Entah sudah berapa kali saya membaca curhatan karyawan di linimasa Twitter tentang perusahaan tempat ia bekerja menunda, bahkan terkesan tarik-ulur dalam membayar gaji yang seharusnya diterima tiap bulannya. Keterlambatannya pun beragam. Ada yang dua, bahkan sampai tiga bulan gaji tidak dibayar. Tentu saja itu durasi yang terbilang lama, apalagi jika melihat kembali nominal yang seharusnya diterima karyawan yang bersangkutan.
Hal tersebut sangat menyebalkan dan sulit ditoleransi. Apalagi jika perusahaan yang dimaksud terkesan menyepelekan, tidak memberi kepastian, dan ketika ditanya kapan kira-kira gaji bisa diterima, malah lebih galak. Yah, nggak ada bedanya dengan teman yang dipinjami uang; ketika ditagih oleh si peminjam, eh malah lebih galak. Belum lagi saat ditagih malah mengancam balik sampai mengandalkan UU ITE. Konyol sekaligus benar-benar nggak ada otak.
Berkaca dari kasus sebelumnya, meski sudah dibikin ramai melalui akun menfess di Twitter, terkadang persoalan ini tidak menemui titik temu dan hanya menguap di linimasa. Padahal yang dibutuhkan oleh sender adalah solusi, bukan hanya caci-maki. Sering kali, saran baik dari sebagian pengguna Twitter yang bijak pun tertutup oleh replies template, “Spill perusahaannya, dong, Kak.”
Sekadar mengingatkan saja, spall-spill secara serampangan juga bukan langkah yang bijak. Lantaran bisa diserang balik dengan pasal UU ITE. Jadi, mesti lebih hati-hati, Sob.
Dibanding sembarang spill di Twitter dan malah berujung kena UU ITE, saya punya beberapa langkah yang lebih bijak, terbilang aman, dan bisa dipertanggungjawabkan secara profesional apabila karyawan mendapat pengalaman gaji tidak dibayar oleh perusahaan.
Langkah awal, tentu saja buka dialog dengan HRD perusahaan dan/atau pihak manajemen yang punya wewenang. Tanya sekaligus diskusikan terkait alasan penundaan, keterlambatan, atau gaji yang seharusnya diterima pada waktunya. Sebagai karyawan, kalian berhak mengetahui alasan tersebut. Barangkali perusahaan memang sedang mengalami kesulitan secara finansial dan belum menginfokan kepada seluruh karyawan.
Jika memang demikian, minta kepastian tenggat pembayaran gaji. Boleh saja info awal disampaikan secara verbal. Namun, perlu diingat, sekuat-kuatnya bukti adalah secara tertulis. Jika ingin lebih resmi dan profesional, minta disampaikan melalui email atau surat pemberitahuan secara fisik (hard copy), kemudian disepakati dan ditandatangani oleh dua atau beberapa pihak. Cara ini, biasa dikenal dengan istilah bipartit.
Ketika kalian—sebagai karyawan—sudah menunggu hingga tenggat yang disepakati dan belum menemui hasil, tegaskan dan/atau tanyakan kembali kepada pihak perusahaan yang berwenang. Ada persoalan apa dan kenapa gaji masih belum dibayarkan juga. Bagi karyawan, apa pun posisi dan jabatannya, hal ini akan terasa sangat menjengkelkan. Apalagi, tidak bisa dimungkiri bahwa semua karyawan butuh gaji/hak mereka untuk kebutuhan sehari-hari, agar bisa menyambung hidup.
Jika dialog sudah dirasa buntu, tidak ada titik temu, dan perjanjian awal yang sudah disepakati malah diingkari, gunakan jalur tripartit—penyelesaian melalui mediator atau pihak lain yang lebih punya kuasa, dalam hal ini adalah Disnaker setempat.
Saat belum menemui titik temu, langkah final yang bisa kita usahakan adalah melaporkan perusahaan melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial. Memang langkah akhir ini mau tidak mau akan membikin deg-deg-ser sebagian karyawan. Lantaran ini adalah upaya akhir yang bisa dilakukan dan akan dipertanggungjawabkan secara hukum. Dasar pelaporan atau gugatan adalah mengenai keterlambatan atau gaji tidak dibayar sesuai dengan kontrak kerja yang sudah disepakati bersama.
Agar bisa segera diproses dan ditindaklanjuti, kumpulkan juga semua bukti yang ada (baik percakapan secara verbal maupun tertulis), untuk menguatkan gugatan.
Meski langkah ini membikin sebagian karyawan deg-deg-ser, jika diimbangi dengan bukti yang kuat, dengan cara yang profesional, apalagi untuk menuntut hak yang memang seharusnya diterima, tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Langkah tersebut, sangat layak untuk diperjuangkan. Biar beberapa perusahaan yang dimaksud nggak tuman. Juga agar bisa mengakhiri kebiasaan buruk dalam hal menunda atau tidak membayar gaji karyawan.
Perusahaan juga perlu mengingat bahwa keterlambatan dalam proses penyaluran gaji karyawan akan berujung pada denda. Belum lagi jika nama perusahaan yang terlambat atau tidak membayar gaji karyawan ketahuan publik. Hal ini akan berpengaruh kepada reputasi perusahaan. Efek laten dalam jangka panjang, akan membikin para pencari kerja berpikir berkali-kali untuk melamar jika ada info lowongan pekerjaan yang tersedia.
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Unpopular Opinion: Buka-bukaan Soal Gaji Itu Perlu untuk Meminimaliskan Ketimpangan.