Bikin Plang, Proker KKN Primitif yang Paling Nggak Guna

Bikin Plang, Proker KKN Primitif yang Paling Nggak Guna

Bikin Plang, Proker KKN Primitif yang Paling Nggak Guna (Pixabay.com)

Mari bersepakat bahwa universitas terbaik Indonesia itu sebenarnya bukan di UGM, UI, ITB, atau UIN, tapi di lingkungan masyarakat. Kesadaran inilah yang mungkin bikin pihak kampus setiap tahunnya menyebar para mahasiswa terbaiknya ke berbagai pelosok desa untuk melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Agenda tahunan ini diharapkan terjadi transfer knowledge antara warga dan mahasiswa.

Selain itu, banyaknya masalah sosial-ekonomi di masyarakat juga nantinya dapat direspons dengan bijak dan baik oleh mahasiswa yang tengah menjalani kegiatan akademik ini. Tapi nyatanya, semakin ke sini agenda KKN tak lebih cuma sekedar formalitas syarat kelulusan semata dengan program kerja yang itu-itu saja.

Ya, masih ada sebagian (untuk tidak menyebutnya kebanyakan) mahasiswa KKN yang sama sekali nggak peka sama situasi dan kondisi di lingkungan masyarakat. Bahkan, kawan-kawan KKN kadang kurang ngerti proker kayak apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh warga sehingga acap kali proker yang dibawa dari kampus nggak jalan sesuai rencana.

Akibatnya, “oknum” mahasiswa ini cuma bisa mengekor kegiatan KKN angkatan sebelumnya ketika program yang sudah dirancang itu gagal total. Dan, tau apa agenda final (baca: putus asa) yang dibikin peserta KKN setelah gagal menjalankan proker? Yap, betul, plangisasi. Plang adalah solusi. Habis gelap terbitlah plang!

Kita tahu, plangisasi adalah proker KKN legendaris (baca: jadul, expired, primitif) yang masih ((eksis)) sampai detik ini. Sebagai kawula muda dusun, nyaris setiap ada mahasiswa KKN di kampung halaman, saya diminta untuk membantu bikin plang yang biasa bertengger di perempatan jalan atau depan rumah pemangku wilayah ini. Yah, meski di beberapa sudut jalan sudah terpasang plang tinggalan KKN sebelumnya yang masih tampak oke, angkatan setelahnya akan tetap maksa njebol dan menggantinya dengan plang baru.

Biasanya, warna plang nama pun akan disesuaikan sama almamater kampus. Misalnya, kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bisa dipastikan plang berwarna hijau tua. Papan yang konon berfungsi sebagai penunjuk arah ini akan ditulisi nama pejabat setempat, kayak lokasi rumah Pak Dukuh, Ketua RW, Pak Lurah, Ketua RT, hingga Ketua PKK.

Melihat siklus mahasiswa KKN dari masa ke masa bikin proker yang begitu-begitu saja (baca: plangisasi), saya jadi bertanya-tanya, sepenting apa, sih, plang nama ini sehingga harus terus dilestarikan? Musibah atau dampak buruk semacam apa yang bakal menimpa warga kalau di kampung halamannya nggak ada plang nama? Apakah masyarakat setempat akan tersesat saat mau ke rumah Pak RW kalau nggak lihat papan ini?

Saya kira, jarang tuh ada kejadian warga setempat yang bingung mencari lokasi rumah Pak Dukuh. Seumur-umur saya juga nggak pernah dengar kabar dari TOA masjid kalau ada tetangga sekitar yang tersesat ke hutan belantara karena lupa lokasi rumah Ketua PKK gegara nggak ada plang nama.

Terus, terus, kalau ada orang luar desa mau ke tempat Pak Dukuh atau Pak Lurah, gimana dongs, Kak? Ya, tinggal nanya warga sekitar lah, justru lebih valid dan bijaksana. Gitu aja ribet, sih. Aneh!

Maksud saya begini. Plang nama RT/RW/Dukuh/Lurah itu sudah sangat klasik, lapuk, dan primitif di dunia per-KKN-nan. Katanya sudah era 4.0 dan mau jadi agen perubahan, lha kok proker tinggalan zaman batu nir-faedah gitu dilestarikan. Lagian kebanyakan warga saya kira nggak peduli-peduli amat sama keberadaan plang nama. Contoh kasus di kampung Mas Yamadipati Seno itu, banyak ditemukan plang yang sudah rusak, gapuk, dan bahkan nggak berbekas sama sekali, tapi toh masyarakat cuek-cuek saja tuh, nggak ada demo-demo bakar ban di jalan gitu menuntut pembuatan plang nama RT/RW.

Masih banyak persoalan-persoalan krusial dan lebih urgent di ruang lingkup pedesaan ketimbang bikin plang KKN. Kayak masalah minimnya penerangan jalan, kurangnya kesadaran pentingnya pengarsipan, dan lainnya. Kalau tetap kukuh mau bikin semacam plang tapi berguna, ya, bikinlah stiker atau tulisan tentang larangan parkir di depan rumah itu, jelas, komprehensif, dan tepat sasaran!

Kan masih banyak opsi proker KKN yang lain. Nggak tau apa nggak mau tahu nih?

Peraturan larangan parkir di depan pintu rumah warga ini saya kira lebih penting daripada sekedar bikin plang nama-nama pejabat lokal. Parkir sembarangan di rumah orang nggak dikenal menjadi masalah krusial yang perlu segera diatasi. Nggak cuma terkesan nol attitude, kebiasaan parkir di depan rumah warga ini juga rawan baku hantam.

Bayangkan saja, kalau ada warga yang nggak terima rumahnya dijadikan area parkir, bukan tidak mungkin tuan rumah akan mencaci-maki dan menghajar pemilik kendaraan. Tau sendiri kan masyarakat kita seperti apa, lebih hobi adu pukul daripada berdamai, ygy. Bukankah hal ini lebih urgent ketimbang plang nama RT/RW yang terkesan minim esensi?

Selain masalah parkir sembarangan, peserta KKN juga bisa bikin program sosialisasi dan memberi contoh terkait pentingnya menaati aturan tamu 1×24 jam wajib lapor ke pemangku wilayah. Aturan ini cukup penting dijalankan untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan kerukunan antar warga dari tindak keriminal. Ini yang seharusnya dilakukan oleh tim KKN, bukan malah menyuburkan mental mainstream, kayak bikin plang itu.

Yah, sebagai seorang civitas akademik memang sudah semestinya peka sama situasi dan kondisi di lingkungan masyarakat. Modal teori ndakik-ndakik dari kampus saja, saya kira nggak cukup untuk mengerti keadaan warga yang sebenarnya. Untuk itu, cara terbaik memupuk kepekaan dan “rasa” dengan lingkungan sekitar adalah kembali ke kampung halaman. Jadi, kalau ada libur semester, sempatkan diri untuk pulang ke rumah, menemui keluarga, dan tanyakan kondisi di lingkungan sekitarmu. Dengar dan rasakan, biar nanti kalau tiba waktu KKN nggak cuma bikin plang. Salam mahasiswa!

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA KKN: Tak Lebih dari Ajang Adu Gengsi dan Bikin Konten

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version