Hampir semua stasiun di Jabodetabek ini sibuk dan nggak pernah tidur, apalagi stasiun yang jadi tempat pemberhentian KRL. Pagi buta saja sudah banyak yang mengantri dan siap berebut kursi lalu tidur. Lihatnya aja capek apalagi menjalani, rontok badan. Sebagai pengguna KRL, saya sudah menjelajahi beberapa stasiun. Ada yang terlalu padat sampai saya mumet berada di sana, tapi ada juga yang agak lowong. Nah, salah satu yang bikin sesak dan emosi adalah Stasiun Duri.
Berlokasi di daerah Tambora Jakarta Barat, membuat stasiun ini posisinya kurang asyik. Saya merasa letaknya terlalu pinggir dan cukup mblusuk. Lagian, nama “Duri” pun agak asing terdengar ya, tidak seperti Stasiun Tanah Abang atau Stasiun Manggarai. Namun, Stasiun Duri termasuk penting. Di sanalah tempat transit berbagai jurusan di Tangerang dan sebagian Jakarta Barat.
Sebagai pengguna setia commuter, saya bagikan sedikit cerita dan uneg-uneg tentang stasiun dekat Kali Anyar ini. Bagi kamu yang terpaksa harus naik dari Stasiun Duri, siap-siap mengalami ini ya.
Stasiun yang selalu padat, Senin sampai Minggu
Saya sempat berpikir, apakah orang-orang yang setiap hari berlarian mengejar KRL di Stasiun Duri ini nggak pernah tumbang ya? Saya aja ber-KRL hanya di waktu tertentu mau nangis rasanya. Bayangin deh, Senin ketemu Senin loh, stasiun ini nggak pernah sepi. Pagi hari semua penumpang barbar rebutan ruang gerbong atau sekedar pindah peron, khususnya jalur 2 arah ke Tanah Abang sekitarnya. Sore hari pun sama saja, nggak ada celah buat jalan santai.
Tidak hanya weekday, saya yang seringnya KRL-an di Sabtu atau Minggu pun geleng-geleng. Stasiun Duri tetap penuh dan semua orang tetap berlarian mengejar jadwal kereta. Bukan hanya yang mau kerja doang, banyak pula yang berwisata atau sekedar belanja ke Pasar Tanah Abang.
Pokoknya kalau sudah sampai di Stasiun Duri, vibes capeknya dapet banget.
Letaknya kurang strategis dan tidak ramah transum
Bicara lokasi, Stasiun Duri tidak dapat dikatakan strategis. Letaknya sih di Jakarta Barat, tapi cukup nyempil dan tersembunyi di antara gang sempit pemukiman warga. Saya pernah ke sana naik ojol dan dilewati jalan sangat sempit sekali, cuma muat 1 motor. Epic-nya lagi, ada beberapa rumah yang menjadikan teras rumah sebagai dapur. Jakarta pinggiran banget ini mah.
Satu hal yang lebih menyulitkan lagi, Stasiun Duri tidak ramah kendaraan umum seperti Transjakarta atau JakLingko. Pokoknya kamu harus naik ojol ke sini atau mungkin bisa minta anterin pacarmu atau temanmu. Pantas saja kurang familiar, posisinya aja antah berantah gitu. Meskipun demikian, kalau mau akses kereta bandara bisa dari sini loh. Penting nggak penting kan dia.
Kalau mau ke Tangerang sekitarnya, wajib transit di sini
Stasiun Duri memang tidak sepopuler lainnya. Akan tetapi, kamu jangan pernah skip stasiun ini kalau akan ke Tangerang. Mau berangkat dari Bogor, Manggarai, atau bahkan ujung Bekasi sekalipun, kamu wajib transit di Stasiun Duri. Dia semacam checkpoint, kalau dilupakan penumpang nggak akan sampai ke Tangerang. Untuk berpindah KRL, kamu naik dari peron 5 dan agak effort untuk mencapainya.
Jangan heran kalau stasiun yang nggak gede-gede amat ini selalu dipenuhi penumpang dari segala arah. Terlalu banyak warga Tangerang yang beraktivitas di Jakarta, jadinya pemandangan antrian panjang sudah menjadi hal lumrah. Untungnya, terdapat beberapa tenant jualan di sini, mulai dari kopi sampai minimarket. Jadi bisa jajan dulu sambil nunggu KRL datang dan berjibaku dengan lautan manusia pejuang rupiah.
Eskalator sempit dan penumpang membludak, ada solusi nggak?
Saya nggak pernah paham kenapa eskalator di stasiun rata-rata sempit ya. Begitu juga di Stasiun Duri, tangga berjalan ini yang paling bikin saya sakit kepala. Ketika rush hour, antrean naik turun eskalator panjangnya nggak masuk akal. Di saat genting kayak gini, masih ada pula yang menerobos ingin jadi yang terdepan. Oh, ada juga yang sudah diberitahu petugas “sisi kanan untuk berjalan, sisi kiri untuk berdiam”, tapi malah mematung di sebelah kanan. Emosi jadinya..
Adakah solusi untuk terkait eskalator ini? Entah dibuat yang lebih lebar agar pengguna KRL tidak menumpuk. Atau, tangga manual ditambah deh. Ya saya paham sih Stasiun Duri ini terlalu sempit untuk diutak-atik. Mungkin sudah tidak ada lahan untuk memperluas gedung dan menambah fasilitas penumpang, seperti eskalator, tangga, bahkan lift.
Tapi bener deh, jumlah masyarakat yang mengakses Stasiun Duri nggak sebanding dengan prasarana mobilitas penumpangnya.
Itulah beberapa hal yang menjadi keresahan saya tentang Stasiun Duri. Semoga dapat menjadi informasi penting bagi kamu yang akan berangkat dari sini. Jangan lupa, siapkan mental dan fisik karena kamu akan berdesakan plus kejar-kejaran dengan ratusan manusia lainnya. Semangat!
Penulis: Rachelia Methasary
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Stasiun KRL Paling Ikonik di Jakarta, Bisa Jadi Sarana Rekreasi Murah Meriah
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















