Sebenarnya, nggak cuma jadi pacar pramugari, pacaran dengan siapa pun memiliki kompleksitasnya masih-masing. Jangankan pacaran, kita pribadi saja rumit, apalagi jika berdua, ruwet-ruwet-ruwet, seperti kata Pak Jokowi. Tapi juga ada kebahagiaannya, senangnya, dan lain sebagainya.
Saya pacaran sudah lima tahun sama si Neng, sebut saja begitu. Dia wisuda ketika umur pacaran kami berjalan tiga tahun. Selesai wisuda, dia ngomong kalau mau jadi pramugari. Saya mah fine-fine saja awalnya, tapi ketika tahu dia lulus semua tes, hati ini bergejolak juga. Aduh!
Nah, ini sudah tahun kedua dia bekerja sebagai pramugari di salah satu maskapai di Arab Saudi. Selama dua tahun itu banyak hal baru yang saya rasakan. Tentu saja ya, dari awalnya bareng terus pergi kuliah dan ke mana-mana, sekarang jadi tiba-tiba menghilang. Rasanya itu kayak makan jeruk muda campur cabe campur garam. Susah dijelasin….
Awalnya memang berat banget ya. Dan yang paling berat itu memang rindu seperti yang dibilang Dilan. Gilak, Men, nggak main-main beratnya! Tapi makin hari-makin ke sini perasaan udah mulai bisa dikontrol. Gejolak-gejolak yang aneh di dalam jiwa sudah mulai dijinakkan, walau kadang balik lagi jadi liar macam serigala lapar.
Monmaap nih, bukan maksud saya melagak ya, tapi sekadar berbagi pegalaman ke kawan-kawan. Lagian apa yang saya lagakkan juga, yang jadi pramugari toh bukan saya. Hah!
Mana tahu dari sekian ratusan juta pembaca Terminal Mojok, ada beberapa pasangan yang mengalami masalah yang sama, atau ada yang pacarnya mau ngelamar jadi pramugari. Bagi yang nasibnya sama dengan saya, mungkin tulisan ini bisa jadi perwakilan perasaan mereka, walau nggak selalu sama, dan bagi yang akan melaksanakannya, semoga tulisan ini bisa membantu kawan-kawan untuk mempersiapkannya.
Duka jadi pacar pramugari #1 Pramugari dan long distance relationship adalah satu paket komplet
Profesi pramugari dan LDR adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Jika kalian memacari pramugari berarti kalian harus siap menerima LDR. Ibaratnya mereka berdua ini tidak bisa dipisahkan lah. Apalagi kalau pacaran dengan pramugari yang bekerja bukan di maskapai Indonesia, paket LDR-nya akan lebih besar dan berat.
Permasalahan awal yang terjadi ke diri saya dan si Neng ya itu, jarak yang jauh dan perbedaan zona waktu. Setiap hari saya mendengarkan lagu Slank “Jauh” sampai saya hafal betul detik keberapa bunyi gitarnya melengking, kapan naik vokal dan lain-lainnya. Selama tiga bulan saya mendengarkan lagu itu terus tanpa henti, setiap pagi, sore, malam, sesuai resep dokter.
Karena si Neng saya bekerja di maskapai di Arab Saudi, LDR kami terasa begitu menyakitkan. Selama ia bekerja di sana, kami hanya bertemu dua kali dalam setahun, dan di setiap pertemuan kami hanya bisa bertemu sehari atau dua hari, karena dia juga punya keluarga dan teman dan sahabat sehingga harus mengatur waktu di liburannya yang hanya satu minggu itu.
Saya pernah berpikir, apakah ini rasanya mereka yang sudah menikah dan salah satu dari mereka bekerja sebagai TKI atau TKW di luar negeri? Mungkin deritanya lebih dahsyat dari apa yang saya rasakan.
Duka jadi pacar pramugari #2 Jet lag jadi permasalahan baru dalam hubungan
Jet lag ini hadir sebagai orang ketiga yang senantiasa merusak mood si Neng. Ketika si Neng terbang ke negara yang waktunya berbeda jauh, katakanlah beda benua, ia akan didatangi si jet lag yang akan mengajaknya bercakap hingga waktu tidurnya berubah, hormonnya terganggu, emosinya tidak stabil, dan suka sakit perut.
Jadi awalnya saya sering dikejutkan dengan tingkah si Neng yang tiba-tiba berbeda dari daerah satu ke daerah lay over-nya. Percayalah, perpindahan mood ini lebih ganas dari perpindahan mood ketika perempuan sedang menstruasi. Dan bayangkan jika menstruasi ditambah jet lagm hasilnya setara ledakan bom atom di luar angkasa. Nggak kebayang kan? Saya juga.
Awalnya saya tidak menyadari, dan merasa dia berubah karena lingkungan baru yang ia temui. Ya kapan lagi kan keliling dunia sambil kerja. Tapi ketika saya perhatikan, baca literatur mengenai jet lag, dan kemudian merenungkannya dalam-dalam seperti seorang filsuf, saya akhirnya mendapat hasil bahwa hormon si Neng terganggu karena jet lag, bukan karena ia menemukan cinta yang baru.
Duka jadi pacar pramugari #3 Minder perbedaan gaji
Ya, tentu kerja jadi pramugari gajinya gede banget, apalagi di luar negeri. Masalah yang dialami kemudian adalah, saya minder masalah gaji. Ya wajar aja sih, manusia. Walau pacaran sudah cukup lama, tapi keminderan saya susah untuk dihilangkan. Apakah ini karena saya laki-laki? Entahlah.
Keminderan ini sampai membawa saya ke fase ingin mengakhiri hubungan karena saya merasa tidak sepadan dengan dia. Saya yang baru tamat kuliah dan kerja sana-sini, nulis sana-sini, yang kadang cukup, kadang nggak, merasa bukanlah jenis pacar yang cocok untuk seorang pramugari.
Ini terjadi ke saya di tahun pertama si Neng bekerja sebagai pramugari. Tapi untung si Neng berusaha meyakinkan saya dan menyarankan saya bahwa cinta bukan melulu soal uang dan penghasilan. Cieee….
Duka jadi pacar pramugari #4 Pacaran tapi seperti tidak pacaran
Pacaran sama pramugari membuat saya menjadi pribadi yang sabar. Melihat pasangan berboncengan di motor sambil pelukan, sabar. Melihat pasangan nongkrong dan tertawa-tawa di kafe, elus dada. Melihat pasangan nonton di bioskop, tutup mata, takut ntar adegannya lebih seru dari adegan di film.
Ya begitulah, saya dan si Neng kadang nonton bareng di laptop pakai aplikasi Zoom. Kadang main gitar bareng. Kadang tidur bareng. Eh, tapi kan cuma sama layar.
Sering juga saya merasa ini pacaran atau nggak, ya, kok ketemunya cuma di layar. Tapi mau gimana ye kan, kudu sabaaar!
Duka jadi pacar pramugari #5 Stereotip pramugari dan hasutan dari teman-teman
Mungkin dari sekian banyak masalah ini yang agak perih-perih-manis. Secara garis besar, orang-orang menganggap pekerjaan sebagai pramugari adalah pekerjaan yang gampang menjadi “nakal”. Salah satunya karena seragam yang dipakai.
Saya sudah kenyang oleh ucapan-ucapan macam begitu. Apalagi si Neng-nya sendiri. Hasutan teman yang seperti angin badai di tengah pelayaran menghantam setiap saat.
“Sebenarnya kamu yakin dengan si Neng? Jangan-jangan dia udah jadian lagi sama pilot! Hahaha!”
“Eh, kamu tahu kan pramugari itu bagaimana? Ya sudah, lepaskan saja, cari yang baru!”
“Aduh! kalau sudah menjadi pramugari berarti itu sama saja dengan burung balam yang sudah menjelma burung elang, tidak akan mau bertahan di kandang!”
Mendengar itu semua saya hanya menelan ludah. Kadang ikut tertawa tapi menangis di dalam hati. Kadang mengangguk tapi dalam mengangguk menggeleng juga. Ah ruwetlah rasanya.
Tapi, ya sudah, namanya juga proses!
BACA JUGA Pengalaman Ngekos di Kamar Kos yang Tak Ada Jendela dan tulisan Muhaimin Nurrizqy lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.