Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Gugatan Orang Ngapak yang Didiskriminasi Saat Bulan Puasa

Ravi Oktafian oleh Ravi Oktafian
1 Juni 2019
A A
ngapak

ngapak

Share on FacebookShare on Twitter

Selama ini saya sebagai orang ngapak Kebumen mendapatkan suatu perlakuan yang berbeda dari teman-teman di kampus saat berbicara dengan dialek ngapak—ataupun memakai bahasa Indonesia namun masih sedikit ada rasa ngapak-ngapaknya.

Pasalnya, setiap kali saya berbicara dengan dialek daerah saya, teman-teman yang mendengarkan langsung serentak tertawa terpingkal-pingkal tanpa sebab. Saya sih awalnya diam saja—toh, biasanya juga saya berbicara dialek ngapak di keseharian di rumah.

Namun, lama kelamaan hal itu membuat saya geram juga. Karena perlakuan semacam itu tentu berdampak pada kondusivitas saya sendiri—terutama saat belajar di kelas. Terlebih saya sebagai minoritas, yang pasti selalu merasa inferior ketimbang mahasiswa lainnya.

Bahkan karena inferioritas yang kami alami sebagai sebangsa ngapak, banyak teman-teman perempuan rantau yang notabene biasa di rumah asik aja tuh pakai bahasa ngapak, tiba-tiba menghilangkan identitasnya sebagai orang ngapak. Mencoba meleburkan diri menjadi kejaksel-jakselan yang ngomongnya pake “wicis” atau “litereli” begitu-begitu—jijik sih dengernya dimana kemedokan bercampur dengan kelebayan

Saya yakin mereka bukan ingin sok-sokan ke barat-baratan, tapi itu semua karena takut merasakan kejamnya diskriminasi yang berlebihan dari kalian, wahai tukang bully~

Biasanya orang umum akan bertanya “cantik-cantik/ganteng-ganteng kok ngapak?”—akibat itu mungkin nggak terhitung jumlahnya, cowok ganteng dan cantik asli putra daerah harus ditinggal gebetannya cuman gara-gara keceplosan ngobrol pake dialek ini. Atau dicemooh oleh teman lawan jenisnya.

Pada saat bulan puasa seperti ini diskriminasi tersebut ternyata nggak reda juga—malah makin menjadi-jadi. Saat tengah hari, perut sudah mulai keroncongan karena menahan lapar dan haus, saya spontan sering bergumam “Nyong kencote ora patut!” dan bisa tebak apa respon dari teman-teman saya pas itu? Ya, mereka tertawa terbahak-bahak lagi—mungkin sampe bisa batal puasa gara-gara perut mereka kenyang tertawa.

Yang jadi pertanyaan, wahai kalian penduduk bumi, kenapa sih langsung tertawa seperti itu? Memangnya salah ya seseorang kalo mengungkapkan rasa lapar karena seharian nggak makan menggunakan dialek lokal seperti saya ini?

Baca Juga:

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

Bagi saya sih, kalian itu orang paling lebay di dunia. Saya nggak lagi cerita lelucon lucu atau juga membuat lawakan ala Warkop DKI, tapi kok bisa kalian tertawa yah.

FYI aja nih buat kalian ya guys, kalimat “Nyong kencote ora patut” itu artinya saya lapar sekali dalam bahasa Indonesia. Tapi kenapa juga hanya dalam dialek ngapak saja kalimat itu jadi bahan tertawaan teman-teman?

Kenapa kalian nggak tertawa pas orang Betawi ngomong kalimat itu dengan bahasa atau logat kental Betawi? Kenapa kalian juga enggak tertawa pas orang Sunda ngomong kalimat itu pake bahasa Sundanya? Terus, kenapa juga kalian malah lebih mengagung-agungkan orang yang bisa ngomong i’m so hungry?

Padahal, di balik logat saya yang kalian anggap bahan guyonan itu, tersirat makna bahwa saya dan kawan-kawan sebangsa ngapak ini ingin tetap melestarikan sebuah kearifan lokal daerah di tanah Indonesia ini. Bahasa atau dialek ngapak—kalau kalian tahu—sangat terikat erat dengan yang namanya bahasa Jawa kuno atau Kawi. Jadi, ngapak itu nggak main-main loh, wahai kisanak!

Lanjut persoalan selanjutnya, guys~

Sebentar lagi mudik lebaran. Saya orang yang perantauan pasti akan balik kampung tempat ibu dan bapak tercinta berada. Rasa rindu dan juga bahagia bertemu mereka akan bercampur aduk pada momen Hari Raya Idul Fitri.

Tergambarlah suasana sungkeman yang syahdu—mencium tangan orang yang lebih tua dan saling meminta maaf satu sama lain atas kesalahan yang diperbuat selama setahun belakang. Pokoknya bayangan-bayangan bahagia sudah memenuhin otak.

Namun, semuanya harus terusik saat seorang teman bertanya suatu hal. Bayangan-bayangan itu berganti pada rasa emosi yang kayaknya hampir meledak saat seorang teman saya yang asli dari daerah yang dekat dengan kraton seperti Surakarta atau Ngayogyakarta berucap “Apa kalo sungkem kalian tetep pakai bahasa ngapak? Kalo iya, wah pasti bukannya jadi adem ayem, justru tambah marahan ya.”

Ish, ini orang kok ya kayak buta masyarakat aja. Hello~ Emangnya orang ngapak sebegitu negatifnya di mata kalian yhaaa~

Memang, saya akui bahwa orang-orang ngapak suka ngomong dengan nada sedikit kasar, keras, dan ngegas, seperti orang Ambon, seperti juga orang Batak pada umunya. Tapi saya dan kami sedulur ngapak nggak brutal-brutal amat—justru sangat paham apa yang dinamakan dengan tata krama dalam sungkem yang harus menggunakan bahasa sopan dan santun.

Orang ngapak itu, tahu kok bagaimana caranya untuk meminta maaf ala Keraton yang dianggapan kalian memiliki budi yang halus itu. Jadi gak perlu terlalu kritis deh—kami akan baik-baik saja kok meski nanti kepaksa meminta maaf menggunakan dialek ngapak sekalipun.

Lagi pula, belum pernah tuh saya dengar dalam sejarah perngapakan, kalo orang ngapak minta maaf dengan dialek ngapak ke orang ngapak lainnya justru bukan menjalin hubungan baik kembali tapi memperkeruh hubungan. Sekali lagi saya tegasnya, gak pernah ada kasusnya—tuh mamam!

Semestinya, di bulan Ramadan ini, kisanak sekalian, terutama teman-teman yang sering melakukan diskriminasi terhadap orang ngapak perlu membuka kembali kitab suci Alqurannya. Terus baca dan renungkan maksud dari Surat Al-Hujarat ayat 13 tentang keniscayaan sebuah perbedaan di diri manusia dan masyarakat.

Apalagi ada momen kemarin yaitu Nuzulul Quran—biar kerjaannya gak cuman kelojotan kaya mau kiamat pas nggak bisa iqra status mantan karena media sosial error dibikin pak Wiranto.

Patut di paham pada bulan puasa ini, selain mendekatkan diri padaNya, kita juga perlu memahami makhluk ciptaanNya. Lalu, seharusnya kita saling menghormati karena Indonesia itu adalah negara kaya akan budaya bangsa—termasuk kaya akan bahasa. Dan ngapak adalah satu dari ribuan dialek yang dimiliki bangsa kita.

Apakah saya dan kami—para warga ngapak—harus merdeka dan mendirikan negara sendiri dengan bahasa ngapak sebagai bahasa nasionalnya baru kami bisa sejajar dengan orang daerah lain?

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: BullydialekMahasiswangapak
Ravi Oktafian

Ravi Oktafian

ArtikelTerkait

Sisi Suram Sekolah Kedinasan, Senioritas Masih Kental hingga Tidak Bisa Bersuara Kritis ke Negara Mojok.co

Sisi Suram Sekolah Kedinasan, Senioritas Masih Kental hingga Nggak Boleh Kristis sama Negara

15 Juni 2025
Rasionalisasi UKT yang Nggak Rasional, Variabelnya Tidak Jelas! Mojok.co

Rasionalisasi UKT yang Nggak Rasional, Variabelnya Tidak Jelas!

10 Desember 2023
8 Tips untuk Mahasiswa DKV agar Survive dalam Menjalani Perkuliahan

8 Tips untuk Mahasiswa DKV agar Survive dalam Menjalani Perkuliahan

4 Oktober 2023
Perbedaan Bahasa Ngapak dengan Bahasa Jawa Bandek yang Perlu Diketahui terminal mojok.co

Perbedaan Bahasa Ngapak dengan Bahasa Jawa Bandek yang Perlu Diketahui

13 Oktober 2020
gaji dosen mahasiswa semester tua asisten dosen

Asisten Dosen: Tugas (Terlihat) Elit, Sidang Sulit

23 Agustus 2023
Selalu Diajar Dosen Nggak Becus, Sekalinya Ketemu Dosen Baik Dikit Jadi Dianggap Hebat, padahal Itu Bare Minimum Mojok.co

Selalu Diajar Dosen Nggak Becus, Sekalinya Ketemu Dosen Baik Dikit Jadi Dianggap Hebat, padahal Itu Bare Minimum

26 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri
  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.