Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Media Sosial

Di Medsos, Emak-emak Norak Lebih Menyebalkan daripada Cabe-cabean Kesepian

Ahmad Abu Rifai oleh Ahmad Abu Rifai
26 Juni 2019
A A
emak-emak

emak-emak

Share on FacebookShare on Twitter

Emak-emak is coming—Jon Snowuwu~

Sebelum cebong dan kampret menyerang, media sosial adalah tempat nyaman untuk melakukan berbagai hal; bikin status dan foto galau yang akan disesali pada kemudian hari, ngumpulin like dan komentar dari orang-orang jauh yang tak dikenal—bomb likes—hingga cari cem-ceman sepuasnya.

Serius. Aktivitas-aktivitas itu menyenangkan—setidak-tidaknya lebih menyenangkan daripada melihat berbagai macam ujaran kebencian dan hoaks. Meski tindakan-tindakan lebay itu barangkali kini kita anggap nista dan berusaha ditutup serapat mungkin, tetap saja: itu menyenangkan. Toh, siapa sih yang tidak punya kenangan memalukan?

Soal lebay, kita semua sama~

Postingan-postingan semacam itu kini barangkali masih ada. Kita bisa membuktikannya dari ribuan shitpost yang sehari-hari muncul di berbagai laman—kita melihat anak SD saling memanggil mamah-papah, kita melihat muda-mudi nolep yang sok edgy, kita melihat wibu dengan kekasih 2D-nya, dan kita melihatnya bersama orang lain. eh

Meski begitu, sereceh apa pun lini media sosial kita saat ini, terlalu banyak sampah yang “terpaksa” kita lihat sehari-hari. Menurut saya, salah satu faktor yang melatarbelakanginya adalah kehadiran emak-emak di ranah digital ini. Saya tidak sedang mengatakan kaum emak semuanya buruk. Tidak. Yang saya maksudkan, sebagian emak-emak pengguna media sosial itu sesungguhnya belum siap. Mereka sedang dalam fase peralihan yang mengejutkan. Sebuah fase yang menghasilkan hal-hal tidak asyik dan sesungguhnya juga sama sekali ra mashoook bagi orang seumuran mereka.

Sebagai contoh, banyak emak-emak tetangga saya yang baru saja memegang ponsel. Ini sesungguhnya kemajuan. Dari yang asalnya cuma pegang pisau, anak-anak dan pisau yang bisa bikin anak kini jadi pegang teknologi canggih. Menggunakan gawai bisa menuntun mereka pada pengetahuan yang lebih luas—bahwa hidup tidak melulu di dalam rumah. Harusnya seperti itu.

Namun kenyataannya, emak-emak itu justru melakukan hal sebaliknya. Mereka memang mempelajari banyak hal di internet terutama media sosial, tetapi banyak hal buruk yang juga muncul pada waktu sama. Emak-emak itu, misalnya, demen banget memublikasikan kegiatan keseharian seperti masak, mandiin anak, bahkan pas hitung gaji suami. Busettt dah—itu emak-emak apa daily vlogger macam Atta Halilintar sih? Untung nih untung—untung mereka enggak live streaming di Instagram kegiatan malam bersama suami. Untung~

Selain rajin update status, mereka juga tak kalah rajinnya mengomentari status orang lain—saya beberapa kali mengalami ini. Kalau komennya nyambung sih nggak apa-apa. Nahasnya, kadang komen mereka out of topic alias ngelantur. Ini bakal tambah mengganggu saat ada kawan saya yang mengomentari status sama.

Suatu kali, misalnya, saya pernah bikin status serius soal khazanah perpolitikan kita saat ini. Beberapa kawan saya mengomentari dengan keseriusan yang kurang-lebih sama—kami berdiskusi cukup panjang. Itu mengasyikkan—sebelum dua emak tetangga saya ikut nimbrung.

“Mas, kalau Dina (nama anaknya) mau Ujian Nasional. Mau ngelesin nggak?” tulis yang satu.

“Kak, tempat wisata yang bagus di Semarang itu mana yhaaa?” tulis emak kedua.

Uasssuuuu!!!

Pisuhan itu tentu saja saya batin. Saya sungguh-sungguh jengkel. Kehadiran dua komen itu benar-benar tak tahu waktu dan tempat. Diskusi yang awalnya menggairahkan terpaksa saya sudahi. Lha mau bagaimana lagi—dilanjut hya wagu.

Saat itu saya mikir: dua emak-emak itu, tidak tahukah kalau Facebook dan media sosial lain menyediakan fitur khusus berupa inbox untuk pesan-pesan yang sifatnya pribadi? Untuk hal-hal di luar topik yang saya bicarakan di status, harusnya mereka paham bahwa inbox adalah tempat yang tepat.

See?

Hal lain yang saya sayangkan, emak-emak di media sosial itu jadi sasaran empuk hoaks dan berbagai berita atau narasi konyol. Sebagaimana yang kita tahu, (banyak) emak-emak itu punya insting gosip luar biasa kuat. Baru muncul isu satu huruf saja, mulut mereka sudah gatal untuk menghembus-mengobrolkannya bersama orang lain. Soal gosip itu benar atau salah, itu urusan nanti. Mental seperti ini tentu menjadi ladang basah bagi elit politik untuk menggulir dan memelihara wacana demi kepentingan kelompok. Tinggal berikan hal-hal hot bagi mereka, dan kail pun akan segera dilahap.

Mereka paham betul bagaimana memanfaatkan latar belakang literasi dan kondisi psikologis banyak emak-emak di tanah air. Saya merasakan ini. Kawan-kawan kuliah saya juga—berdasarkan pengakuan mereka.

Sejauh pengalaman saya dan banyak kawan, emak-emak sangat mudah terpancing dan menyebarkan hal-hal sensitif—apalagi yang berbau agama. Kawan saya—misalnya—mengaku lelah mendapatkan pesan siaran dari ibunya yang hampir selalu berisi hal aneh. Ia pernah mendapatkan pesan dari ibunya bahwa Upin Ipin adalah konspirasi untuk menghancurkan moral anak bangsa, bahwa di Pulau Aceh sana pasukan Dajjal sedang berusaha naik dari dasar laut, bahwa ada anak yang berubah jadi ikan cupang pesut karena durhaka pada ibunya. Pesan-pesan itu tak hanya ia dapatkan dari sang ibu, tetapi juga dari grup WhatsApp keluarga.

Pada titik ini, percayalah, saya sangat bersyukur kedua orang tua dan mayoritas generasi tua sanak famili saya tidak menggunakan internet. Sungguh.

Di musim politik, karakter emak-emak yang seperti ini tentu saja sangat mudah dieksploitasi. Tidak bermaksud menyinggung, tetapi kekritisan mereka sangat bisa dipertanyakan. Ibu kawan saya itu—misalnya—adalah seorang guru madrasah—udah guru, di madrasah lagi. Kurang apa coba? Tapi ia tetap menyebarkan hoaks konyol. Ini menunjukkan, bahwa bahkan “orang berpendidikan” pun tak menjamin memiliki keteraturan dalam bernalar.

Akhirnya beginilah sekarang—emak-emak menjadi (salah satu) mesin penyebar wacana kebencian paling produktif. Sebab begitulah memang watak mereka—rajin menyebarkan begitu banyak hal bagi orang lain. Emak-emak itu tidak sadar, bahwa selama ini mereka hanya dimanfaatkan. Emak-emak itu sesungguhnya belum siap main fesbuk!

Maka dari itu, melihat sepak terjang emak-emak selama ini di medsos, agaknya tak berlebihan jika menyebut mereka lebih menyebalkan daripada cabe-cabean kesepian. Cabe-cabean cuma umbar status kesepian, sementara emak-emak umbar aib orang. Cabe-cabean cuma nyebar kenangan bersama mantan, sementara emak-emak nyebar berita anak durhaka jadi ikan pari. Eh, tapi jangan-jangan, apa cabe-cabean kalau udah senior kayak gitu yhaaa? Entahlah.

Dunia memang sudah terbalik. Ketika dulu emak-emak yang mengawasi kita dalam melakukan berbagai hal, kini situasinya beda; kitalah yang harus mengawasi mereka saat main media sosial. Menyebalkan memang, tetapi begitulah keadaannya.

Ingat—emak-emak is coming~

Terakhir diperbarui pada 13 Januari 2022 oleh

Tags: cabe-cabeanEmak-EmakhoaksMedia Sosialnorak
Ahmad Abu Rifai

Ahmad Abu Rifai

Takmir BP2M Unnes dan aktif di Kelas Menulis Cerpen Kang Putu

ArtikelTerkait

Format Akun 'txtdari' Belakangan Bikin Twitter Jadi Toksik terminal mojok.co

Format Akun ‘txtdari’ Belakangan Bikin Twitter Jadi Toksik

29 Oktober 2020
Dear para Suami, Inilah Alasan Istrimu Sering Men-Tag Akunmu di Kolom Komentar Unggahan Parenting  

Dear para Suami, Inilah Alasan Istrimu Sering Menandai Akunmu di Kolom Komentar Unggahan Parenting  

17 September 2023
Patrick Star dalam SpongeBob SquarePants Sebenarnya Orang Kaya yang Pura-pura Bodoh demi Bisa Bahagia

Patrick Star dalam SpongeBob SquarePants Sebenarnya Orang Kaya yang Pura-pura Bodoh demi Bisa Bahagia

1 Februari 2024
Sarkasme terhadap Generasi Trending

Sarkasme terhadap Generasi Trending

1 November 2019
4 Dosa Besar yang Sering Dilakukan oleh Motivator

4 Dosa Besar yang Sering Dilakukan oleh Motivator

27 Oktober 2023
Akui Saja Kalian Kecanduan Judi Slot, Pake Ngaku Hobi Segala

Buzzer Capres VS Buzzer Judi Slot: Mana yang Lebih Menyebalkan?

30 Mei 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
link di bio

Hei Kalian yang Link di Bio Medsos Kalau Dibuka Isinya Kosong: Tolong Sadar Diri!

anakku

Untukmu, Anakku di Masa Depan

sidang MK

Di Sidang MK Para Ahli Hukum Berkumpul dan Berdebat, Saat Itulah Saya Kebingungan Memahami Bahasa Level Tingginya

Terpopuler Sepekan

Warga Ngampel Kendal Muak Tersiksa Bertahun-tahun karena Galian Tambang, Sudah Protes tapi Cuma Diberi Janji

Warga Ngampel Kendal Muak Tersiksa Bertahun-tahun karena Galian Tambang, Sudah Protes tapi Cuma Diberi Janji

18 Juni 2025
5 Kuliner khas Garut selain Dodol yang Layak Dikenal Masyarakat

5 Kuliner khas Garut selain Dodol yang Layak Dikenal Masyarakat

20 Juni 2025
Ormek Adalah Kumpulan Mahasiswa Gila Hormat yang Sebaiknya Diwaspadai Mojok.co

Ormek Lebih Cocok Disebut Kumpulan Mahasiswa Haus Pujian daripada Organisasi Mahasiswa

18 Juni 2025
Kasihan UNS, Sudah Berdiri 49 Tahun tapi Masih Banyak yang Belum Tahu Kepanjangannya

Kasihan UNS, Sudah Berdiri 49 Tahun tapi Masih Banyak yang Belum Tahu Kepanjangannya

22 Juni 2025
Penderitaan Paling Berat Mahasiswa Abadi Adalah Kesepian, Bukan Malu atau Susah Lulus Mojok.co

Penderitaan Paling Berat Mahasiswa Abadi Adalah Kesepian, Bukan Malu atau Susah Lulus

20 Juni 2025
Ironi Reog, Kesenian Indah yang Harus Mengalah pada (Orang yang Pura-pura) Kesurupan Massal

Ironi Reog, Kesenian Indah yang Harus Mengalah pada (Orang yang Pura-pura) Kesurupan Massal

21 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jxGwBYZnCJg

DARI MOJOK

  • Ironi dan Sunyi di Balik Pagar Samsat: Keresahan Satpam Samsat yang Tak Kuasa Mengubah Sistem
  • Olin, Predator Mungil Asal Kotabaru yang Siap Menjadi Marselino Baru di Masa Depan
  • SD Kanisius Duwet Juara MilkLife Soccer Challenge 2025: Berawal dari Anak-anak yang Takut Bola
  • MLSC Seri 3 Yogyakarta 2025: Lahirnya Bibit-bibit Emas Atlet Sepak Bola Putri dari Lapangan Tridadi
  • Wonosobo yang Dahulu Bukanlah yang Sekarang, Dahulu Jauh Lebih Nyaman
  • Didik Kulot: Hidup Tidak Harus Lurus yang Penting Jujur

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.