Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Tafsir Lain Ramalan Jayabaya Perihal Masa Depan Jawa yang Dipercaya Akurat

Aly Reza oleh Aly Reza
19 Juli 2020
A A
ramalan jayabaya soal masa depan jawa mojok.co

ramalan jayabaya soal masa depan jawa mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Alih-alih dikenal sebagai seorang raja yang memimpin Kerajaan Kediri pada periode 1135-1157 Masehi, bagi masyarakat Jawa Prabu Jayabaya justru lebih masyhur sebagai peramal ulung. Banyak hal telah diramalkannya perihal masa depan bumi Jawa, baik tertulis dalam serat maupun secara tutur yang diwariskan turun-temurun. Hampir semua ramalan Jayabaya dianggap akurat.

Misalnya yang populer di tengah masyarakat, perihal munculnya mode transportasi modern yang menandai datangnya zaman baru di Jawa. Ramalan tersebut berbunyi:

“Mbesuk yen wis ana kreta tanpa jaran” (Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda. Maksudnya: kereta api.)

“Tanah Jawa kalungan wesi” (Tanah Jawa berkalung besi. Maksudnya: rel kereta api yang melingkar atau membentang di seluruh tanah Jawa.)

“Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang” (Kapal yang berjalan di udara. Maksudnya: kapal terbang/pesawat.)

“Kali ilang kedhunge” (Sungai mengering. Maksudnya: Hilangnya sumber mata air karena eksploitasi dan masifnya pembangunan. Lebih gampang diartikan, munculnya gedung-gedung tinggi.)

“Pasar ilang kumandhange” (Pasar jadi sepi. Maksudnya: transaksi jual beli sudah beralih ke mal atau supermarket.)

“Iku tandane yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak” (Tandanya zaman Jayabaya sudah kian dekat.)

Baca Juga:

Rumah Joglo Memang Unik, tapi Nggak Semua Orang Cocok Termasuk Saya

8 Kosakata Boyolali yang Susah Diterjemahkan Warga Lokal dari “Horok” Sampai “Nine”

Secara harfiah sih, masuk akal saja kalau maksud dari ramalan tersebut adalah perangkat-perangkat fisik yang mengiringi perubahan peradaban Jawa menuju zaman Jayabaya atau zaman kekacauan. Ada kereta api, pesawat, gedung tinggi, dan mal yang hari ini kesemuanya sudah kita saksikan. Itulah kenapa ramalan tersebut dinilai sangat tepat. Meminjam istilah orang-orang tua, “Jawa wis netepi titahe” (Jawa sudah memenuhi titah Sang Prabu).

Tapi saya justru berpikiran lain. Saya curiga jangan-jangan bukan itu maksud sebenarnya ramalan tersebut. Gini, leluhur bangsa Jawa itu terkenal sangat waskita. Apa pun pasti didasari oleh perhitungan intuitif, sehingga hasilnya—berupa pitutur luhur maupun ajaran-ajaran lainnya—bisa menyentuh Jiwa pendengar atau penerimanya.

Nggak salah sih, kalau misalnya meyakini bahwa demikianlah makna sesungguhnya dari ramalan tersebut. Kalau saya pribadi, jujur, rasa-rasanya kok masih kurang jeru (kurang mendalam). Kurang menyentuh Jiwa kalau dirasa-rasakan. Ha mosok seorang raja yang waskita cuma sebatas ngeramal hal teknis dan permukaan. “Kreta tanpa jaran” sebatas diartikan kereta api. Masih permukaan alias kurang substansial.

Nah, atas dasar kegelisahan itulah saya kemudian beriktikad meraba-raba tafsir lain. Berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa kawan dan tentunya beberapa orang tua yang saya anggap paham tentang Jawa, ketemulah alternatif tafsir sebagai berikut.

Ramalan Jayabaya #1 Kreta tanpa jaran

Dulu alat transportasi yang terkenal di Jawa adalah cikar atau andong yang ditarik dengan kuda. Jadi lebih sering disebut kreta jaran (kereta kuda). Nah, pendapat mainstream mengaitkan ramalan ini pada jenis alat transportasi yang baru, sama-sama disebut kereta, tapi yang ini digerakkan oleh lokomotif, bukan kuda.

Tapi saya rasa bukan itu yang dimaksudkan Prabu Jayabaya. Kalau saya gini, jaran (kuda) itu ibarat penarik atau penuntun, sementara kretanya adalah yang dituntun. Bisa dibilang, maksudnya yaitu relasi antara pemimpin dengan umat. “Kreta tanpa jaran” di sini adalah ketika masyarakat Jawa sudah kehilangan arah, tanpa sosok pemimpin yang benar-benar pemimpin. Dan ini sama akuratnya karena jika kita rasakan, nyatanya masyarakat Jawa memang kehilangan sosok yang bisa menuntun mereka.

Ramalan Jayabaya #2 Tanah Jawa kalungan wesi

Jika frasa ini sering dimaknai rel kereta api, kalau saya kok nggak begitu. “Kalungan wesi (berkalung besi)” lebih saya identikkan dengan kecenderungan masyarakat Jawa yang hari ini lebih suka berkiblat pada paham atau ideologi dari luar sampai-sampai keteteran. Itulah kenapa analoginya berkalung besi. Untuk menggambarkan kondisi masyarakat Jawa yang kabotan (keberatan) dengan paham yang mereka anut. Lebih simpelnya, ramalan ini mengacu pada kondisi di mana “Wong Jawa wis ilang Jawane” (orang Jawa sudah hilang kejawaannya).

Ramalan Jayabaya #3 Prahu mlaku ning dhuwur awang-awang

Katanya sih, ini berkenaan dengan munculnya pesawat atau dalam istilah masyarakat Jawa disebut kapal terbang. Adapun tafsir lainnya, mungkin maksudnya adalah gambaran tentang kondisi masyarakat Jawa yang bisa dibilang lupa daratan. Prahu itu kan hakikatnya di air (bawah), lah ini kok ada prahu yang malah di awang-awang (atas). Secara sederhana bagian ini juga nggak jauh-jauh dari ungkapan, “Wong Jawa ilang Jawane,” sih.

Ramalan Jayabaya #4 Kali ilang kedhunge

Umumnya dimaknai sebagai keadaan di mana bumi Jawa sudah tidak lagi ijo royo-royo gemah ripah loh jinawi, lantaran bentang alam yang sudah digantikan dengan masifnya geliat pembangunan. Hutan digunduli, sumber mata air ditimbuni, demi berdirinya gedung-gedung megah.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, secara substansial barangkali dimaksudkan untuk orang Jawa yang sudah kehilangan kejernihan dan kedalaman batinnya. Karena kedhung dalam istilah Jawa itu merujuk pada bendungan air yang biasanya cukup dalam. Terbukti dengan dekadensi moral dan defisit pengetahuan yang dialami masyarakat Jawa era modern.

Contohnya, kalau dulu simbah-simbah kita bahkan bisa memberi pengajaran moral lewat mitos atau lagu-lagu dolanan, masyarakat Jawa hari ini hampir nggak ada yang bisa nyipatin hal serupa. Karena batin orang Jawa sekarang sudah nggak sejernih dan sedalam orang-orang Jawa tempo dulu.

Ibaratnya lagi, orang Jawa adalah kali (sungai), sementara batinnya adalah kedhung. Jika kedhungnya hilang, maka hanya tinggal kalinya saja. Hakikat kali adalah mengalir saja, ikut arus. Bisa jadi dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan masyarakat Jawa yang pada akhirnya hanya ikut arus, pasif, alias nggak bisa menentukan jalan hidupnya sendiri.

Ramalan Jayabaya #5 Pasar ilang kumandhange

Secara harfiah bisa disebut sebagai masa transisi dari pasar ke mal, di mana pasar kalah pamor. Makannya frasanya, pasar ilang kumandhange (pasar hilang riuhnya). Tapi kalau mau lebih dalem lagi, pasar itu kan simbol terjalinnya hubungan sosial. Atau dalam bahasa agama disebut, “Hablun min al-nas”.

Dengan begitu, mungkin saja maksudnya adalah masa ketika sifat individualistis dan egoistis dalam diri masyarakat Jawa lebih dominan dibanding altruisme dan tenggang rasa. Atau bisa juga dimaknai sebagai kemerosotan kreativitas masyarakat Jawa karena kecenderungan konsumtivisme. Ya, pasar sudah tak riuh lagi. Masyarakat Jawa sudah meninggalkan tradisi berdagang dan pengembangan ekonomi kreatif. Semua beralih ke kebudayaan yang serbainstan.

Sumber gambar: Wikimedia Commons

BACA JUGA Selain Ken Arok, Milenial Emang ‘Doyan’ Kena Tipu Penguasa dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 19 Juli 2020 oleh

Tags: Jawaramalan jayabaya
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

Kuli Jawa: Rapi Hasilnya Rapi, walau Kerap Berisik Ketika Bekerja rumah orang jawa

Kuli Jawa: Rapi Hasilnya, walau Kerap Berisik Ketika Bekerja

6 Oktober 2022
Mengenal Malam Satu Suro, Malam yang Terkenal Mistis bagi Orang Jawa Mojok.co

Kemistisan Malam Satu Suro Ditakuti Orang Jawa, Tidak Boleh Berpesta hingga Perlu Melakukan Ritual

26 Juni 2025
Provinsi Jambi (Shutterstock.com) artis

Mau Jadi Artis di Jambi? Mimpimu Ketinggian, Kawan, Minimal Pindah Dulu ke Jawa!

1 September 2023
Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Sulawesi

Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Sulawesi

18 Juni 2022
Memadukan 1 Teh Sunda dengan 3 Teh Jawa, Perpaduan Mana yang Lebih Enak?

Memadukan 1 Teh Sunda dengan 3 Teh Jawa, Perpaduan Mana yang Lebih Enak?

16 Agustus 2024
Reaksi Saya sebagai Orang Sunda Saat Dipanggil Mas terminal mojok.co

Reaksi Saya sebagai Orang Sunda Saat Dipanggil Mas

2 Desember 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.