Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

5 Alasan IPK Mahasiswa Pascasarjana Itu Seringnya Tinggi Banget

Mohammad Maulana Iqbal oleh Mohammad Maulana Iqbal
19 April 2022
A A
5 Alasan IPK Mahasiswa Pascasarjana Itu Biasanya Tinggi Terminal Mojok.co

5 Alasan IPK Mahasiswa Pascasarjana Itu Biasanya Tinggi (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Sebelum saya mengenyam pendidikan pascasarjana, tepatnya ketika saya masih menduduki semester akhir di bangku sarjana. Saya melihat banyak para wisudawan dari program pascasarjana di kampus saya itu IPK-nya tinggi-tinggi. Bahkan, IPK mereka terlampau tinggi untuk tataran mahasiswa sarjana.

Bagaimana nggak tinggi, lah wong IPK terendah yang pernah saya tahu di jajaran pascasarjana itu 3,8. Padahal dengan IPK mahasiswa segitu sudah bisa menjadi lulusan terbaik bagi program sarjana. Paling nggak, jadi yang terbaik se-fakultas di kampus saya. Sedangkan untuk rata-rata IPK mahasiswa pascasarjana yang diwisuda itu kisaran 3,85 hingga 3,9. Dan, untuk lulusan terbaiknya punya IPK sampai 3,98 hingga 4,0.

Wisuda mahasiswa (Shutterstock.com)

Awur-awuran memang, IPK mahasiswa pascasarjana itu. Nah, ini saya bingungkan, apa iya mahasiswa pascasarjana itu sepinter itu? Atau memang ada sistem kongkalikong dalam standar nilai mahasiswa pascasarjana?

Setelah saya lulus sarjana dan beberapa bulan menyiapkan proposal tesis, akhirnya saya mendaftarkan diri untuk kuliah pascasarjana di kampus negeri paling bergengsi di Surabaya. Ya, tempat yang berbeda dengan kampus saya ketika menempuh program sarjana. Tak begitu membutuhkan waktu yang cukup lama dan setelah melalui tes wawancara, akhirnya saya diterima di program Magister Sosiologi.

Ketika mulai berkuliah di program pascasarjana itulah saya menemukan jawaban atas kecamuk pikiran saya. Ini soal, mengapa IPK mahasiswa pascasarjana itu tinggi-tinggi? Bahkan sangat tinggi, di luar jangkauan mahasiswa sarjana.

#1 Iklim akademik yang full diskusi

Semua ingin menyampaikan opininya (Shutterstock.com)

Sebenarnya, sistem pembelajaran diskusi sudah ada sejak di program sarjana. Hanya saja, saat itu yang diskusi paling cuma mereka-mereka yang caper, kutu buku, atau semacamnya. Sedangkan mereka yang bodo amat dengan kuliah ya pasti nggak bakal ikut diskusi di kelas.

Berbeda dengan program pascasarjana, yang mana seluruh mahasiswa di kelas itu pasti ikut diskusi, ikut berargumentasi. Bahkan, mereka yang memiliki karakter pendiam pun kalau di kelas pasti ikut nimbrung tukar pikiran. Meskipun ada yang nggak begitu menguasai materi kuliah, mereka pasti ikut bersuara, setidaknya menyampaikan pengalaman atau hasil riset yang pernah dilakukannya semasa sarjana.

#2 Dosennya nggak begitu ribet dengan nilai

Entah kenapa dosen yang mengajar pascasarjana itu nggak begitu mempermasalahkan perihal nilai. Mereka nggak mau ribet dengan nilai-nilai mahasiswa pascasarjana. Bahkan, beberapa dari mereka sejak awal kuliah sudah menjelaskan bahwa urusan nilai itu sesuatu yang gampang di kuliah pascasarjana.

Baca Juga:

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

Mengetahui hal ini, saya jadi mikir bahwa ternyata IPK tinggi mahasiswa pascasarjana itu nggak mutlak karena mereka pinter banget. Namun, ya ada unsur-unsur intervensi dosen yang memang nggak mau riweh dengan nilai mahasiswanya. Ya, maklum lah ya, lah wong dosen itu sudah ngajar di sarjana yang padat banget, belum lagi ngajar mahasiswa doktoral juga. Pastinya mereka nggak mau pusing dengan banyak hal.

#3 Tugas kuliah nggak bakal bisa dijawab oleh mbah Google

Jika di program sarjana, saya masih menemui tugas-tugas kuliah atau soal-soal UTS dan UAS yang modelnya menjelaskan konsep, definisi atau pengertian. Pertanyaan tersebut dapat saya temukan jawabannya dengan mudah melalui mbah Google. Tinggal klik-klik bentar saja, sudah bisa menyelesaikan tugas.

Ya, meskipun memang beberapa tugas program sarjana itu ada yang modelnya analisis, tapi itu masih nggak begitu banyak, dan cenderung menjadi tugas dengan skala waktu yang panjang. Masih lebih banyak model pertanyaan yang meminta kita untuk menjelaskan konsep.

Berbeda dengan kuliah di pascasarjana yang seluruh tugas khususnya soal-soal UTS atau UAS-nya itu modelnya analisis dan studi kasus. Jadi, dapat dipastikan bahwa mbah Google nggak bakal bisa menjawab soal mahasiswa pascasarjana. Pasalnya, sejauh ini mbah Google memang masih diprogram untuk menjelaskan, nggak sampai menganalisis.

Jadi, ketika mengerjakan tugas mahasiswa pascasarjana itu benar-benar ngandalin logika dan penalaran si mahasiswanya. Kita akan dinilai sejauh apa tingkat kritis dan alur logika dari mahasiswa tersebut.

#4 Referensi bacaan nggak boleh abal-abal

Harus dari sumber utama (Shutterstock.com)

Sebuah kebiasaan saya ketika menulis artikel semasa kuliah sarjana yakni saya sering menggunakan kutipan tak langsung, dalam artian melalui perantara tulisan lain yang mengacu pada tulisan utamanya. Misalnya gini, misal saja loh ini, “Menurut Jokowi (2018) dalam Luhut (2021) bahwa pemerintah merupakan… bla-bla-bla.”

Di tataran sarjana memang hal ini masih diperbolehkan. Namun, untuk tataran pascasarjana hal ini sangat dilarang. Mahasiswa pascasarjana dituntut untuk membaca sumber referensi langsung dari penulis utamanya, tanpa ada perantara penulis lain. Katanya sih hal ini untuk menjaga originalitas suatu gagasan.

Bahkan saking orinya, ada dosen yang menuntut untuk membaca teks aslinya. Misalnya, kalau teks aslinya bahasa Prancis ya baca teks yang bahasa Prancis itu. Namun, beberapa dosen juga ada yang masih memperbolehkan membaca teks Inggris-nya atau mentok terjemahannya, yang penting masih dipenulis pertama. Jadi, nggak begitu heran kalau wawasan mahasiswa sarjana itu lebih akurat, mendalam, dan luas.

#5 Sudah sesuai dengan minat dan bakat

Jika di program sarjana, mungkin kita masih dapat menemui mereka-mereka yang merasa salah jurusan. Sehingga ketika kuliah mereka syukur masuk, ngisi absen, dan pulang. Rutinitas yang hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan gelar sarjana. Untung-untung bisa lulus, soalnya beberapa banyak yang nyerah dan memilih untuk keluar atau pindah jurusan.

Berbeda dengan kuliah di pascasarjana, sebagian besar mahasiswanya nggak ada yang merasa salah jurusan. Mereka memang memiliki minat dan bakat sesuai dengan jurusan yang dipilihnya ketika kuliah pascasarjana. Ya, eman saja ketika kuliah pascasarjana yang bayarnya selangit itu sampai ada persepsi salah jurusan. Kecuali, kalau memang mereka anaknya sultan, puluhan juta bahkan ratusan juta sudah jadi uang jajan sehari-hari mereka, ya sah-sah saja kuliah pascasarjana sesuka hati mereka.

Kalau kuliah sudah sesuai dengan minat dan bakat, tentunya mahasiswanya akan lebih tekun belajar dan nggak asal-asalan ngisi absen belaka. Jadi, ini berimplikasi pada IPK mereka yang cukup tinggi-tinggi itu.

Penulis: Mohammad Maulana Iqbal
Editor: Audian Laili

BACA JUGA Pledoi Mahasiswa Pengejar IPK Tinggi yang Nggak Mau Tunduk sama Quotes Bob Sadino

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 19 April 2022 oleh

Tags: ipkMahasiswapascasarjana
Mohammad Maulana Iqbal

Mohammad Maulana Iqbal

Terkadang sedikit halu.

ArtikelTerkait

Jangan Jadikan Aktif di Ormawa sebagai Alasan Nilai Jelek

Jangan Jadikan Aktif di Ormawa sebagai Alasan Nilai Jelek

5 Januari 2023
S2 UGM Diperebutkan Lulusan S1 dari Kampus Mana Aja kecuali dari Kampus Sendiri Mojok

S2 UGM Diperebutkan Lulusan S1 dari Kampus Mana Aja kecuali dari UGM Sendiri

26 Oktober 2025
Seandainya Toko Buku di Purbalingga Sebanyak Gerai Es Teh Jumbo, Mahasiswa Nggak Akan Kerepotan Mojok.co

Seandainya Toko Buku di Purbalingga Sebanyak Gerai Es Teh Jumbo, Mahasiswa Nggak Akan Kerepotan

17 November 2023
10 Fitur Microsoft Word yang Perlu Dikuasai Mahasiswa yang Sedang Skripsi

10 Fitur Microsoft Word yang Perlu Dikuasai Mahasiswa yang Sedang Skripsi

25 Agustus 2024
halaman persembahan

Halaman Persembahan di Skripsi dan Hal-Hal yang Berjasa Selama Proses Perkuliahan Kita

22 Agustus 2019
Judul Skripsi Ditolak Dosen itu Harusnya Disyukuri, Bukan Ditangisi

Judul Skripsi Ditolak Dosen Itu Harusnya Disyukuri, Bukan Ditangisi

27 Juni 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

17 Desember 2025
Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

15 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

15 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.