• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Belajar Menjadi Manusia Bersyukur ala Ika Natassa

Erwin Setia oleh Erwin Setia
6 November 2019
A A
Belajar Menjadi Manusia Bersyukur ala Ika Natassa
Share on FacebookShare on Twitter

Saya mula-mula mengetahui nama Ika Natassa dari toko buku. Saya takjub betapa berbagai judul novel karangannya berderet di rak-rak. Saya kira Ika Natassa adalah penulis sastra pilih tanding layaknya Eka Kurniawan atau Leila S. Chudori. Sampai suatu hari saya membaca novelnya. Saya dibuat terperangah dengan isi novelnya yang dipenuhi istilah keminggris, nama-nama produk yang harganya selangit, dan konflik yang sinetron banget.

Tak ayal, saya tak mampu menamatkan buku itu. Sebab, tiap kali nama-nama produk tertentu macam tas atau jam tangan mahal muncul di sela cerita, jiwa kemisqueenan saya bangkit. Selera baca saya terlalu proletar untuk novel Ika Natassa yang kelewat borjuis.

Bertahun-tahun saya main Twitter—meski sempat vakum, sih—nama Ika Natassa menjadi salah satu penulis yang paling sering saya lihat berseliwer di Twitter. Ia sudah punya seratusan ribu lebih followers, sedangkan followers saya masih bisa dihitung dengan jari. Untung saja amal perbuatan seorang manusia tak dilihat dari banyaknya followers Twitter. Kalau saja demikian, tentu saya akan tersedu-sedu dan berusaha untuk kursus memperbanyak followers kepada Ika Natassa.

Selaras dengan buku-bukunya yang selalu best seller, tweet-tweet Ika juga tak jarang mengundang perhatian banyak orang. Sayangnya bukan dalam arti yang positif. Beberapa kali ia sempat tersandung karena mempertontonkan mental borjuisnya melalui sebuah cuitan—yang mungkin tak ia sadari menyinggung banyak orang.

Horang kayah emang suka gitu, sih, ya. Ngetweet, bikin status medsos, atau upload foto yang kadang nggak peka keadaan. Misalnya dengan memamerkan kekayaan mereka dan berbangga diri sambi mengatai orang yang tak beruntung sebagai pemalas yang enggan bekerja keras. Huh, dasar.

Yang terbaru adalah cuitan Ika Natassa yang mengungkapkan rasa bersyukurnya karena melihat orang-orang yang dulu dia kenal masih gitu-gitu aja hidupnya. Sedangkan dia semakin maju dan beruntung karena bisa kaya dengan uang hasil royalti buku dan gaji pekerjaannya yang mentereng.

Sesungguhnya bersyukur adalah sesuatu yang baik adanya. Tapi, tunggu dulu. Tampaknya ada yang luput dari pandangan seorang Ika Natassa. Barangkali di pikiran Ika orang-orang yang dia bilang hidupnya masih gitu-gitu aja, hidup mereka susah karena mereka nggak mau bekerja keras seperti Ika Natassa. Coba saja mereka bekerja sekeras dan seproduktif Ika Natassa, pasti mereka nggak bakalan jadi orang susah dan stagnan hidupnya.

Eits, perkaranya—seperti kata Dea Anugrah dalam liputan berjudul Mengurai Manggarai, “Keadaan tak pernah segampang bacot yang berjarak dari kenyataan.”

Ya, kemiskinan tak sesederhana seseorang nggak bekerja keras atau malas. Menurut Tempo dalam Kemiskinan Struktural dan Bantuan Hukum, ada tiga sebab mengapa kemiskinan terjadi. Pertama, kemiskinan natural yang bergulir secara alami, akibat minimnya mutu manusia dan langkanya kekayaan alam. Kedua, kemiskinan kultural yang dipicu budaya atau mental yang mendorong orang hidup miskin, seperti malas bekerja, nihil kreativitas, dan absen gairah hidup untuk maju. Ketiga, kemiskinan struktural, yang dibuat tangan manusia dalam wujud kebijakan negara, sehingga lahir kesenjangan struktur ekonomi. Bisa jadi kebijakan diam-diam mengangkangi konstitusi demi kelanggengan kekuasaan, atau kebijakan yang dijadikan alat dominasi faktor produksi guna kejayaan bisnis.

Nah, jenis ketigalah yang kenyataannya sering terjadi. Banyak orang-orang yang justru bekerja lebih keras dan lebih lama daripada kebanyakan orang tetap saja hidup susah. Ini tentu memunculkan pertanyaan di benak kita: Kenapa bisa begitu? Jawaban dari pertanyaan itu bisa sesingkat “memang begitulah adanya” atau bisa juga sangat panjang dengan membawakan data dan analisa tentang ketidakbecusan pemerintah dalam mengelola distribusi ekonomi yang adil.

Atas dasar inilah, tweet Ika Natassa menjadi tidak relevan. Tentu saja kita tidak bisa melarang Ika Natassa menjadi orang kaya dan orang yang penuh rasa syukur. Bagaimanapun, mungkin keberuntungan Ika Natassa memang didapatnya berkat kerja kerasnya seorang diri. Bukan karena memang dari orok dia sudah tajir karena bapak-ibunya konglomerat atau dia punya banyak kenalan yang memuluskan jalan hidupnya.

Akan tetapi, menyandingkan rasa syukur atas keberuntungan hidup diri sendiri dengan kesusahan yang diderita orang lain—yang mana faktor penyebabnya sangat kompleks—tentu tak elok. Apalagi kalau hal itu dilakukan oleh seorang penulis yang sudah menelurkan banyak buku. Padahal kan sejak jauh-jauh hari Pramoedya Ananta Toer sudah bilang, “Seorang terpelajar harus adil sejak dalam pikiran.” Penulis tentu terpelajar, kan? Terlebih penulis yang pada tiap bukunya penuh dengan kosakata “borjuistik”.

Tapi, ada sisi baik—selalu ada sisi baik dalam tiap kontroversi—yang bisa kita ambil dari tweet Ika Natassa tersebut, yaitu soal bersyukur. Walaupun caranya agak norak dan menyakiti banyak orang, paling tidak Ika Natassa sudah berusaha mengajarkan kepada kita pentingnya bersyukur. Kita memang harus banyak-banyak bersyukur walau hidup kita tak seenak hidup Ika Natassa.

BACA JUGA Menjadi Bijaksana Seperti Ika Natassa atau tulisan Erwin Setia lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 6 November 2019 oleh

Tags: bersyukureka kurniawanIka NatassaTwitter

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Erwin Setia

Erwin Setia

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

ArtikelTerkait

Nikah Gratis di KUA: Sebuah Tren yang Layak Dinormalisasi dan Dirayakan

Nikah Gratis di KUA: Sebuah Tren yang Layak Dinormalisasi dan Dirayakan

2 Februari 2023
Nasi Minyak, Makanan Enak tapi Jahat Terminal Mojok

Nasi Minyak, Makanan Enak tapi Jahat

20 Januari 2023
5 Dosa Shopee Affiliator di Twitter Terminal Mojok

5 Dosa Shopee Affiliator di Twitter

13 Desember 2022
Second Account, Tempat Paling Merdeka di Media Sosial

Second Account, Tempat Paling Merdeka di Media Sosial

13 November 2022
Twitter, Tempat Orang Berlomba Menjadi Jahat

Twitter, Tempat Orang Berlomba Menjadi Jahat

10 November 2022
Tiktok (Pernah) Dianggap Medsos Goblok, Padahal Twitter dan Instagram Sama Saja Gobloknya (Unsplash.com)

Tiktok (Pernah) Dianggap Medsos Goblok, Padahal Twitter dan Instagram Sama Saja Gobloknya

28 September 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Yang Bisa Dipelajari dari Penulis Novel

Yang Bisa Dipelajari dari Penulis Novel

gangguan jiwa psikolog Depresi Itu (Nggak) Cuma Butuh Didengarkan

Depresi Itu (Nggak) Cuma Butuh Didengarkan

Memperbesar Peluang Sukses Menurut Teori Probabilitas

Memperbesar Peluang Sukses Menurut Teori Probabilitas



Terpopuler Sepekan

4 Alasan Wajib Pakai Telkomsel meski Cuma Kartu Cadangan Terminal Mojok Farzand01 Shutterstock
Gadget

Telkomsel, Provider Seluler yang Diskriminatif

oleh Muhammad Arif Prayoga
4 Februari 2023

Kok bisa harga-harganya beda?

Baca selengkapnya
5 Dosa Tukang Tambal Ban yang Perlu Banget Kalian Ketahui

5 Dosa Tukang Tambal Ban yang Perlu Banget Kalian Ketahui

5 Februari 2023
Surat Terbuka untuk Yuli Sumpil dari Fans Persis Solo yang Pernah Mengagumi Arema (Unsplash)

Surat Terbuka untuk Yuli Sumpil dari Fans Persis Solo yang Pernah Mengagumi Arema

3 Februari 2023
Sebagai Warga Surabaya, Saya Setuju Ibu Kota Jawa Timur Pindah ke Malang Terminal Mojok

Sebagai Warga Surabaya, Saya Setuju Ibu Kota Jawa Timur Pindah ke Malang

5 Februari 2023
4 YouTuber Berkualitas yang Bakal Bikin Pinter Kaum Micin

4 YouTuber Berkualitas yang Bakal Bikin Pinter Kaum Micin

5 Februari 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=FyQArYSNffI&t=47s

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!