Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Entah Kenapa Mendengar Nama Kota Lamongan Saja Sudah Bikin Lapar

Muhammad Farih Fanani oleh Muhammad Farih Fanani
12 Maret 2021
A A
Entah Kenapa Mendengar Nama Kota Lamongan Saja Sudah Bikin Lapar mojok.co/terminal

Entah Kenapa Mendengar Nama Kota Lamongan Saja Sudah Bikin Lapar mojok.co/terminal

Share on FacebookShare on Twitter

“Oh Lamongan itu nama daerah, ya? Tak kira cuma nama biasa. Kayak Soto Lamongan gitu.” kalimat itu saya temukan di Twitter. Saya cukup kaget dengan komentar dari seorang mbak-mbak yang tampak kekinian itu. Pasalnya, zaman sekarang sudah serbadigital, tapi masih ada orang yang nggak tahu Kota Lamongan. Kok kebangetan sih.

Namun, ketidaktahuan itu tidak bisa saya salahkan sepenuhnya. Pasalnya selain makanan, Kota Lamongan memang masih kurang dikenal di khalayak umum. Ada sih, Persela. Tapi, mungkin mbak-mbak tadi juga tidak pernah nonton sepak bola. Jadi saya tidak bisa menghakimi.

Sebagai manusia yang lahir dan besar di Kota Lamongan, tentu saya tahu kalau Lamongan itu nama sebuah kabupaten di Jawa Timur. Lha wong tempat lahir saya sendiri. Lamongan nggak besar-besar amat tapi punya banyak sekali cerita untuk dipamerkan, harapan untuk diperjuangkan, dan tempat wisata untuk dipromosikan.

Saya tahu banyak tentang Lamongan, tapi tidak dengan orang lain. Mereka mungkin hanya tahu Lamongan dari bungkus mi instan dan spanduk di jalan-jalan berwarna putih bergambar ikan lele.

Pas pertama kali saya menginjakkan kaki di Jogja, saya begitu kaget dengan orang-orang yang selalu menyebut kata Lamongan saat menyebutkan pecel lele. Pas di kampus dan perkenalan dengan dosen, dosen saya sempat nyeletuk, “Oh asli Lamongan, ya? Dekat, dong. Itu di jalan-jalan banyak Lamongan.” Awalnya saya nggak ngeh, tapi setelah saya cermati dengan penuh perhatian, kalimat blio rupanya gabungan dari setup dan punchline yang sudah disusun rapi untuk mengundang tawa. Iya betul, blio ngejokes!

Mulanya saya kira itu hanya sekedar jokes bapak-bapak yang cukup membikin mahasiswa untuk tersenyum dan berdehem. Saya berusaha berbaik sangka, mungkin blio subjektif, mungkin perspektif itu hanya ada di blio dan nggak ada di orang lain. Tapi, rupanya saya benar-benar salah. Seperti halnya dosen pada umumnya, blio akademisi, dan tentu berbicara sesuai dengan data.

Orang kedua yang mendefinisikan Lamongan pecel lele, yaitu teman saya sendiri. “Makan Lamongan, yuk!” Kalimat itu merupakan ajakan yang kerap ia pakai kalau sedang ingin makan pecel lele di pinggir jalan. Renyah sekali Lamongan, sampai ada orang yang sudi untuk memakannya. Saya benar-benar tidak habis pikir.

Lamongan secara arti sebetulnya bukanlah nama makanan, beda dengan Laos, Pare, dan Sugar Land di Texas. Apakah orang-orang juga akan memakan tempat-tempat itu? Saya rasa tidak. Laos tidak enak, pare pahit, dan gula membikin kita diabetes. Ketiga nama itu tidak enak kalau belum diolah. Lantas kenapa Lamongan ingin mereka makan?

Baca Juga:

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Dulu, saya masih belum berdamai dengan penamaan Kota Lamongan sebagai kota soto atau pecel lele. Saya bersikeras kalau Kota Lamongan tidak hanya soal makanan. Di Lamongan juga ada hal lain yang nggak kalah masyhurnya dari sekedar pecel lele dan soto. Makam Sunan Drajat salah satunya, Sunan Sendang Duwur salah duanya, WBL salah tiganya, monumen tenggelamnya kapal Van Der Wijk salah empatnya, dan masih banyak lagi. Semua itu tidak kalah keren dari sebuah makanan.

Tapi, semakin ke sini saya semakin bisa berdamai dengan stigma Kota Lamongan, soto, dan pecel lele. Lamongan memang terkenal karena makanannya. Tidak bisa dimungkiri memang cita rasa Lamongan memang beda. Saya tidak bisa mendeskripsikannya dengan jelas. Tapi yang pasti, sambal Lamongan lebih sedap, dan soto Lamongan nggak bening, persis seperti yang dikatakan oleh Yusril Fahriza di Podcast Mojok bersama kepala suku Puthut EA.

Lamongan bukanlah nama bahan sebuah makanan. Tapi, identik dengan nama makanan. Tanpa dicampur dengan bahan lain pun, kata “lamongan” tampaknya sudah merepresentasikan seporsi makanan yang siap untuk disantap.

Melalui proses yang cukup panjang dalam rangka menyadari kenyataan, saya sekarang cukup bangga kalau Kota Lamongan dikenal dengan karena cita rasanya. Bagaimana tidak, setelah saya pikir-pikir memang makanan lokal Lamongan punya rasa yang sangat berbeda dengan masakan luar kota. Dua kombinasi makanan yang cukup masyhur di luar Lamongan yaitu soto dan pecel lele. Keduanya mampu membikin Lamongan menjadi salah satu nama yang bisa membekas di benak orang-orang.

Saya semakin optimis kalau saja soto dan pecel lele Lamongan tidak hanya berjuang berdua di kancah nasional, Lamongan akan semakin masyhur dan dikenal banyak orang. Bukan hanya dikenal, tapi juga disukai, kayak masakan padang yang saat ini disukai jutaan orang.

Saya sudah tidak berharap lagi dengan wingko babat. Ya gimana, saat ini Semarang lebih superior untuk mengakui wingko Babat sebagai oleh-oleh khas daerahnya, meskipun Babat adalah salah satu nama kecamatan di Lamongan yang warganya gemar sekali membuat wingko sejak dulu. Ah sudahlah.

Saya justru berharap pada kuliner (wonderkid) Lamongan yang lain. Sego boran, es bathil, dan es siwalan misalnya. Mereka sekarang kudu turut serta berjuang bersama soto dan pecel lele dalam rangka mengenalkan Kota Lamongan di kancah nasional dan internasional. Soal makanan, Lamongan nggak akan kehabisan kader.

Begitu banyak kuliner khas Lamongan. Sampai-sampai kalau air laut adalah tinta, tidak akan cukup kalau dipakai untuk menuliskan semua kuliner di Lamongan. Eh nggak, ding. Tentu saja saya bercanda. Pokoknya kuliner Lamongan itu sangat-sangat banyak. Maka tidak heran kalau mendengar nama Lamongan saja sudah mampu membikin orang membayangkan sebuah makanan yang memiliki cita rasa yang khas dan (tentunya) lezat.

BACA JUGA Penyebab Orang Lamongan Pantang Makan Lele meskipun Jualan Pecel Lele dan tulisan Muhammad Farih Fanani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 12 Maret 2021 oleh

Tags: khas daerahKulinerlamongantradisional
Muhammad Farih Fanani

Muhammad Farih Fanani

Muhammad Farih Fanani, full time berpikir, part time menulis. Instagram @mfarihf.

ArtikelTerkait

Kuliner untuk Makan Malam Ini Harusnya Jadi Menu Sarapan (Unsplash)

Kuliner untuk Makan Malam Ini Harusnya Jadi Menu Sarapan

12 Desember 2022
Nasi Senerek, Kuliner Underrated nan Sulit Ditemui di Luar Magelang Terminal mojok

Nasi Senerek, Kuliner Underrated nan Sulit Ditemui di Luar Magelang

27 Januari 2021
Plus Minus Acara Jejak Si Gundul buat Pemula yang Lagi Belajar Masak terminal mojok.co

Plus Minus Acara Jejak Si Gundul buat Pemula yang Lagi Belajar Masak

20 Agustus 2021
Tempe Kemul, Bukan Mendoan dan Tempe Tepung. Ini Tempe Aliran 'Keras' terminal mojok.co

7 Makanan Khas Wonosobo Selain Mi Ongklok yang Nggak Kalah ‘Nylekamin’

5 Oktober 2020
dianxi xiaoge mojok.co

Melarikan Diri dari Arab yang Gersang dengan Dianxi Xiaoge

17 Juni 2020
5 Jajanan Kaki Lima ala Warlok Semarang yang Bikin Betah Tinggal di Sana Mojok.co

5 Jajanan Kaki Lima ala Warlok Semarang yang Bikin Betah Tinggal di Sana

8 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.