grup WhatsApp atau juga media sosial, saya tetap memilih menjadi silent reader. Saya memilih jadi silent reader karena malas untuk ikut nimbrung berdebat meski saya kadang merasa lebih mengerti dari si tukang bikin onar di grup WhatsApp atau medsos. Bukan hanya malas, terkadang saya juga sadar diri bahwa saya terlalu cemen, terlalu penakut untuk debat. Apalagi kalau sudah mulai ribut kan rugi juga. Dapat musuh iya, nambah ganteng nggak. Dibenci orang iya, naik gaji nggak. Penghasilan ya tetap begitu-begitu saja di bawah UMR.

Tapi saya selalu mencoba mengerti bahwa setiap orang selalu membutuhkan wadah untuk aktualisasi diri. Kasihan kan mereka butuh wadah aktualisasi diri, apalagi buat orang yang susah mendapatkannya dalam kehidupan nyata. Medsos dan grup WhatsApp sangat membantu mereka untuk mengaktualisasikan diri dan membantu para silent reader seperti saya untuk memiliki hiburan di tengah masa-masa social distancing ini.

Sebagai silent reader salah satu favorit saya adalah membaca komentar-komentar dari setiap artikel yang tayang di Mojok. Sering sekali saya menemukan komentar-komentar menarik ketika membaca artikel yang tayang di Mojok. Bahkan kadang-kadang sebelum membaca artikel yang tayang saya lebih dahulu membaca komentar. Betapa menghiburnya membaca kolom komentar yang kadang nggak nyambung sama artikelnya. Rasanya saya seperti menonton stand up comedy. Ketika naskah yang tayang di Mojok kelihatan nakalnya, biasanya saya langsung menyelami kolom komentar untuk mendapatkan punch line yang lebih lucu dari stand up comedy.

Siapa yang tidak terhibur melihat komentar-komentar pembaca marah-marah dan menanggapi serius karena tidak mampu membedakan satire dan tidak. Ada yang kesal-kesal sendiri sampai bilang nyesel saya baca karena tidak dapat informasi apa-apa. Kalau mau serius dapat informasi ya baca Tirto bukan Mojok. Mojok lebih ke media selow yang menghibur meski tidak pernah melupakan kritisis-nya.

Sekadar saran buat kalian yang datang ke Mojok, kendorkan dulu urat syarafnya. Puas-puaskan dulu berantem di tempat lain sebelum membaca Mojok. Benar kata teman saya, beda selera humor jauh lebih berbahaya daripada beda agama atau beda ideologi sekalipun. Saya jadi semakin yakin apa pun perbedaan yang kita miliki, jika masih terdapat irisan pada selera humor maka dunia akan baik-baik saja. Tapi kalau misalnya nafus berkomentar lebih tinggi daripada kemampuan memahami juga tidak apa-apa karena itu sangat menghibur para silent reader sedunia.

Saya percaya jadi silent reader itu candu, bahkan jika Karl Marx dibangkitkan dari kubur dan hidup di zaman digital mungkin beliau akan sepakat dengan saya. Kemudian ia akan berkata, “Iya betul jadi silent reader itu candu. Lagian sejak kapan saya mengatakan agama itu candu? Itu kan bisa-bisanya generasi sebelum Anda yang kemampuan literasi tidak jauh beda dengan generasi sekarang.”

BACA JUGA Panduan Mengakhiri Chat di WhatsApp Biar Nggak Cuman Pakai “Haha-Hehe” Thok atau tulisan Aliurridha lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 22 Maret 2020 oleh

Tags: grup whatsappMedia Sosialsilent reader

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Aliurridha

Aliurridha

Pekerja teks komersial yang sedang berusaha menjadi buruh kebudayaan

ArtikelTerkait

Bertobatlah Wahai Kalian yang Mengucapkan QRIS Jadi Kyuris!

Bertobatlah Wahai Kalian yang Mengucapkan QRIS Jadi Kyuris!

7 Februari 2023
Song Joong Ki Umumkan Pernikahan, Netizen Mending Nggak Usah Ikut Campur deh Terminal Mojok

Song Joong Ki Umumkan Pernikahan, Netizen Mending Nggak Usah Ikut Campur deh

1 Februari 2023
Konten Jakarta ke Bekasi 2 Jam Di Jogja Bisa Tembus Gunung tapi Kudu Nekat Terminal Mojok

Konten Jakarta ke Bekasi 2 Jam: Di Jogja Bisa Tembus Gunung tapi Kudu Nekat

25 Januari 2023
Nasi Minyak, Makanan Enak tapi Jahat Terminal Mojok

Nasi Minyak, Makanan Enak tapi Jahat

20 Januari 2023
8 Fitur Rahasia Instagram yang Jarang Diketahui Orang

8 Fitur Rahasia Instagram yang Jarang Diketahui Orang

28 November 2022
Second Account, Tempat Paling Merdeka di Media Sosial

Second Account, Tempat Paling Merdeka di Media Sosial

13 November 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
tuhan dan anak-anak

Anak-Anak dan Imajinasi Liar Mereka tentang Tuhan

gorengan

Kenapa kalau Ada Gorengan Sisa Satu Nggak Ada yang Mau Ngabisin?

wisma atlet kemayoran

Syukurlah, Wisma Atlet Kemayoran yang Jadi Proyek Mubazir itu Bisa Ada Gunanya



Terpopuler Sepekan

Masa Jabatan Kepala Desa 9 Tahun? Nggak Kapok Punya Pimpinan Nggak Becus?
Pojok Tubir

Nggak Usah Berisik, Perpanjangan Masa Jabatan Kades Sudah Benar kok!

oleh Moh. Rofqil Bazikh
6 Februari 2023

Nggak usah kemrecek!

Baca selengkapnya
Dosa Penjual Lumpia Semarang yang Bikin Lumpianya Bau Pesing

Dosa Penjual Lumpia Semarang yang Bikin Lumpianya Bau Pesing

6 Februari 2023
4 Alasan Wajib Pakai Telkomsel meski Cuma Kartu Cadangan Terminal Mojok Farzand01 Shutterstock

Telkomsel, Provider Seluler yang Diskriminatif

4 Februari 2023
7 hotel murah tak jauh dari Tuju Jogja kemiskinan di Jogja

Omong Kosong Peran Universitas dalam Mengentaskan Kemiskinan di Jogja

7 Februari 2023
Warnet Bokep di Jogja yang Pernah Jaya Bersama Pornhub (Unsplash)

Warnet Bokep di Jogja yang Pernah Jaya Bersama Pornhub

1 Februari 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=p4e22R45FOg

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!