• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Guru (dan Dosen) Bukan Dewa yang Selalu Benar dan Murid Bukan Kerbau

Diaz Robigo oleh Diaz Robigo
3 Oktober 2022
A A
Guru (dan Dosen) Bukan Dewa yang Selalu Benar dan Murid Bukan Kerbau (Unsplash.com)

Guru (dan Dosen) Bukan Dewa yang Selalu Benar dan Murid Bukan Kerbau (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Jadi saya mau cerita mengenai pengalaman ketika sekolah dulu. Saya memang bukan termasuk anak yang pintar. Makanya, saya jadi sering menanyakan perihal pelajaran kepada guru di depan kelas. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan saya sering dianggap konyol sama guru dan dosen (ketika sudah kuliah).

Pengalaman pertama terjadi di ruang kelas. Saat itu siang hari, cuaca sedang terik, dan guru Fisika selesai memberikan penjelasan. Saya mengangkat tangan untuk bertanya. “Pak, kok, rumusnya seperti itu?” Sekarang ini saya mengerti kalau pertanyaan saya kurang menjurus ke masalah. Namun, saat itu, ya kalimat itu yang terlontar dari mulut saya.

Guru Fisika itu menjawab dengan nada ketus. “Terus yang kamu tahu apa? Makanya kalau guru lagi menerangkan itu diperhatikan baik-baik.”

Saya hanya bisa terdiam. Namun, di dalam hati, saya jengkel setelah mati. “Lah Pak, saya tanya itu karena enggak tahu. Makanya saya tanya biar paham,” begitu kalimat saya di dalam hati. Bukankah malu bertanya itu bakal sesat di jalan?

Saya sangat jengkel kalau mengingat kejadian itu. Mood saya untuk belajar langsung drop. Nggak enak banget dipermalukan oleh guru di depan kelas.

Cerita berikutnya datang dari teman saya yang curhat terkait dosen aneh. Jadi, si dosen ini menyuruh mahasiswanya untuk membeli buku. Lucunya, buku itu ditulis sendiri oleh di dosen. Sudah begitu, bentuknya softfile dan belum selesai ditulis. Banyak mahasiswa yang membeli begitu saja karena malas untuk protes. Namun tidak dengan teman saya.

Teman saya tidak mau serta-merta menuruti perintah dosen. Dia mempertanyakan alasan dosen itu lewat chat. Intinya, teman saya mempertanyakan tujuan membeli buku yang belum selesai ditulis. Padahal, masih banyak buku lain yang lebih lebih bisa menunjang perkuliahan.

Dosen ini, pada akhirnya tetap “memaksa” teman saya untuk membeli bukunya. Setelah sebelumnya memberikan penjelasan yang berbelit-belit.

Lantaran tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan, teman saya tidak mau membeli buku garapan dosennya. Lalu, di akhir semester, dosen aneh itu memberi nilai jelek untuk teman saya.

Cerita ketiga terjadi kepada teman saya ketika aktivitas perkuliahan sedang berlangsung. Waktu itu kelas sedang membahas tipe kepribadian manusia menurut cairan tubuh (teori kepribadian Hippocrates). Di akhir perkuliahan, dosen yang mengajar mempersilakan mahasiswa untuk bertanya. 

Teman saya mengangkat tangan lalu bertanya, “Bu, kalau salah satu cairan itu ditambah lebih banyak ketimbang cairan lain, apakah kepribadian saya berubah?”

Dosen itu diam sesaat lalu menjawab dengan tatapan yang meremehkan. “Pertanyaanmu itu setingkat pertanyaan anak TK.” Respons yang aneh dan tidak menjawab pertanyaan teman saya. 

Seisi kelas ada yang tertawa ada juga yang terdiam karena kaget dengan jawaban si dosen. Saya salah 1 mahasiswa yang terdiam lantaran bisa merasakan perasaan malu yang dirasakan teman saya.

Saya bakal ikut sedih ketika kalian pernah mengalami kejadian yang sama setidaknya 1 kali seumur hidup. Bagi saya pribadi, dipermalukan di depan kelas itu pengalaman buruk yang tidak akan terlupakan. Ketiadaan empati dan etika dari guru atau dosen seperti bikin murid atau mahasiswa jadi malas belajar atau kritis. 

Satu hal lain yang berbahaya adalah potensi murid atau mahasiswa bakal hilang. Katanya, murid/mahasiswa itu harus kritis dalam berpikir dan aktif bertanya. Namun, sering terjadi, mental kami diremehkan dan dijatuhkan oleh oknum guru atau dosen yang nggak punya hati.

Sebagai pengajar, baik guru maupun dosen, tentunya tidak hanya punya bekal pengetahuan. Untuk menjadi pengajar yang baik pasti pernah melewati pelajaran soal sikap di dalam kelas. Yah, paling tidak, ada microteaching untuk praktik sebagai pengajar yang baik dan pengertian. Apa jangan-jangan banyak oknum pengajar yang tidur di dalam kelas kayak saya?

Menurut saya, murid dan mahasiswa bakal lebih cepat menyerap pengetahuan ketika kelas itu hidup. Ada adu argumen yang sehat di sana dan pengajar tidak boleh baper atau judgemental. Sangat terbuka kemungkinan pengajar itu membuat kesalahan ketika mengajar dan murid bisa menemukan kesalahan itu lalu berani mengoreksi.

Soe Hok Gie pernah bilang kayak gini, “Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau.”

Sudah sepatutnya murid dalam menuntut ilmu itu berani. Berani bertanya, menyuarakan pendapat, sampai mengoreksi. Bukan sebaliknya, murid malah seperti “dibungkam”. Tradisi seperti ini yang saya yakin menjadi salah 1 sebab lahirnya budaya ABS atau Asal Bapak Senang.

Padahal, di dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 8 berbunyi, “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.”

Jadi, seharusnya tradisi busuk itu tak lagi ada. Sekali lagi saya ingin menegaskan pernyataan indah dari Gie bahwa: “Guru (dan dosen) yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau.”

Kelas yang hidup membuat siapa saja betah berproses di dalamnya. Sebaliknya, kelas yang mematikan potensi, layak ditinggalkan di keranjang sampah.

Penulis: Diaz Robigo

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Tipe Guru di Sekolah Berdasarkan Mata Pelajaran yang Diampunya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 3 Oktober 2022 oleh

Tags: DosenguruKampuskelassoe hok gie

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Diaz Robigo

Diaz Robigo

ArtikelTerkait

Emang Iya Kuliah Keguruan Cepat Balik Modal?

6 Hal yang Harus Dipertimbangkan sebelum Memutuskan Jadi Guru

16 Maret 2023
3 Dosa Menyebalkan dari Guru Bahasa Indonesia Saat Mengajar (Unsplash)

3 Dosa Menyebalkan dari Guru Bahasa Indonesia Saat Mengajar

15 Maret 2023
Lebih Baik Tidak Kuliah daripada Kuliah Hasil Ngutang kuliah malam

6 Keuntungan Kuliah Malam Hari, Kampus Lain Bisa Ikutan Coba

4 Maret 2023
gaji dosen mahasiswa semester tua

Beri Penghargaan pada Dosen yang Mau Mengurus Mahasiswa Semester Tua

19 Januari 2023
Fakta Pahit Jurusan Arkeologi yang Memikat tapi Sepi Peminat

Fakta Pahit Jurusan Arkeologi yang Memikat tapi Sepi Peminat

9 Januari 2023
gaji dosen mahasiswa semester tua

Dosen Pelit Nilai kok Bangga, Maksud?

17 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Kenaikan Tarif Cukai Rokok Harus Ditolak, meski Anda Antirokok Sekalipun

Kenaikan Tarif Cukai Rokok Harus Ditolak, meski Anda Antirokok Sekalipun

Best Wok Mi Instan yang (Katanya) Lebih Enak daripada Indomie Terminal Mojok

Best Wok: Mi Instan yang (Katanya) Lebih Enak daripada Indomie

Alasan Teh Botol Sosro Tetap Eksis Hingga Kini

Alasan Teh Botol Sosro Tetap Eksis Hingga Kini

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Tersiksa dari Bali ke Jepang Bersama Maskapai LCC Terbaik di Dunia Bernama AirAsia
Otomotif

Tersiksa dari Bali ke Jepang Bersama Maskapai LCC Terbaik di Dunia Bernama AirAsia

oleh Tiara Uci
19 Maret 2023

Saya merasa baik-baik aja naik AirAsia dan udah akrab dengan delay-nya. Tapi kok penerbangan kali ini rasanya berbeda.

Baca selengkapnya
3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare yang Bikin Kecewa

3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare yang Bikin Kecewa

20 Maret 2023
Percayalah, Jangan Main ke Kebumen, Nanti Bakal Nyesel

Percayalah, Jangan Main ke Kebumen, Nanti Bakal Nyesel

21 Maret 2023
Suka Duka Tinggal di Pelosok Kabupaten Bangkalan Madura

Suka Duka Tinggal di Pelosok Kabupaten Bangkalan Madura

20 Maret 2023
5 Keunikan Purbalingga yang Tidak Dimiliki Daerah Lain (Unsplash.com)

Keluh Kesah Menjadi Warga Kabupaten Purbalingga

22 Maret 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=_zeY2N8MAE4

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!