Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Bagaimana “The Host” (2006) Bicara Soal Pemerintah yang Tidak Becus Menangani Krisis

Frida Kurniawati oleh Frida Kurniawati
22 Mei 2020
A A
the host
Share on FacebookShare on Twitter

Seperti di “Chernobyl”, awal mula bencana di film “The Host” ini adalah ketika orang mengabaikan SOP, dan ketika yang mengabaikan SOP ini adalah orang yang dianggap sebagai atasan, adanya relasi kuasa menyulitkan penyampaian kritik dari bawahan. Film ini dimulai dengan adegan pada tahun 2000 di suatu laboratorium di pangkalan militer AS di Korsel. Saintis 1 (orang AS) menyuruh bawahannya, Saintis 2 (orang Korea) untuk membuang isi ratusan botol formaldehida ke saluran air cuma karena alasan absurd: botolnya berdebu.

Saintis 2 memperingatkan akan potensi bahaya cairan kimia beracun tersebut apabila dibuang ke saluran yang mengarah ke Sungai Han, tapi Saintis 1 ngeyel. Mungkin diperkuat oleh efek supremasi orang AS terhadap orang Korea, akhirnya si Saintis 2 menuruti perintah itu dengan sangat berat hati.

Adegan ini sendiri merujuk pada kisah nyata skandal Albert McFarland, pegawai di kamar mayat di pangkalan militer AS di Korsel, yang pada tahun 2000 memerintahkan pegawai di situ (orang Korea) untuk membuang 480 botol formaldehida ke saluran pembuangan.

Enam tahun setelahnya, kita berkenalan dengan keluarga Park. Berbeda dengan keluarga Park di film “Parasite”, keluarga Park di film “The Host” ini datang dari kelas bawah. Park Hie-bong (Byun Hee-bong) dan Gang-doo (Song Kang-ho), putranya, hidup dari berjualan snack di pinggir Sungai Han. Gang-doo adalah sosok yang sering molor di mana pun dan punya setelan standar ekspresi bengong.

Tiba-tiba seekor monster muncul dari Sungai Han mengacaukan kerumunan dan melahap banyak orang. Mau tak mau, insiden ini membuat Gang-doo melibatkan diri dalam usaha melawan monster tersebut, tapi ia gagal menyelamatkan putrinya, Hyun-seo (Ko Asung), yang tertangkap oleh si Monster, dan berikutnya dianggap sudah tewas.

Seluruh anggota keluarga Park lantas berkumpul, termasuk dua saudara Gang-doo, Nam-il (Park Hae-il), bekas aktivis mahasiswa yang kini menekuni pekerjaan sebagai pemabuk, dan Nam-joo (Bae Doona), si atlet panahan pemegang medali perunggu.

Monster ini diindikasi sebagai inang dari suatu virus yang apabila terinfeksi, orang akan menunjukkan gejala seperti pilek. Karena Gang-doo terpapar langsung oleh darah si Monster, bersama-sama mereka jadi tahanan rumah sakit.

Suatu malam, ketika keluarga Park masih menjadi tahanan rumah sakit, tiba-tiba ada panggilan masuk ke ponsel Gang-doo. Suara Hyun-seo dari seberang terdengar buru-buru, mengatakan bahwa ia terjebak dalam suatu saluran air bawah tanah, lalu panggilan terputus karena habis baterai. Petugas pemerintah tidak percaya bahwa Hyun-seo masih hidup dan menganggap Gang-doo gila.

Baca Juga:

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

Jadi, kalau kau orang biasa yang miskin dan berpenampilan tak meyakinkan, suaramu bakal cenderung dianggap tidak valid. Bukankah seharusnya mudah untuk mengecek apakah benar ponsel Gang-doo menerima panggilan telepon malam itu, kemudian melacak lokasi asal panggilan tersebut?

“Melacak panggilan telepon seperti itu bukan hal yang kami lakukan untuk sembarang orang…” kata petugas pemerintah yang mengunjungi Gang-doo di rumah sakit. Betul, untuk apa menghabiskan sumber daya negara demi memastikan apakah seorang anak yang datang dari keluarga miskin benar-benar masih hidup?

Selanjutnya, sebagian besar isi film “The Host” ini adalah tentang bagaimana keluarga Park yang payah ini berjuang secara gegabah dan tidak efektif untuk menemukan Hyun-seo sambil kabur terus-menerus dari pengawasan pemerintah. Mengetahui bahwa keluarga yang payah ini berhasil kabur berkali-kali, apa bisa disimpulkan bahwa kinerja pemerintah lebih tidak efektif dibandingkan usaha keluarga Park?

Ya, dalam film ini, Bong Joon-ho memang menggambarkan pemerintah Korea Selatan sebagai entitas yang tidak becus menangani krisis, yang hanya menggantungkan diri di bawah ketiak pemerintah AS. Selain ketidakpedulian pemerintah terhadap warganya yang kelas menengah ke bawah, ketidakbecusan ini mewujud antara lain dalam beberapa hal berikut.

Pertama, komunikasi krisis yang tidak efektif. Di awal, presiden dan para menteri menganggap enteng dan justru melontarkan guyonan-guyonan garing seputar wabah COVID-19. Lho, eh, ini kita sedang membicarakan pemerintah mana, sih?

Didorong rasa takut akan munculnya gerakan perlawanan masyarakat, pemerintah Korsel menuruti saran AS untuk menimbulkan mania publik tentang virus. Media mengambil peran sebagai corong penguasa dengan memfasilitasi penyebaran kabar bohong ini, di samping terus-menerus memberi panggung bagi “heroisme” seorang anggota militer AS yang cedera dan akhirnya meninggal setelah melawan si Monster.

Kedua, strategi penanganan krisis yang lambat dan carut-marut. Sampai beberapa lama setelah serangan awal si Monster dimulai, tidak tampak adanya usaha untuk, entah bagaimana, menaklukkan si Monster. Dalam hal ini, pemerintah cuma menanti bantuan dari AS berupa “Agent Yellow”, suatu bahan kimia beracun yang diklaim bakal ampuh memusnahkan si Monster.

Keputusan pemerintah ini menimbulkan gelombang penolakan dari masyarakat karena dianggap berdampak buruk bagi lingkungan dan manusia. Gelombang massa ini kemudian mengorganisasi diri dan menggelar demonstrasi di hari ketika “Agent Yellow” hendak disemprotkan. (Bagian ini barangkali mengingatkan kita akan “Agent Orange”, herbisida yang digunakan militer AS untuk melenyapkan tutupan hutan dan hasil panen pada Perang Vietnam).

Para demonstran ini juga menuntut agar Gang-doo dibebaskan. Sampai sini, setelah beberapa kali berhasil kabur, Gang-doo memang masih menjadi tahanan pemerintah di rumah sakit. Selain dari penggunaan “Agent Yellow”, arogansi dan campur tangan AS terpampang nyata ketika seorang dokter AS mengambil alih penanganan Gang-doo dan tiba-tiba memutuskan melakukan lobotomi agar Gang-doo yang berontak terus itu “diam”. Di sini mengapa malah Gang-doo yang diperlakukan seperti monster?

Ironisnya, belakangan terbukti bahwa “Agent Yellow” tidak berhasil membunuh si Monster—si Monster justru berhasil ditumpas oleh kerja sama yang gagap antara tiga Park bersaudara, dibantu oleh seorang gelandangan antikapitalis kenalan Nam-il.

Jadi, siapa sebenarnya monsternya? Siapa parasit (virus)-nya, siapa inangnya (the host)? Monsternya barangkali adalah pemerintah Korsel yang tidak becus, yang kemudian malah merepresi tindakan perlawanan rakyatnya.

Atau, lebih jauh lagi, barangkali monsternya adalah sejarah traumatik bangsa Korea itu sendiri, ditambah kehadiran AS yang bak parasit menancapkan kaki-kakinya dan membangun kekuasaan di tubuh inangnya, yaitu Korsel. Sampai sekarang, dengan berbagai cara AS memasung Korsel dari kendali penuh atas bangsanya sendiri.

Dengan mengeluarkan si Monster sejak di awal film, Bong Joon-ho secara dini menelanjangi misteri seputar monster ini dan mengajak penonton untuk lebih fokus pada drama keluarga Park, yang justru mengalami pendewasaan hubungan antar anggotanya dalam petualangan menyelamatkan Hyun-seo.

Di dalam “Parasit”, “Snowpiercer”, dan “The Host”, Bong Joon-ho secara konsisten bawel soal kesenjangan sosial-ekonomi. Dengan mengemasnya dalam sebuah krisis akibat serangan monster, film ini menggambarkan secara gamblang bagaimana suatu krisis akan menempatkan kelas menengah ke bawah ke dalam jurang, bahkan anak-anak sekali pun, seperti Hyun-seo dan Se-joo yang terperangkap dalam “jurang” saluran air yang dalam dengan monster mengintai, sementara pemerintah sama sekali mengabaikan mereka.

Selain itu, “The Host” juga bicara tentang dampak perilaku tidak bertanggung jawab segelintir manusia terhadap lingkungan, yang pada akhirnya akan balik menampar dengan telak banyak manusia lain. Fenomena ini bisa kita kaitkan lebih luas dengan situasi krisis iklim yang kita hadapi sekarang.

Sumber Gambar: Imdb

BACA JUGA Pelajaran Penting yang Bisa Kita Petik dari Drama Korea “Hi! School-Love On” dan tulisan Frida Kurniawati lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 Mei 2020 oleh

Frida Kurniawati

Frida Kurniawati

Si Penggerutu alias aktivis medsos

ArtikelTerkait

Nggak Bisa Baca GPS Adalah Kutukan Buat Perempuan

Nggak Bisa Baca GPS Adalah Kutukan Buat Perempuan

2 Maret 2020
Kereta Api Matarmaja, Kereta Ekonomi yang Bikin Penumpang Cenat-cenut Sepanjang Perjalanan

Kereta Api Matarmaja, Kereta Ekonomi yang Bikin Penumpang Cenat-cenut Sepanjang Perjalanan

9 Februari 2024
Dari Joko Anwar Hingga Timo Tjahjanto, Netflix Gaet Sineas Lokal untuk ‘Waktu Netflix Indonesia’ Terminal Mojok

Dari Joko Anwar Hingga Timo Tjahjanto, Netflix Gaet Sineas Lokal untuk ‘Waktu Netflix Indonesia’

4 September 2022
12 Blush On Murah di Bawah 20 Ribu yang Bikin Riasanmu Makin Cetar Terminal Mojok

12 Blush On Murah di Bawah 20 Ribu yang Bikin Riasanmu Makin Cetar

13 Januari 2022
Potensi Wisata Bogor 2022 5 Tempat Horor di Bogor yang Underrated (Unsplash.com)

Potensi Wisata Bogor 2022: 5 Tempat Horor di Bogor yang Underrated

16 Agustus 2022
bagi-bagi tanah

Bagi-bagi Tanah atau Reformasi Agraria?

15 Desember 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.