Siapa yang nggak tahu Malioboro? Jalan legendaris sekaligus pusat wisata di Jogja yang terletak di jantung kota ini dijadikan benchmark oleh daerah lain hingga muncul Malioboro lain di berbagai kota di Indonesia. Misalnya di Desa Kauman Gresik, Jalan HOS Cokroaminoto Ponorogo, hingga Jalan Ahmad Yani Tegal menjadikan Malioboro sebagai blue print.
Berhubung saya tinggal di Tegal, saya akan mengupas Malioboro Tegal lebih dalam. Layaknya Malioboro Jogja yang asli, Jalan Ahmad Yani Tegal dihias dengan bangku-bangku, trotoar lebar, hingga lampu jalan yang estetis. Bahkan agar lebih mirip dengan Malioboro asli, arus lalu lintas Malioboro Tegal yang semula dua arah disulap menjadi satu arah saja.
Namun meski mendapat julukan Malioboro palsu, ada 3 hal yang justru bisa kita lakukan di Jalan Ahmad Yani Tegal dan nggak bisa dilakukan di Malioboro yang asli. Misalnya hal berikut ini.
Daftar Isi
#1 Bayar parkir menggunakan QRIS
Sempat heboh berita mengenai anggota Dishub yang dianiaya oknum juru parkir di Tegal. Kasus ini nggak diselesaikan dengan cara kekeluargaan, bahkan tetap bergulir hingga peradilan. Entah merespons kejadian tersebut atau nggak, Pemkot Tegal melaunching pembayaran parkir menggunakan QRIS di Jalan Ahmad Yani.
Meski menyediakan opsi pembayaran menggunakan QRIS, pengunjung Malioboro Tegal tetap bisa membayar secara tunai, kok. Dengan QRIS, kita bisa membayar parkir sesuai tarif resmi yang telah ditentukan Pemkot Tegal, yakni Rp2 ribu untuk sepeda motor dan Rp3 ribu untuk mobil. Juru parkir akan menunjukkan QRIS lewat telepon genggam mereka, atau QRIS yang sudah dicetak.
Nggak usah takut uang parkir yang kita bayarkan bakal diselewengkan, Gaes, karena dengan membayar parkir menggunakan QRIS, uang parkir yang telah kita bayarkan otomatis masuk ke kas daerah. Lalu bagaimana dengan pendapatan si juru parkir? Tenang, juru parkir tetap akan mendapatkan sharing profit, kok.
Berbeda dengan Malioboro Tegal yang masih memperbolehkan kendaraan parkir di bahu jalan atau trotoar ini, Malioboro Jogja yang asli menyediakan kantong-kantong parkir bagi kendaraan. Jangankan membayar parkir dengan QRIS, di Malioboro asli, dapat karcis parkir saja sudah syukur.
Jika kalian gabung di grup Facebook Info Cegatan Jogja, kalian dapat dengan mudah menemukan kekecewaan pengunjung Malioboro yang ditutuk tukang parkir alias diminta bayar parkir dengan nominal nggak wajar. Untuk masalah parkir, Malioboro Tegal jelas lebih unggul daripada yang asli.
Baca halaman selanjutnya: Jajan di food truck…
#2 Jajan di food truck
Sama seperti Malioboro Jogja yang asli, Malioboro Tegal juga merelokasi pedagang kaki lima agar predikat sebagai city walk nggak hanya menjadi isapan jempol belaka. Pedagang kaki lima di Jalan Ahmad Yani Tegal akan ditawari berpindah tempat atau tetap boleh berdagang di sana tapi menggunakan food truck.
Food truck merupakan program dari Pemkot agar pedagang di Jalan Ahmad Yani tetap terjaga ketertibannya. Tentu kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Namun pengalaman membeli makanan dari food truck layak kita coba.
Gimana dengan Malioboro asli? Boro-boro food truck, pedagang kaki lima yang semula berdagang di emperan toko dan dipindah ke Teras Malioboro saja mengeluh sepi hingga omzet penjualan mereka menurun.
#3 Bisa lewat di Malioboro Tegal malam hari, Malioboro Jogja nggak bisa karena car free night
Bagi yang belum tahu, Malioboro Jogja yang asli menerapkan car free night setiap hari mulai pukul 18.00-21.00 WIB. Jam-jam yang diharapkan memanjakan pejalan kaki malah jadi ruwet akibat persewaan skuter dan sepeda listrik yang lalu-lalang. Tapi nggak usah khawatir karena hal ini nggak akan dirasakan di Jalan Ahmad Yani Tegal. Sebab di sini nggak mengenal adanya car free night.
Itulah tiga hal yang bisa dilakukan di Malioboro Tegal tapi nggak bisa dilakukan di Malioboro asli. Gimana menurut kalian? Tertarik untuk datang ke Malioboronya Tegal?
Penulis: Arief Nur Hidayat
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mau Dibuat Semirip Apa pun, Daerah Lain Nggak Bakal Bisa Meniru Malioboro Jogja.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.