Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Mencoba Memahami Warga Madura yang Menolak Swab Gratis

Tiara Uci oleh Tiara Uci
24 Juni 2021
A A
Pengalaman Ikut Swab Test Antigen Drive Thru, Nggak Ribet walau Agak Deg-degan terminal mojok.co

Pengalaman Ikut Swab Test Antigen Drive Thru, Nggak Ribet walau Agak Deg-degan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Di hari ulang tahunnya yang ke-60, Pak Jokowi dihadiahi kenyataan melonjaknya kasus positif Covid yang mencapai dua juta jiwa di Indonesia. Khusus warga Madura, mereka memberikan hadiah tambahan dengan menolak swab antigen gratis yang dilakukan di Jembatan Suramadu, sisi Surabaya.

Sekedar informasi, penolakan warga Madura terbilang cukup ekstrem karena bentrok dengan aparat, melempar petasan, dan melakukan perusakan di posko swab. Tak berhenti di situ, para warga yang mengaku sebagai Koalisi Masyarakat Madura Bersatu melakukan demonstrasi di depan Balai Kota Surabaya menuntut agar swab tersebut dihentikan.

Penyekatan yang mewajibkan warga swab terlebih dahulu tersebut dilakukan sejak 5 Juni 2021 dan beberapa kali sempat rusuh. Salah satu video rusuh tersebut kemudian viral di media sosial. Banyak netizen menganggap aksi warga Madura tersebut bodoh. Saya juga sempat berpikir demikian sih. Hehehe.

Saya tidak habis pikir dan bertanya-tanya dalam hati. Swab itu kan demi kesehatan kalian, jika ternyata ada virus corona di tubuh kalian supaya langsung diobati. Kok ya bisa-bisanya menolak pakai acara ngerusak. Hadeeeh.

Parahnya lagi, bukannya muhasabah, introspeksi diri, kenapa semua ini bisa terjadi. Ehhh malah demo, marah-marah di depan balai kota Surabaya, merasa didiskriminasi. Logika kalian ini bagaimana? Okelah, anggap saja, kalian adalah individu yang tidak percaya adanya corona, merasa semua yang terjadi hanya konspirasi.

Tapi, ini soal attitude, tata cara hidup bersama. Jika kalian tinggal di Madura yang sudah di tetapkan zona merah corona, artinya potensi kalian membawa virus ke Surabaya (kota yang saya tempati) tinggi? Ya kan? itulah kenapa kalian harus di tes terlebih dahulu sebelum masuk Surabaya. Jika negatif monggo masuk, jika positif ya mohon maaf silahkan berobat dulu.

Sampai disini saya kekeh berpendapat, orang Madura yang salah. Logika mereka yang perlu kita pertanyakan, why? kenapa? Apa sebabnya kalian bersikap sekonyol itu? Madura, please, beri kami penjelasan yang masuk akal.

Sampai kemudian, teman kantor saya yang kebetulan orang Bangkalan (Madura), mengeluh kalau hidungnya terasa sakit karena terlalu sering swab. Teman saya ini memang tinggalnya di Bangkalan tapi bekerja di Surabaya, setiap hari pulang-pergi. Di Surabaya jamak kita temukan orang seperti ini.

Baca Juga:

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Kemudian iseng saya bertanya, “Kenapa sih kok kalian pada ndak mau swab sampai harus ribut?” Kalian tahu apa jawabannya? Dia bilang, “Mereka bukan takut coronanya, mereka takut kalau hasil tesnya positif, harus diisolasi tanpa persiapan. Bagaimana nasib anak istrinya di rumah?” Jawaban yang cukup menampar saya dan harusnya menampar pemerintah juga.

Teman saya juga berkata, “Mosok tiap hari harus swab? berangkat subuh, harus antri panjang, begitu sampai kantor dimarahi atasan karena kesiangan. Petugas di posko swab juga belum tentu tes setiap hari kan?”

Dari sini saya kemudian berpikir ulang, sebenarnya, sebagai rakyat kita ini tidak pernah rumit, kita hanya minta diberi solusi atas permasalahan yang terjadi. Dalam kasus orang Madura yang menolak swab gratis, mereka tidak menganggap itu sebagai solusi tapi justru sebagai masalah baru.

Mereka yang mayoritas pekerjaannya berdagang, bahkan ada yang menjadi kuli di Surabaya, tidak berpikir besok sehat atau tidak, tapi besok bisa makan atau tidak. Ini soal hidup dan mati. Bagi mereka, pilihannya hanya mati karena tidak bisa makan (baca tidak bisa bekerja) atau mati karena corona.

Hal ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang mencla-mencle (tidak tegas) sehingga membuat warga geram. Saya rasa, tidak hanya warga Madura, orang Jogjakarta yang terkenal sabar pun ada yang merasa kecewa dengan kebijakan para pemangku kekuasaan dalam menangani pandemi, seperti yang dituliskan Mas Prabu Yudianto.

Kemarahan warga Madura justru terlihat seperti bentuk paling alamiah kemuakan terhadap kebijakan yang berubah-ubah, tidak tegas dan selalu dieksekusi dengan terburu-buru, seperti tidak ada persiapan. Sudah banyak kok contohnya, pemerintah melakukan penyekatan tapi berujung kemacetan beberapa kilometer dan akhirnya menimbulkan kerumunan.

Hal ini juga terjadi pada kasus penyekatan di perbatasan Madura-Surabaya, kenapa pemerintah tidak menyediakan pos swab dengan jumlah yang lebih banyak agar tidak terjadi antrian panjang dan mencoba memberikan rasa tenang kepada warga yang positif, bahwa keluarganya di rumah tetap akan bisa makan saat tulang punggung keluarga tidak bisa bekerja.

Melakukan demonstrasi dengan mengabaikan protokol kesehatan memang salah, Tapi, apakah pemerintah pernah mendengar saat rakyat berbicara baik-baik? Demonstrasi adalah upaya terakhir ketika suara rakyat tak didengar.

Sebenarnya jika dipikir-pikir, yang diteriakkan demonstran dari Madura itu benar. Mengapa mall di Surabaya tidak ditutup? Mengapa tempat hiburan malam/karaoke tidak ditutup? Mengapa hanya mereka yang melakukan swab setiap hari?. Hal itu sama dengan ketika kita bertanya mengapa harus datang ke TPS saat pandemi tapi dilarang ke kampus pada waktu yang sama?

Saya bukannya mau menyalahkan pemerintah terus sih, tapi manusia mana yang tidak jengkel jika sepanjang lebih dari satu tahun ini, kita selalu disuguhi berita tidak sedap. Bukannya menenangkan rakyat, para pejabat dan pemangku negeri ini justru berlomba-lomba membuat hati kami gelisah.

Kami membaca berita bahwa negara berutang ke World Bank untuk menangani pandemi, namun di lain hari kami mendengar bantuan social covid dikorupsi. Kami diminta jaga jarak, tidak berkerumun, dilarang mengadakan hajatan, tapi pejabat datang di acara nikahan YouTuber terang-terangan.

Pada akhirnya, jangan langsung menyalahkan warga karena tidak mau diatur, lha wong pemerintahnya saja barbar kok. Masih hangat di telinga kita jika sembako akan dikenakan pajak. Kurang barbar apa itu? Di saat rakyat susah, kok ya masih kepikiran untuk memungut pajak dari rakyat. Sikap pemerintah seperti ini justru lebih ugal-ugalan daripada sikap warga Madura yang menolak swab sih.

BACA JUGA Jogja, Destinasi Wisata ‘Terbaik’ di Masa Pandemi 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 26 Oktober 2021 oleh

Tags: madurapandemipemerintah tidak tegasPojok Tubir TerminalSurabayaswab gratis
Tiara Uci

Tiara Uci

Alumnus Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya. Project Manager perusahaan konstruksi di Surabaya. Suka membaca dan minum kopi.

ArtikelTerkait

Pasar Tanah Merah, Pasar Terbesar di Bangkalan Madura yang Penuh Masalah

Pasar Tanah Merah, Pasar Terbesar di Bangkalan Madura yang Penuh Masalah

14 Mei 2024
Sisi Gelap Kuliah di Universitas Trunojoyo Madura, Kampus Murah yang Nggak Semua Orang Bisa Betah

Sisi Gelap Kuliah di Universitas Trunojoyo Madura, Kampus Murah yang Nggak Semua Orang Bisa Betah

18 Oktober 2025
Membayangkan Surabaya Sejuk kayak Malang, Jadi Kota Idaman Atau Masalah Baru?

Membayangkan Surabaya Sejuk kayak Malang, Jadi Kota Idaman Atau Masalah Baru?

28 Februari 2025
5 Hal yang Akan Terjadi kalau Bangkalan Madura Punya Bioskop, Salah Satunya Nggak Perlu Menyeberang Suramadu untuk Nonton Film Terbaru

5 Hal yang Akan Terjadi kalau Bangkalan Madura Punya Bioskop, Salah Satunya Nggak Perlu Menyeberang Suramadu untuk Nonton Film Terbaru

10 April 2025
Surabaya Unggul Segalanya dari Malang kecuali Wisata Alamnya (Unsplash)

Malang Memang Merana, tapi Surabaya Lebih Payah kalau Memperdebatkan Wisata Alamnya

20 Januari 2024
Kendaraan Plat M Meresahkan, Jadi Momok Jalanan di Surabaya Mojok.co

Kendaraan Plat M Meresahkan, Jadi Momok Jalanan di Surabaya

24 Juli 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

AeroStreet Black Classic, Sepatu Lokal Harga 100 Ribuan yang Awet Mojok.co

AeroStreet Black Classic, Sepatu Lokal Harga 100 Ribuan yang Awet

11 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

14 Desember 2025
Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

15 Desember 2025
Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

15 Desember 2025
Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran Mojok.co

Saya Hidup Cukup Lama hingga Bisa Melihat Wonosobo yang Daerah Pegunungan Itu Kebanjiran

12 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur
  • Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper
  • Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang
  • Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal
  • Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah
  • Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.