Baru-baru ini saya bertemu dengan mas-mas yang pakai hoodie berlogo suatu universitas yang ada di Korea Selatan. Hoodie berwarna biru lengkap dengan huruf hangeul itu langsung menarik perhatian saya. Hoodie-nya, ya, bukan masnya. Waktu itu saya langsung teringat drama Korea Law School. Drama yang berlatar tempat di Hankuk University, Korea Selatan, ini sering memperlihatkan para mahasiswanya yang menggunakan jaket angkatan berupa hoodie zipper berwarna abu-abu muda dengan logo kampus di dada kiri dan tulisan “Hankuk Univ.” di punggung.
Setelah saya cari tahu, ternyata jaket angkatan semacam itu punya istilah tersendiri dalam bahasa Korea. Namanya Gwajam. Kalau didefinisikan, gwajam adalah sebutan bagi jaket yang dikenakan oleh mahasiswa dari jurusan yang sama. Setiap jurusan atau kampus di Korea Selatan punya gwajam-nya masing-masing dengan paduan warna yang berbeda. Misalnya saja gwajam Korea University identik dengan warna merah scarlet yang dikombinasikan dengan warna putih di bagian lengan.
Mahasiswa kampus Korea Selatan lebih familier dengan penggunaan jaket varsity. Meskipun ada juga kampus yang menggunakan jaket angkatan berbentuk hoodie seperti kampus Amerika Serikat, jumlah mereka nggak begitu banyak. Gwajam ini juga bisa dibeli di banyak tempat alias nggak cuma dijual di kampus saja dengan harga KRW 40 ribu atau sekitar Rp 500 ribu.
Mahasiswa Korea biasanya pakai gwajam saat musim semi tiba. Korean Joongang Daily menuliskan bahwa ketika sekelompok mahasiswa di lingkungan kampus sudah mulai pakai gwajam, artinya musim semi sudah tiba. Wah, saya kira musim semi di sana diidentifikasikan lewat mekarnya bunga-bunga cherry blossom, ternyata lewat anak kampus, to.
Desain gwajam umumnya serupa di seluruh Korea Selatan. Pada lengan bagian kanan biasanya diperuntukkan bagi logo kampus, sementara lengan kiri menunjukkan tahun angkatan. Di bagian dada kiri, kita bisa melihat satu huruf kapital. Ini adalah inisial dari nama universitas. Kemudian di bagian punggung atas biasanya akan dibordir tulisan yang gede banget, menunjukkan nama universitas dan di bawahnya akan diisi keterangan jurusan, fakultas, atau UKM. Ada pula beberapa gwajam yang pakai maskot dari logo kampusnya.
Gwajam ini punya banyak fungsi selain untuk mengidentifikasikan asal kampus dan jurusan pemakainya. Melambangkan kesatuan dan kesamaan, gwajam bisa menjadi salah satu perekat hubungan antarmahasiswa. Ada sense of belonging dan kesadaran kolektif bagi mahasiswa yang bersangkutan ketika memakai gwajam dengan bordiran nama fakultas, universitas, atau organisasi. Implikasi dari rasa menjadi bagian dari suatu kelompok ini membuat mereka berusaha untuk nggak mencoreng citra kelompoknya. Misalnya seorang mahasiswa ke mana-mana selalu pakai gwajam dari universitasnya yang sangat disegani oleh masyarakat. Jika ia melakukan suatu tindakan kriminal, tentu saja nama kampusnya akan ikut terbawa.
Serupa dengan kegunaan korsa, pemakaian gwajam ini juga seringkali diselubungi hasrat ingin menyombongkan diri. Kalau sudah di level ini, kegunaannya bukan lagi untuk menghangatkan diri atau dipakai pas lagi berkendara biar nggak masuk angin. Terdapat beberapa mahasiswa yang bangga pakai gwajam saat ia berjalan-jalan di sekitar rumahnya. Bayangkan, deh, kalau tetangga kalian yang kuliah di kampus terbaik seantero negeri menyombongkan almamaternya dengan pakai gwajam 24/7. Bisa-bisa kalian dibanding-bandingkan oleh simbok, tuh.
Berkaitan dengan kebanggaan saat pakai gwajam, ada juga lho mahasiswa yang jadi congkak saat membawa nama almamater di punggungnya. Bahkan pernah ada postingan yang populer di media sosial yang mengatakan bahwa seharusnya mahasiswa yang nggak berasal dari 5 kampus prestisius di Korea Selatan merasa malu ketika memakai gwajam di ruang publik. Padahal, kan, suka-suka pemiliknya mau pakai gwajam atau nggak. Haduh, julidnya.
Mahasiswa yang sering mengenakan gwajam biasanya adalah maba atau mahasiswa baru. Setelah berjuang dan belajar mati-matian untuk bisa diterima di kampus impian, akhirnya mereka bisa jadi salah satu mahasiswa di sana. Mahasiswa semester akhir, terutama yang udah mendapatkan julukan “Mahasiswa Abadi” umumnya sudah malu buat pakai gwajam. Tahun angkatan yang ada di lengan gwajam bikin mereka takut dinyinyirin oleh orang lain. Bahkan ada istilah buat mahasiswa yang nggak kunjung lulus di Korea Selatan. Mereka disebut sebagai “Angkatan Fosil”.
BACA JUGA Drakor ‘Law School’ dan Realita Mahasiswa Korea yang Ambis Pol dan tulisan Noor Annisa Falachul Firdausi lainnya.