Motor Supra sudah selayaknya disebut sebagai motor sejuta umat, sejajar dengan motor Beat. Bukan tanpa alasan, kendaraan ini sering terlihat lalu lalang di jalanan, terlebih lagi di daerah perkampungan. Supra terkenal dengan kekuatannya menembus segala medan yang berat, bahkan pernah terlihat motor ini menembus pegunungan yang tinggi. Biasa juga dikenal dengan sebutan “Supra Bapak”, mungkin karena pengendaranya kebanyakan bapak-bapak, padahal ada juga pengendara yang masih muda termasuk saya.
Pengalaman saya menggunakan motor Supra X 125 warna hitam yang sampai saat ini masih digunakan (karena terpaksa), penggunaan bensinnya yang irit, hanya dengan uang sepuluh ribu, bensin bisa bertahan sampai empat hari atau bahkan seminggu. Tergantung pemakaian juga sih hehe.
Tempat duduknya yang sudah pas sekali untuk sepeda motor, tidak panjang, juga tidak pendek, jadi cocok untuk membonceng pacar mengelilingi kota, menikmati angin malam yang segar, dan diakhiri dengan mencari kosan untuk menginap. Bukan seperti motor matic jaman sekarang yang ketika membonceng orang yang memiliki massa tubuh agak berlebihan sudah sesak.
Ditambah bodinya yang ramping dan bisa diajak selap-selip ketika macet juga menguntungkan ketika sedang terburu-buru. Dan seperti tadi yang dijelaskan, kendaraan ini bisa melewati medan yang mungkin motor matik jaman sekarang tidak akan bisa menerjangnya.
Hanya saja motor ini memiliki beberapa kekurangan, salah satu kekurangan dari Supra adalah tidak bisa diajak untuk banter. Kebut-kebutan dengan motor matik pun terkadang bisa kalah. Sebab, ya, dibawa ngebut sampai kecepatan 80 km/jam rasanya bodi sudah seperti akan lepas.
Namun, ada hal yang membuat motor Supra menjadi kendaraan yang khas.
Pertama, bodi bergetar. Pernah mendengar atau mempunyai Supra yang bodinya bergetar? Ya, sudah pasti. Bukan Supra namanya kalau tidak bergetar bodinya, apalagi kalau melalui medan yang penuh bebatuan. Pasti sangatlah berisik, mengganggu, dan bisa juga membuat malu si pengendaranya. Mengendarai Supra yang tidak bergetar adalah sesuatu yang mustahil. Kamu tidak akan merasakan sensasi motor dengan julukan “ora Supra ora mesra” ini kalau tidak bergetar. Walaupun diakali sedemikian rupa dengan lem perekat atau semacamnya, tapi tetap saja akan bergetar kembali. Mungkin karena tukang reparasinya yang kurang detail memasang lem perekat bodi atau bisa juga karena memang sudah kodratnya.
Kedua, rantai berisik. Kurang sabar apalagi coba pengendara motor ini? Sudah bodinya bergetar, ditambah rantainya berisik pula. Pernah menanyakan hal ini ke tempat reparasi langganan, beliau mengatakan penyebabnya karena kendaraan ini sering dibawa “ngeden” atau medan yang menanjak, lalu untuk perbaikannya rantai harus dikasih oli dan dikencangkan. Setelah diperbaiki pun beberapa minggu kemudian terdengar lagi bunyi “kricik kricik kricik” pada rantai.
Tidak cukup sampai di situ, saya juga pernah mencoba untuk mengganti satu set rantai termasuk gearnya. Ya, sama saja. Mungkin memang sudah ditentukan bahwa motor Supra harus seperti ini.
Kedua masalah tersebut pasti sudah sering terjadi bagi yang memilikinya. Mungkin juga ini sebagai bentuk peringatan untuk selalu merawat kendaraan supaya nyaman berkendara.
Walaupun begitu, motor Supra tetaplah di hati para penggunanya. Sampai saat ini pun saya belum terpikirkan untuk menggantikan motor ini dengan kendaraan yang lain karena sudah banyak perjuangan yang dilalui bersama motor ini. Tidak perlu saya sebutkan berapa banyak kenangan yang sudah dilalui bersama motor ini. Biarlah kekhasan motor Supra tetap seperti ini, karena sekali lagi, bukan Supra namanya kalau tidak berisik.
Mungkin pabrikan yang membuat kendaraan ini sudah mengatur batas kecepatan motor dengan memasang alarm bodi bergetar. Jadi para pengendaranya tidak akan bisa memacu kecepatan sampai melebihi batas. Terobosan yang bagus untuk menggalakkan kampanye safety riding.
BACA JUGA Ronda Adalah Kegiatan yang Paling Sering Kumat-kumatan dan tulisan Risky Priadjie lainnya.