Beberapa hari ini, kita berduka akibat bencana banjir yang sedang menimpa berbagai kota di Indonesia. Melihat bagaimana kengerian banjir di linimasa, baik lewat video maupun foto serta melihat kondisi para warga yang terdampak cukup mengiris hati pastinya. Belum lagi melihat derasnya luapan air sungai yang tampak seperti siap menerjang dan melenyapkankan apa saja dalam sekejap mata.
Meskipun saya tidak terdampak langsung bencana banjir dan syukur tinggal di daerah yang tidak rawan banjir. Saya tetap merasa takut melihatnya, ya gimana nggak, lihat kondisi kayak gitu—rumah tenggelam, orang bertahan di atas genteng, kedinginan, kelaparan, dst dst jujur, sungguh bikin saya parno sendiri.
Banjir emang udah bukan lagi bencana yang spesial di negeri ini sih, malah udah kayak budaya kala musim hujan di beberapa tempat di Indonesia. Sampai-sampai banjir disebut bencana musiman. Karena tiap musim hujan pasti kejadian. Hal ini tentu sangat menyusahkan masyarakat yang jadi korban.
Harusnya sih, udah tahu kalau bencana banjir ini musiman, bisa terprediksi, ya mbok dibikin pencegahannya biar nggak terus menerus lestari seperti sekarang ini. Di mana kehadiran Negara hah?? Bukannya itu jadi tugas Negara untuk memenuhi kewajiban mereka menjaga warga negara bebas dari bahaya?? Negara nih apa tidak peduli sama korban banjir apa??
Eits santai dulu bosqu.
Saya tahu banyak dari kita (hah, kita??) yang punya pemikiran seperti itu. Khususnya teman-teman yang terdampak banjir secara langsung. Keadaan serba susah dan mencekam emang paling enak jadi pemicu untuk curhat dan sambat biar senggaknya agak plong meskipun curhat dan sambat tidak menyelesaikan masalah banjirnya.
Dan tentu saja tidak ada yang salah dengan curhat dan sambat kepada Negara—ya siapa lagi coba yang berwenang melakukan mitigasi bencana selain mereka?
Tapi eh tapi, kalau semua salah Negara, dan dengan menyalahkannya masalah banjir bisa selesai, SUDAH DARI LAMA BANJIR LENYAP DARI INDONESIA KARENA SELAMA ITU PULA KITA MENYALAHKAN NEGARA.
Baik, baik, mari kita kembali tenang.
Iya, iya, nyalahin orang itu enak. Kalau udah mikir si A yang salah, segala pembenaran bisa kita cari untuk menunjukannya. Lalu berakhirlah sudah, kita seperti sudah “menunaikan” tanggung jawab dan bisa melipir dari masalah dan berharap masalahnya selesai dengan sendirinya.
Ta ta tapi. Yakin nih kita nggak berpartisipasi terhadap terjadinya banjir ini? Huwala, banjir itu salah kita juga!
Bukan cuma masalah buang sampah sembarangan, kita juga sering merasa sebagai center-of-the-universe lalu tidak memperhatikan bahwa universe adalah center yang sesungguhnya! Tindakan kita yang bodo amat, suka buang-buang makanan, tidak pernah mengelola sampah, dan diem-diem aja ketika ada ehem pembangunan yang AMDAL-nya berantakan, adalah bentuk keegoisan kita terhadap bumi tercinta ini.
Kalau kata Ebiet G. Ade “bisa jadi alam sudah bosan dengan tingkah laku kita”, sebenarnya benar. Kita luput ikut membantu pemerintah untuk mengelola lingkungan hidup. Kalau sudah banjir gini kita tidak turut mengintrospeksi diri tapi malah larut dalam pelarian menyalahkan orang lain.
Kita kurang fokus pada inti persoalan banjir yang sesungguhnya, kita pun tahu banjir adalah bencana musiman tapi kita juga begini-begini saja. Kurang tanggap melindungi dan memperbaiki lingkungan, sampai kita merasakan banjir adalah hal wajar dan kita tidak bersalah karenanya. Kita cenderung diam melihat bagaimana berbagai tindakan tidak bijak juga turut mengancam lingkungan.
Percuma saling menyalahkan, tidak akan membuat banjir surut dalam satu malam. Lebih baik kita jadikan pembelajaran dan berbenah ke depan. Lingkungan yang kita tinggali ini, juga bisa sakit dan sekarang adalah saat yang tepat untuk mengobatinya. Semoga saudara-saudaraku yang terdampak sehat selalu dan sabar, semoga banjirnya lekas surut dan kita langsung berbenah!
BACA JUGA Yang Heboh dan Menyedihkan dari Banjir Jakarta: Jokowi, Coki, Yuni Shara, dan Foto Ketimpangan atau tulisan Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.