Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Politik

Empat Malam Tidur di Penjara

Niko Adyaksa oleh Niko Adyaksa
27 Mei 2019
A A
Rasanya Jadi Petugas Pemasyarakatan yang Bergaul dengan Napi terminal mojok.co

Rasanya Jadi Petugas Pemasyarakatan yang Bergaul dengan Napi terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai manusia mungkin saya punya pengalaman yang agak komplit dibanding dengan kebanyakan orang. Mengapa? Karena saya pernah merasakan tidur di penjara. Lumayan bangga tentunya walaupun cuma di penjara kepolisian.

Di masa awal kuliah di Bandung, aura rasa keberanian selalu terasa mengepul di setiap pori saya. Walaupun badan saya tak termasuk besar, tetapi kalau berjalan selalu saya buat dengan gaya jagoan dan mata yang disangar-sangarkan. Mungkin mirip Dursasana ataupun Burisrawa bila di cerita-cerita wayang Mahabarata—sesosok kemlinthi dan sok jagoan. Walaupun kemudian selalu kalah di semua pertempuran. Hal tersebut adalah sebuah deskripsi sempurna mengenai diri saya di masa-masa akhir SMA dan residunya masih terbawa hingga masa awal kuliah. 

Sebagai sosok kemlinthi, saya terlibat dengan beberapa perkelahian di masa SMA. Beberapa saya menangkan dan lebih banyak yang berakhir dengan saya menjadi korbannya. Seringkali kekalahan itu berasal dari jotosan dari banyak tangan yang datang pada saat bersamaan. Kalah karena menjadi korban pengeroyokan. 

Mungkin karena naluri kemelinthi, saya selalu menabukan diri untuk menghindari musuh yang datang berombongan. Jadi walaupun keberanian menghilang tetapi saya cenderung untuk tetap menjadi sok jagoan. Maju terus walaupun di depan ada serombongan musuh yang jelas-jelas sangat membenci saya yang kemelinthi tersebut.

Dan hasilnya mudah tertebak. Saya menjadi bulan-bulanan pukulan yang menyisakan muka bengep yang berlanjut hingga seminggu ke depan.

Karena banyaknya musuh yang saya punyai, akhirnya kemanapun pergi saya terbiasa untuk membawa obeng yang telah dilancipkan. Sebuah alat yang menjadi booster keberanian. Mirip King Arthur dengan pedang saktinya. Hingga akhirnya suatu hari kesaktian saya diuji. 

Di sebuah sore saya berjalan dengan gaya adigang-adigung-adiguna di pelataran alun-alun Bandung. Sebuah tempat di mana mahasiswa kere seperti saya bisa bergaya. Karena nyaris tempat itu tak membutuhkan dana apapun untuk menikmatinya. Cukup dengan menaiki bis kota yang selalu kepayahan mengangkut penumpang dan sedikit berjalan kaki untuk memasukinya.

Alun-alun Bandung di awal tahun 90-an adalah sebuah tempat yang merana. Sungguh tak pantas disebut sebagai alun-alun karena tak adanya sebuah ruang lebar yang terbuka. Disana cuma terdapat taman yang selalu terlihat muram dan dipadati oleh tukang obat dan pedagang kaki lima. Ditambahi oleh pengunjung kelas murahan seperti saya tentunya.

Baca Juga:

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Dosa Pemilik Jasa Laundry yang Merugikan Banyak Pihak

Sebagai pemuda jagoan, saya mempunyai mata yang sangat sensitif. Sebuah mata yang haram untuk beradu dengan pandangan yang menantang. Terutama bila bertatap pandang dengan pemuda yang seumuran.

Dan hari itu pandangan mata burung Condor saya menemukan lawan.

Tak lama memasuki alun-alun, mata saya ber-sirobok dengan 2 orang laki-laki yang tampak seumuran. Pandangan kami berkait, dan seperti yang terjadi di film-filmnya Steven Chow, ada banyak arit yang berloncatan dari mata kami bertiga.

“Naon siah melongan aing!”

(Ngapain elu melototin gue)

Bentakan salah satu dari jeger kampung itu langsung mendidihkan darah “jagoan” saya. Tanpa berpikir panjang saya dekati mereka, dan obeng “sakti” kebanggaan saya segera saya keluarkan dari saku celana. 

Sebuah detik yang terasa seperti adegan di film 80-an, saat Conan the Barbarian mengeluarkan pedang saktinya. Kalaupun bukan Conan pastilah  He Man tentunya. (Kalian yang bukan generasi 80-an pasti perlu gugling dulu untuk mengartikannya).

Kemudian perkelahian singkat terjadi dengan hasil salah satu tangan dari dua jeger kampung tersebut terluka. Saya yang (sok) jagoan ini cuma merasakan nyeri dari bibir yang pecah tergoco oleh salah satu dari mereka.

Perkelahian dihentikan oleh beberapa orang dewasa disana, dan sebuah adegan besar terjadi. Saya mendapatkan gelang sakti dari pak polisi yang secara ajaib tiba-tiba ada di sana. Gelang sakti berupa borgol yang terasa sakit menggigit pergelangan tangan yang terikat di belakang badan.

Dengan dibonceng dan tangan diborgol ke belakang, saya dibawa Pak Polisi menuju Polsek Regol. Sebuah pos polisi yang terletak tak jauh dari alun-alun Bandung.

Tak memerlukan pendataan, mungkin karena hari sudah menjelang malam, saya segera dimasukkan ke ruang tahanan. Sebuah ruang dimana terdapat dipan besar yang menempel di tembok pada kedua sisinya dan dipenuhi oleh sekumpulan manusia bermuka bromocorah.

Mendengar kunci pintu dibuka, para penghuni sel tersebut reflek memberi penyambutan dengan menegakkan badan mereka yang sudah rebahan di dipan besar tersebut.

“Ngapain elu bisa masuk kesini?” tanya seorang tahanan dengan badan besar yang belakangan saya tahu bahwa dirinya adalah “pemimpin” tak resmi dari kelompok tahanan disana.

“Gelut, Kang.”

“Baju kamu bagus, buka gih, tukeran sama baju saya,” tambah si badan besar tersebut.

Bak Lionel Messi dan Ronaldo, kami segera membuka kaus masing-masing dan segera bertukar memakainya. Sebuah penukaran yang segera memperkecil lubang hidung saya, karena baju tersebut meruapkan bau ketek yang luar biasa.

“Sepatu kami bagus kayaknya, coba buka.”

Sebuah suara lain memberikan perintah dengan nada yang terdengar lebih liar. 

“Punten, A’. Sepatu saya sudah sobek.”

Sepatu saya buka dan saya tunjukkan sebuah sobekan yang terlihat mengiris hati kepada tahanan yang sungguh bermuka preman tersebut. Dia cuma nyengir dan menunjukkan muka tak berminat kepada sepatu butut saya.

Kemudian tiga hari saya jalani. Sebuah proses rutin tidur di kamar tahanan beramai-ramai dengan badan berdekatan untuk menahan dingginnya udara Bandung saat malam. Dilanjutkan keluar saat pagi untuk sekedar mengobrol dan menggerakkan badan. Ditambah mengambil tugas menyapu kantor polisi sambil mengumpulkan puntung rokok untuk kemudian dilinting kembali dengan mempergunakan kertas papir. Sebuah acara rokok bersama dengan para tahanan yang sama-sama kerenya.

Walaupun rata-rata penjahat yang ditahan disana adalah sekedar penjahat kelas “cere”, tetapi saya belajar brotherhood dengan mereka. Sebuah hal yang jarang saya dapati di dunia luar dimana semua bersaing memperebutkan dunia. Petualangan di dalam penjara kepolisian itu berakhir saat saya merasa bahwa saya tak akan bisa keluar dengan begitu saja.

Pada hari ke-4 saya menitipkan pesan kepada keluarga salah seorang tahanan untuk menghubungi salah seorang sepupu saya. Pesan itu sampai dan kemudian meledakkan sebuah berita besar di kantor polisi tersebut. Kapolsek disana mendapatkan sebuah telepon dari hakim dan kemudian pejabat Mahkamah Agung. Mereka berdua adalah om dan tante saya. 

Sebuah hal besar di jaman orde baru, saat pejabat Mahkamah Agung adalah seorang yang bisa memindahkan seorang kapolsek di Bandung ke Papua dengan tiba-tiba. Tanpa banyak persyaratan, saya segera ditendang keluar dari penjara oleh polisi-polisi yang mendadak ketakutan tersebut.

Kemudian saya kembali ke dunia nyata, setelah terlepas dari dinginnya jeruji penjara. Sebuah dunia yang kemudian saya pandang dengan mata yang berbeda. Mata yang tak lagi terlalu kemelinthi karena sudah ada rasa takut di dalamnya.

 

kemelinthi : sok (sok jagoan, sok tahu dan sok yg lain….tergantung konteks)

Terakhir diperbarui pada 4 April 2022 oleh

Tags: MahasiswaMasa LaluPengalamanPenjara
Niko Adyaksa

Niko Adyaksa

ArtikelTerkait

hidup tanpa circle pertemanan itu asyik dan simpel mojok.co

5 Alasan Nggak Punya Circle Itu Nggak Buruk-buruk Banget

27 Agustus 2020
3 Warung Makan Dekat UIN SAIZU Purwokerto, Pemadam Kelaparan Ramah Kantong Mahasiswa Terminal Mojok

3 Warung Makan Dekat UIN SAIZU Purwokerto, Pemadam Kelaparan Ramah Kantong Mahasiswa

27 November 2022
Ngekos di Pogung Sleman Memang Nyaman, asal Bisa Berdamai dengan Jalannya yang Menyesatkan Mojok.co

Ngekos di Pogung Sleman Memang Nyaman, asal Bisa Berdamai dengan Jalannya yang Menyesatkan

18 Juni 2024
Ormek Adalah Kumpulan Mahasiswa Gila Hormat yang Sebaiknya Diwaspadai Mojok.co

Ormek Lebih Cocok Disebut Kumpulan Mahasiswa Haus Pujian daripada Organisasi Mahasiswa

18 Juni 2025
Saya Menyesal Memilih Jurusan Kuliah yang Baru Buka: Mudah Masuknya, Susah Lulusnya! Mojok.co

Menyesal Memilih Jurusan Kuliah Baru Buka: Mudah Masuknya, Susah Lulusnya!

17 Januari 2024
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Nggak Perlu Iri dengan Jurusan Filsafat yang Kerennya Hanya Sesaat Mojok.co

Mahasiswa Jurusan Sosiologi Nggak Perlu Iri dengan Jurusan Filsafat yang Peluang Kerjanya Sempit

30 April 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru Mojok.co

6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru

27 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

27 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.