Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Berpikir Positif itu Melelahkan

Hanif Amin oleh Hanif Amin
11 Juni 2019
A A
berpikir positif

berpikir positif

Share on FacebookShare on Twitter

Saya pernah terobsesi untuk punya pikiran positif. Semacam proses berpikir yang memilih untuk melihat keuntungan dan kelebihan dari sesuatu hal kemudian menolak sisi gelap, jahat atau sial, merasuk pada pikiran. Usaha terbesar yang saya lakukan adalah membeli sebuah buku dengan embel-embel ‘positive thinking‘ pada judulnya.

Saya melahap buku tersebut dengan semangat. Mempraktekkan apa yang diminta untuk dipraktekkan. Beberapa hal yang teringat sekarang adalah betapa kerasnya usaha saya untuk membuat afirmasi-afirmasi—pernyataan semacam “saya akan jadi orang sukses”, “saya akan rajin”, dan sebagainya—dan mencoba sekeras mungkin untuk memunculkan pikiran positif dalam kepala tiap saat.

Butuh beberapa bulan sejak itu untuk sadar—dan mengakui—kalau semakin saya berpikir positif, semakin jelas kecemasan terbayang di kepala. Dan yang tersisa di akhir cuma rasa lelah akibat bertempur dengan diri sendiri—usaha sia-sia yang justru membuat frustasi.

Beberapa tahun terlewat dan saya merasakan kekecewaan demi kekecewaan, membaca buku demi buku, menonton film demi film hingga tercapai satu kesimpulan—berpikir positif itu melelahkan. Semakin saya tahu, semakin banyak keputusasaan yang saya rasakan.

Keraguan dan pesimisme pun makin berlipat. Saya semakin sering melihat orang-orang yang harus berjalan merangkak—menutupi identitas dan membatasi kebebasan mereka—akibat tetapan ‘moral’ yang absurd dari masyarakat.

Saya mencoba melihat sesuatu yang positif dari semua hal tadi tapi yang tersisa cuma kemarahan dan rasa jijik karena pikiran saya jadi mencoba untuk berpura-pura tidak peduli pada aroma tahi yang disajikan begitu hangat di depan hidung.

Saya tak tahan dan memutuskan untuk mempertanyakan—apa yang positif dan yang baik itu? Dan jika kejahatan itu ada—untuk apa lari dari lumpur-lumpurnya lalu mencoba mencari surga jika yang kita lakukan dengan berlari hanya menambah besar kubangannya? Kenapa tidak menghadapi kejahatan—mengakuinya sebagai sesuatu yang ada dan tidak memperlakukannya sebagai hantu?

Pada akhirnya, berpikir positif justru lebih terasa sebagai bentuk pelarian diri dan kepengecutan yang dikomersilkan. Ia dikemas begitu cantik sementara isi dalamnya tak lebih dari kiat-kiat sukses untuk melarikan diri dari kenyataan—yang ketika dipraktekkan pun sering gagal.

Baca Juga:

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

Facebook Adalah Seburuk-buruknya Tempat Curhat Soal Kulit dan Minta Rekomendasi Skincare

Hal positif apa yang ingin dicari pada orang-orang malang yang terusir hanya karena percaya pada Tuhan yang berbeda dari mayoritas penduduk? Pada kehancuran perlahan dari planet yang terus dilakukan tanpa rasa bersalah. Pada hidup yang penuh ketidaktahuan, yang tiap nafasnya ditujukan pada sesuatu yang tak dapat dibuktikan, yang pada tiap detiknya kita terbelenggu oleh sistem-sistem yang dikoordinir oleh sesuatu yang sama sekali tidak dapat kita kendalikan.

Perjalanan hidup manusia adalah gelembung ketidaktahuan dalam berbagai ragam bentuk. Di satu belahan planet, ketidaktahuan ini dirayakan. Di tempat lain ia dimodifikasi untuk dijadikan jalan hidup. Di banyak wilayah, ketidaktahuan dijadikan suatu kompas moral—mana yang baik mana yang jahat. Tentu saja yang punya kuasa untuk melakukan ini adalah suatu entitas yang mempunyai kekuatan.

Kebaikan tidak mungkin datang dari mereka yang lemah karena detik berikutnya satu entitas yang kejam—dari sudut pandang si lemah—, asalkan mereka kuat, akan menjungkirbalikkan segalanya dan memaksa si lemah untuk tunduk pada konsep si kuat.

Positif—sesuatu yang baik—adalah semata-mata ketidaktahuan. Sesuatu yang absurd dan berlaku berbeda-beda pada tiap individu atau kelompok. Sesuatu yang dianggap baik bisa jadi adalah kejahatan di pihak lain. Satu-satunya konsep yang nyata adalah kekuatan.

Lalu saya ingin memaksa diri untuk melihat hal positif dari kenyataan-kenyataan ini? Saya memilih untuk meludahi segala omong kosong soal realita dan menghadapinya meski pahit.

Tiap orang atau kelompok memperjuangkan moralitasnya sendiri sesuai dengan kapasitas kekuasaan mereka. Dan saya tak punya pilihan lain selain terjun ke dalam baku-hantam yang sadis, ganas lagi menjijikan ini kalau tidak mau tergilas dalam kepura-puraan.

Menerima semua ini sebagai kenyataan dan berjuang, setidaknya agar tidak diinjak terlalu keras di bagian perut dan kepala. Lalu jika punya waktu dan kekuatan lebih, memanjakan nafsu dan menenggak pil kebahagiaan sebanyak-banyaknya agar hidup terasa hebat meski segalanya hanya ilusi.

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: Baik dan BurukBerpikir PositifCurhat
Hanif Amin

Hanif Amin

Manusia biasa, menulis juga di mesintinta.wordpress.com.

ArtikelTerkait

kecap

Kecap Manis yang Terdiskriminasi

2 Agustus 2019
pemalu

Jangan Salah Paham dengan Pertemanan Kami, Para Pemalu

20 Agustus 2019
salah jurusan

Masuk Kuliah: Saatnya Salah Jurusan

2 Agustus 2019
Kenapa Kita Bisa Menyelesaikan Masalah Orang Lain, padahal Masalah Sendiri Saja Nggak Kelar-kelar?

Kenapa Kita Bisa Menyelesaikan Masalah Orang Lain, padahal Masalah Sendiri Saja Nggak Kelar-kelar?

29 Agustus 2022
curhat jomblo pacaran cerita cinta mahasiswa pasangan mojok.co

Kenapa Emang Kalau Suka Curhat ke Orang yang Belum Dikenal?

17 Mei 2019
copet

Copet Dapat Beraksi Di Mana Saja, Waspada Terhadap Segala Modusnya

8 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.