“Konsumerisme membawa kita pada sebuah zaman berkelebihan, kondisi yang saya sebut, ‘0besistuff’. Banyak dari kita memiliki barang yang sebetulnya tidak tahu bagaimana menangani, bahkan menyadari kondisi itu.”
Kutipan diatas adalah salah satu komentar Dee Lestari seorang penulis mengenai buku The Life-Changing Magic of Tidyng Up yang ditulis oleh Marie Kondo yang mengajarkan tentang berbenah yang dapat merubah hidup, mungkin terdengar aneh dan tidak mungkin. Tapi buku ini jika dibaca dengan detail, beberapa poin akan membuat kamu sadar, bahwa hal kecil yang buruk juga akan memiliki dampak yang cukup besar.
Aku beli buku ini (The Life-Changing Magic of Tidyng Up) awal tahun 2017 dan aku membaca buku ini butuh waktu dua tahun, ya karena bacanya nunggu mood dulu hahaha. Aku akan mereview buku ini namun bukan berapa tebalnya, bagaimana sampulnya, bagaimana alur cerita buku tersebut, bukaan. Tapi practek effect dari buku ini tentang hidup yang minimalis. Lembar per lembar ku baca dan dimana aku berada pada posisi di titik oh iyya benar aku begini, oh gini efeknya, bisa kaya gitu yah, dimana tingkat kesadaran dan keinginan ku untuk berubah semakin menggebu-gebu. Semakin mencari tahu konsep ini aku bisa sangat relate karena memiliki barang yang banyak yang terkadang tidak dibutuhkan akan merepotkan.
Beberapa tahun belakangan, memang gaya hidup minimalis emang sedang tren. Banyak yang yang mendengar istilah minimalis mungkin sesuatu yang berhubungan seni atau arsitektur. Tapi ternyata minimalis lebih dari itu. Dari buku Marie Kondo yang saya baca intinya: jangan menaruh barang sembarangan, buang barang yang tidak berguna, dan hiduplah bahagia. Sadar atau tidak, ternyata terlalu banyak barang juga membuat tingkat kebahagiaan berkurang. Alasannya karena sering mengeluh dengan banyak barang, sering ngomel kalo cari barang yang tidak ketemu, yang membuat pikiran positif kita bisa berkurang.
Terkadang kita sering melakukan kegiatan setiap hari yang sepele tapi kalau kita perhatikan, sebenarnya bisa merubah hidup kita. Oke, sebelum menjelaskan lebih lanjut, Saya awali dengan moto “Membuang Barang, Membuang Kenangan”.
Saya sering sekali menyimpan barang pemberian teman, kado, kertas bekas, yang kadang bisa numpuk dalam penyimpanan dan tidak tersentuh sama sekali dan akhirnya usang dan kebuang. Contoh nya menyimpan dashboard hape, menyimpan kartu ucapan ultah dari teman, menyimpan kado/souveniar pernikahan teman, kabel-kabel rusak, charger rusak, kertas-kertas catatan kecil yang numpuk, itu kebiasaan kita bukan? Ternyata itu kebiasaan buruk. (kalo mau hidup minimalis). Dalam buku ini banyak yang menulis detailnya, dari gimana cara nyimpan slip gaji, menata buku yang benar, bagaimana menyikapi uang receh.
Saat ini aku sedang kearah minimalis. Saya ingin merumuskan gaya hidup minimalis yang harus saya lakukan. Masih jauh perjalanan saya, masih banyak ketololan-ketololan yang saya lakukan dengan sadar. Saya sekali lagi, igin mengingat ini dan menulis beberapa poin penting yang harus saya benahi dan menyikapi barang.
- Uang Receh
Saya pastikan uang receh itu langsung masuk ke dompet bukan ke celengan. Jika memasukan uang receh, saya hanya memindahkan dan akan menelantarkan lagi. Sejujurnya memang banyak orang yang tak pernah menggunakan uang receh apabila sejak awal tidak memiliki tujuan yang jelas akan diapakan uang tersebut. Demi menyelamatkan uang-uang yang terbengkalai di rumah, saya akan masukkan ke dompet!.
- Menyortir kertas
Buang kertas yang tidak terpakai, jangan hanya didiamkan. Simpan kertas secara vertikal. Membuang kertas apa saja yang tidak termasuk tiga kategori ini.: masih dipakai, dipakai dalam kurun tertentu, atau harus disimpan dalam waktu tak terbatas.
- Kartu ucapan dan semacamnya
Buang saja jika dengan membaca tidak memberi kebahagian. Karena pada akhirnya, kartu tersebut akan terlantar.
- Buku yang boleh disimpan
Daripada banyak buku yang terlihat tapi tidak terbaca, lebih baik disortir buku kesukaannya biar bisa sering dibaca daripada harus menulis di notes, yang saat itu kita berfikir bisa say abaca lagi kemudian hari”. Tetapi pada akhirnya tidak pernah terbaca.
Dan masih banyak lagi hal kecil yang sudah saya sadari, pun yang masih belum saya sadari.
“Membuang barang, membuang kenangan”.
“Buang saja barang yang tidak membangkitkan kebahagiaan.”
Saya sudah mencoba menerapkan slogan diatas. Saya mencoba memilah benda mana yang mendatangkan kegembiraan. Ketika saya menyentuh barang, dan saya bertanya pada diri sendiri, apakah saya butuh barang ini? Pasti menemukan jawabannya. Yang sulit adalah ketika sudah tahu barang itu tidak berharga, yang sulit membuat keputusan membuang atau mempertahankan. Kita sering memiliki banyak dalih supaya tidak membuang, misalnya, “saya akan menyimpan charger rusak ini, siapa tahu bisa dibenahi dan aku membutuhkannya kapan-kapan.. “ atau, “aku akan menyimpang tas pemberian teman saya ini, walau sudah rusak…”. ketika kita enggan untuk membuang barang tertentu sejatinya akan berakar pada dua hal: keterikatan masa lalu atau kecemasan akan masa depan.
Proses berbenah itu menyakitkan terkadang. Proses berbenah seringkali memaksa kita untuk bersikap jujur menghadapi ketidaksempurnaan diri, kekurangan kita, dan pilihan bodoh pada masa lalu.
Kalau kita sudah terbiasa membuang barang yang tidak berguna, kita akan mudah melupakan kenangan yang buruk. Kok bisa? Secara perlahan ternyata juga mengajarkan kita tentang keiklasan. Keiklasan yang besar lahir dari keiklasan yang kecil. Sekarang saya merasakan hal tersebut, saya sering bersikap datar tentang-tentang hal yang bersifat kesukaan, saya sering yasudahlah… lapang dada dan sabar dalam menghadapi kondisi. Suatu hari baju kesukaan saya hilang di laundry, dan saya dengan mudahnya mengiklaskan barang tersebut. Memang ga gampang, tapi tidak ada perbuatan lain selain mengiklaskan. Mengumpat hanya akan menambah kemarahan bukan? Jangan lupa, Ucapan terimakasih terhadap barang tersebut yang sudah menemani, bisa jadi akan mengurangi negative thing pada barang tersebut. Karena sesungguhnya sesuatu yang hadir dalam hidup kita, selalu bisa bermakna jika kita selalu mensyukurinya.
Dalam proses berbenah rumah, berbenah diri. Pusatkan perhatian untuk melihat barang membangkitkan kebahagian untuk menikmati hidup berdasarkan standar diri sendiri. Kebahagiaan mutlak hanya kita yang bisa menemukan.