Jujur saja, awalnya saya enggan menulis artikel ini. Membela bangsa yang terjajah harusnya menjadi common sense orang Indonesia. Tapi malah semakin banyak ungkapan nggak masuk akal yang cenderung memaklumi penjajahan Israel atas Palestina. Apalagi sampai mencatut Alkitab sebagai alasan legalitas aneksasi berdarah ini.
Percayalah, tidak ada pemakluman terhadap tragedi berdarah ini. Perang dan penjajahan di tanah suci bukanlah apa yang diajarkan Yesus. Dan yang pasti, tidak ada cinta kasih ketika ribuan nyawa melayang karena penjajahan. Jadi, kenapa kita harus memaklumi penjajahan yang sudah terjadi puluhan tahun ini?
Daftar Isi
Argumen membela Israel adalah argumen yang melupakan perintah Allah
Tanah terjanji selalu menjadi landasan beberapa orang untuk membela penjajahan Israel atas Palestina. Istilah ini merujuk kitab Perjanjian Lama yang kental dengan janji Allah bagi bangsa Yahudi. Memang, berulang kali janji ini terucap. Sejak Abraham sampai Musa, tanah Kanaan yang kini menjadi lokasi konflik berdarah Israel-Palestina selalu menjadi fokus utama janji Allah ini.
Apakah janji ini menjadi legalitas perebutan wilayah oleh Israel? Ini akan menjadi perdebatan yang tak akan selesai. Tapi, apakah Allah menginginkan konflik berdarah ini? Jika kita kembali mengingat 2 dari 10 Perintah Allah, yaitu “jangan membunuh” dan “jangan mengingini milik sesamamu secara tidak adil” ada di dalamnya.
Allah sendiri lho yang memerintahkan itu kepada kita. Lalu bagaimana kita bisa memaklumi penjajahan Israel atas Palestina?
Tidak perlu sampai mencari argumen baru masalah tanah terjanji. Apalagi mengulangi glorifikasi bangsa Yahudi saat berjuang kembali ke tanah Kanaan. Semua argumen yang kamu lontarkan untuk membela Israel akan berlawanan dengan perintah Allah sendiri.
Bukankah Yesus juga menekankan cinta kasih di atas hukum manusia? Bahkan sampai menimbulkan konflik dengan para imam besar?
Tidak ada cinta kasih di aksi penindasan Israel atas Palestina
Ketika ada yang bertanya apa inti ajaran Yesus, umat Katolik akan menjawab, “Cinta kasih!” Betul, karena itulah hukum tertinggi. Yesus memberi contoh nyata bagaimana hukum cinta kasih adalah hukum tertinggi.
Yesus pernah mengampuni seorang pezina yang mendapatkan hukuman rajam. Bahkan dia tidak bergeming ketika para imam menunjukkan hukum taurat yang melegalkan rajam. Semua karena hukum cinta kasih lebih tinggi dari hukum para imam.
Yesus juga menyembuhkan orang sakit di hari Sabat. Ini hari tersuci yang melarang manusia untuk beraktivitas. Namun, dalam Markus 2:27, “Lalu kata Yesus kepada mereka, “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.”
Ayat ini istimewa bagi saya karena Yesus mementingkan keselamatan dan kasih pada sesama melebihi apa yang dipaksakan para imam Yahudi. Tidak ada alasan untuk menunda keselamatan dan cinta kasih, bahkan saat hari tersuci. Jika Yesus saja mementingkan cinta kasih di atas hari Sabat, siapa kita yang berani mementingkan legalitas penjajahan di atas hukum kasih?
Ketika bicara penjajahan Israel atas Palestina, bagaimana kita mengambil sikap? Apakah mengedepankan perkara tanah terjanji? Atau mengutamakan hukum kasih yang diajarkan Yesus sendiri?
Jadilah orang Samaria yang baik hati
Selain argumen perkara tanah terjanji, ada sentimen agama ketika memandang penjajahan Israel atas Palestina. Banyak yang memandang konflik berdarah ini sebagai perang agama antara Islam dengan Yahudi. Sialnya, isu ini masih saja menjadi faktor utama dalam menyikapi penjajahan Israel atas Palestina.
Lagipula, untuk apa menyibukkan diri pada isu agama dan rasial? Bukankah Yesus telah memberi pelajaran berharga melalui perumpamaan orang Samaria yang baik hati? Kalau lupa, coba baca lagi Injil Lukas 10:25-37. Anda menemukan apa dari perumpamaan ini?
Yesus mengajak kita untuk mengutamakan cinta kasih di atas suku, agama, ras, dan golongan. Perumpamaan ini menekankan bagaimana orang Samaria mengutamakan cinta kasih ketika menolong orang yang babak belur setelah dirampok.
Orang Samaria tidak bertanya korban tersebut dari suku apa. Tidak pula bertanya apa agama korban. Bahkan tidak bertanya kenapa korban babak belur di tengah jalan. Yang dia lakukan adalah mengobati korban, menitipkannya di penginapan, dan meninggalkan uang untuk merawat korban.
Yesus menyampaikan sebuah pesan yang sangat jelas maknanya. Utamakan cinta kasih dan tolak segala diskriminasi serta stigma terhadap manusia. Ketika bicara cinta kasih, tidak ada isu SARA di sana. Termasuk ketika kita mengambil sikap dalam penjajahan Israel atas Palestina.
Tugas kita adalah menyuarakan perdamaian
Hukum cinta kasih jelas menuntun kita dalam mengambil sikap di tengah penjajahan Israel atas Palestina. Sebagai murid Yesus, kita membenci segala perebutan hak, penghilangan nyawa, dan segala penindasan terhadap kaum lemah. Kita harus mengutamakan perdamaian daripada argumen mencari pelegalan dan pemakluman sebuah penjajahan.
Tidak perlu mengutak-atik sejarah demi memaklumi penjajahan Israel. Tidak perlu mencari pembenaran atas aneksasi kelompok Zionis. Tentu kita membenci pertumpahan darah. Namun jangan lupa, dari mana sumber pertumpahan darah ini.
Maka sudahi saja usaha mencari pembenaran atas tragedi berdarah ini. Dan mari kita menyuarakan dan mengusahakan perdamaian seperti apa yang diajarkan Yesus. Dari tindakan nyata sampai berdoa secara khusus bagi konflik Palestina-Israel. Bukankah itu lebih mudah daripada berbusa-busa membela penjajahan?
Jika masih memaklumi penjajahan, apakah Yesus masih ada di dalam hati Anda? Jika membenarkan pelanggaran HAM, apakah cinta kasih masih jadi hukum tertinggi Anda?
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Tanah Yerusalem Jadi Saksi Orang Jawa, Yahudi, dan Palestina Bisa Merokok Bersama
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.