Baru juga membuka Twitter, saya langsung fokus ke salah satu twit teman saya. Kira-kira begini bunyi twitnya, “Masih menjadi misteri, kenapa hari Minggu serasa lebih cepat ya? Besok sudah Senin lagi.” Sebuah ungkapan, entah kekesalan atau benar rasa penasaran mengenai perhitungan waktu pada hari Minggu itu sendiri.
Pertanyaan itu seakan menjadi serangan psikis kepada siapa saja yang membacanya. Saya termasuk di dalamnya. Saya mulai mengingat-ingat lagi semua yang saya lakukan sepanjang hari Minggu. Apa iya begitu? Bangun pagi, masak, nyuci. Lalu kemudian tidak terasa waktu sudah siang aja. Kumandang adzan Dzuhur terdengar, sholat lalu tidur sebentar, bangun-bangun sudah waktunya Ashar. Saya langsung kaget, memang benar ternyata.
Saya berusaha membandingkan dengan apa yang saya alami di hari lain. Sabtu misalnya. Semua agenda yang saya sebutkan di atas memang tidak terlalu jauh berbeda dari apa yang saya lakukan saat minggu. Hampir semuanya juga seringkali saya lakukan di hari Sabtu. Bahkan kadang, nyuci pakaian justru saya lakukan saat Sabtu. Tapi, tetap saja perasaan tidak wajar, Sabtu berlangsung lebih lama dari hari Minggu itu dan itu no debat.
Pencarian saya terkait pertanyaan, “mengapa hari Minggu terasa lebih cepat dari hari-hari yang lain” belum berakhir. Apalagi ditambah kenyataan bahwa sejauh penelusuran, belum ada jawaban, rasa penasaran semakin membuncah. Lalu sampailah saya pada beberapa teori yang menurut saya bisa sedikit menjelaskan dengan pertanyaan mengenai perbandingan hari Minggu berlalu lebih cepat dari hari-hari lain dalam sepekan.
#1 Teori relativitas waktu
Teori relativitas sendiri sederhananya, membandingkan dua kejadian menggunakan perumpamaan satu garis waktu. Semisal saja perumpamaan jarak tempuh perjalanan dengan cara jalan kaki dibandingkan mengendarai sepeda motor namun dalam kurun waktu dua jam. Atau kalau mau ambil perbandingan yang sekiranya bisa lebih dimengerti anak gahol jaman sekarang, membandingkan dua kejadian, duduk dengan pacar selama dua jam dibandingkan kamu yang jomblo menyaksikan orang pacaran tersebut selama dua jam. Itu akan sangat nyesek. Berani taruhan!??
Berangkat dari perumpamaan teori relativitas itu, saya sedikit menemukan jalan terang. Kenapa hari Minggu terasa berlalu sangat cepat mulai terkuak misterinya. Minggu menjadi sangat cepat karena itu berlalu seperti kita meletakan tangan di kompor yang sedang menyala. Lain halnya dengan hari Senin sampai Sabtu yang kita menganggapnya seperti sedang berkencan dengan pacar.
Tapi, pada teori relativitas ini, ada sebagian kelompok yang seharusnya menjadi pengecualian. Mereka adalah orang-orang nganggur yang kerjaannya mangan-turu-nelek. Kelompok ini bisa kita anggap adalah yang paling objektif mengenai penghitungan waktu dalam sehari. Sehingga mereka akan menganggap setiap hari sama saja.
Dalam perspektif lain, ada orang yang mengambil sudut pandang yang lumayan mirip namun diberi nama yang berbeda. Teori itu bernama Holiday Paradox.
Kira-kira begini penjelasannya, Anda melakukan sesuatu hal yang menyenangkan dan merasa waktu berlalu begitu cepat. Berbeda dengan saat Anda melakukan/mengalami hal yang kurang menyenangkan buat anda, dan itu rasanya waktu berlalu selambat-lambatnya.
#2 Teori waktu keroyokan
Mari kita bayangkan kondisi ketika dalam duel, dengan tingkatan ilmu sama tapi dalam kondisi satu lawan beberapa orang yang masing-masing punya ilmu setara dengan satu lawan tersebut. Sebelum berakhir pertarungan, kita sudah bisa menebak siapa pemenang duel atau lebih tepat disebut keroyokan tersebut.
Sejalan dengan perumpamaan tersebut, kita tidak menyadari bahwa kita sedang membandingkan satu hari Minggu yang punya jumlah waktu 24 jam, dibandingkan dengan senin sampai Sabtu dalam hitungan yang jam untuk satu harinya. Dalam kondisi ini sudah bisa kita tebak hari apa yang akan menang. Namanya aja keroyokan. Senin sampai sabtu ya pasti menang lah.
Tapi, kan sebenarnya waktu tidak bisa melakukan aksi keroyokan ini? jadinya yang bikin persepsi “dikeroyok” ini ya kita kita juga kan? Hahaha.
#3 Agenda yang telah disiapkan
Waktu 24 jam yang berlalu pada hari Minggu adalah serangkaian waktu yang sejak sepekan sudah kita tunggu. Bukan apa-apa. Siapa sih yang tidak mau segera berlibur pada akhir pekan? Nah, ada sebuah kondisi yang mengibaratkan menunggu hari Minggu menjadi lama, terutama ketika masuk hari-hari krusial macam Rabu atau Kamis.
Berbeda dengan hari Minggu, yang bahkan sebelum masuk hari itu, kita sudah punya planning a sampai z, walau kadang tidak ada yang terealisasi karena tidur menjadi menu utama saat hari minggu tiba.
Udah capek-capek ditungguin sambil mikirin banyak hal untuk dilakukan, eh kok pas tiba Minggu malah ketiduran sampe jam 12 siang. Nggak ada akhlak banget.
BACA JUGA Sebagai Anak Kampung yang Kuliah, Saya Dianggap Master of Everything dan tulisan Taufik lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
—