Membaca tulisan Mas Firdaus Deni Febriansyah yang berjudul “Saya Adalah Salah Satu Korban Iklan Mi Instan Lemonilo yang Ternyata Rasanya Bikin Kecewa“, cukup membuat hati saya kecewa. Bukan, bukan kecewa pada mi Lemonilo-nya, tapi pada apa yang disampaikan oleh sang penulis.
Begini, di satu sisi penulis mengatakan bahwa iklan mi Lemonilo berdusta tentang rasa. “Rasa minya eneg dengan bumbu yang terlalu kuat,” katanya. Namun, di sisi lain, penulis mengatakan, “Mungkin saja rasa yang kurang nendang ini memang menandakan mi instan Lemonilo adalah mi yang benar-benar sehat sesuai apa yang diiklankan. Karena harus diakui, sebenarnya makanan sehat adalah makanan yang nggak enak.”
Jadi sebenarnya, bumbunya yang terlalu kuat, atau rasanya yang kurang nendang? Penulis sendiri pada akhirnya berkesimpulan, “Karena harus diakui, sebenarnya makanan sehat adalah makanan yang nggak enak.”
Hmmm….
Saya sendiri pernah mencoba mi instan Lemonilo satu dua kali. Sebelumnya, saya biasa makan Indomie tante (tanpa telor) maupun intel (Indomie telor) di warung-warung Aa’ semasa kuliah di Jogja. Sedangkan di rumah, mi yang hampir selalu ready stock adalah Mie Sedap. Ya, keluarga kami sudah memutuskan untuk convert dari Indomie ke Mie Sedap, walaupun Indomie di masa itu berusaha keras meraih kembali dominasinya di jagat per-mie-an Indonesia, dengan mendapuk 3 Diva sebagai bintang iklannya.
Memang ada perbedaan rasa di antara ketiga mi yang penah saya coba itu. Dan menurut saya, target pasar dari Lemonilo jelas berbeda. Bukan, maksud saya bukan untuk orang yang lebih berduit atau apa pun. Namun, mereka menyasar orang-orang yang lebih memperhatikan kesehatan, entah karena pernah mengalami pengalaman penyakit lambung akut, atau karena termakan kampanye “bahaya MSG”.
Saya sendiri tidak mengetahui dengan pasti seberapa sehat mi Lemonilo dibanding dengan mi instan yang lain. Namun, inilah yang dinamakan strategi iklan.
Wong iklan kampanye saja strateginya bisa macam-macam. Tiap calon kepala daerah berhak mengatakan merekalah yang paling jujur dan bersih dari korupsi. Kenyataannya? Entah.
Itu sebabnya, tiap produk sah-sah saja menggunakan strategi macam mi Lemonilo. Bandingkan coba, dengan iklan Le Minerale yang mendaku diri sebagai minuman kemasan paling sehat. Sah-sah saja mereka mengatakan demikian. Wong, namanya strategi iklan.
Apakah strategi itu berhasil? Bisa ya, bisa tidak. Seperti yang saya katakan tadi, untuk orang-orang yang sangat memperhatikan kesehatan, bisa jadi mereka akan mengubah pilihan air kemasan sehari-harinya, dari Aqua atau Ades, menjadi Le Minerale.
Jadi ya, termasuk untuk urusan mi, tentu saja jika target pasarnya berbeda, lidah yang disasar pun berbeda. Orang-orang yang sangat concern dengan kesehatan tak akan terlalu mempedulikan rasa. Yang penting sehat, kata mereka.
Walau demikian, membandingkan rasa mi Lemonilo dengan rasa makanan di rumah sakit tentu saja terlalu jauh.
Rasa mi Lemonilo, menurut saya masih tergolong masuk akal, jika tidak mau dikatakan enak. Terlebih, tekstur minya itu lho yang menurut saya harus lebih di kedepankan, lembut dan tidak sepadat mi biasanya. Harapannya, residu mi Lemonilo akan lebih mudah dicerna oleh usus sehingga urusan ke belakang pun menjadi lebih lancar.
Simpulannya, apakah Lemonilo enak?
Ya, tergantung lidah masing-masing penikmatnya.
Apakah ada yang merasa kecewa dengan rasa dari Lemonilo karena berbeda dengan ekspektasi?
Ya bisa jadi.
Apakah iklan Lemonilo berdusta?
Tentu saja tidak!
Oh ya, agar tidak dianggap sebagai iklan, saya masih setia sebagai penganut Mie Sedap garis keras dan air kemasan isi ulang tak bermerek.
BACA JUGA SuperMi Nutrimi Adalah Inovasi yang Lebih Superior Dibandingkan Lemonilo dan tulisan Yesaya Sihombing lainnya.