Bicara soal kehidupan di sekolah, salah satu topik yang menarik untuk dibahas adalah mengenai guru “killer”. Guru killer sendiri nggak bisa diartikan secara harfiah, ya, istilah tersebut merujuk pada bapak ibu guru yang ditakuti anak didiknya karena satu dan lain hal seperti terkenal galak, sering melakukan razia rambut mendadak, dsb.
Selain guru killer, para siswa biasanya juga memiliki guru idola. Berdasarkan pengalaman saya, guru yang tergolong dalam klasifikasi tersebut biasanya guru mata pelajaran Olahraga atau yang juga disebut Penjasorkes (Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan). Memangnya apa saja sih faktor yang membuat guru Olahraga cenderung jadi favorit para siswa di sekolah?
#1 Mata pelajarannya tergolong mudah
Jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain di sekolah, saya pikir mayoritas orang akan setuju bahwa mata pelajaran Olahraga adalah salah satu yang termudah. Mata pelajaran ini jarang sekali membahas teori layaknya Matematika, Fisika, Biologi, Sosiologi, dll. Mata pelajaran Olahraga umumnya mengajarkan ilmu dengan praktik langsung di lapangan yang mana kegiatan tersebut sangat disukai sebagian siswa, terutama siswa laki-laki.
Maka nggak heran jika banyak siswa yang menyukai guru Olahraga. Biasanya blio nggak mengajarkan sesuatu yang ndakik-ndakik dan bikin otak seperti ingin mengeluarkan asap. Blio mengajarkan sesuatu yang menyenangkan, menyehatkan badan, dan tentunya jarang menuntut anak didiknya untuk mesti mengerjakan tugas di buku tulis masing-masing. Terlebih, waktu saya masih sekolah dulu, biasanya para siswa diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan fisik apa yang kami inginkan di hari itu. Mau futsal? Silakan. Mau voli? Nggak masalah. Hal yang terpenting adalah kami melaksanakan kegiatan olahraga di lapangan.
Namun bukan berarti segalanya jadi serba bebas. Kalau memang waktunya untuk ambil nilai praktik atau melaksanakan ulangan harian, ya situasinya jadi serius. Yah, namanya juga mata pelajaran Olahraga, pasti tingkat keseriusannya nggak seperti ketika sedang tengah mengambil nilai Matematika atau mata pelajaran memusingkan lainnya.
#2 Nggak pelit kasih nilai
Saya nggak tahu apakah hal ini juga terjadi di sekolah lain, tapi selama menempuh pendidikan di bangku sekolah, saya selalu berjumpa dengan guru Olahraga yang nggak pelit nilai. Misalnya saat ambil nilai servis untuk voli, sering kali nggak semua siswa mampu melakukannya dengan sempurna. Namun, guru Olahraga biasanya akan tetap memberikan nilai yang cukup, dalam artian nggak ada yang di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Sementara itu, dulu saya jarang mendapati hal seperti ini terjadi di mata pelajaran lain. Jadi kalau nilainya memang belum mencukupi, ya siswa biasanya akan remedial. Kalau nggak remedial, biasanya disuruh mengerjakan tugas agar nilai bisa mencukupi. Beda kan dengan guru Olahraga? Makanya predikat guru paling baik hati rasanya nggak berlebihan jika disematkan pada guru Olahraga.
#3 Lebih banyak ngajarin praktik ketimbang teori
Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, mata pelajaran Olahraga mengharuskan guru untuk lebih banyak mengajarkan ilmu melalui jalur praktik ketimbang teori. Kita nggak akan bisa jadi pemain bulu tangkis yang baik jika hanya mempelajari soal teknis seperti tinggi net dan lebar lapangan, tapi juga harus praktik secara langsung. Untuk melakukannya tentu guru Olahraga harus mengajak para siswa keluar dari ruang kelas.
Tak bisa dimungkiri pasti banyak siswa yang merasa jenuh terus-terusan berada di dalam kelas. Para siswa juga butuh sesuatu yang menyegarkan pikiran dan memberi hiburan walau cuma sejenak. Hal ini bisa ditemukan lewat pelajaran Olahraga yang memang memberikan suasana baru dalam belajar dan jauh dari kata “membosankan”.
#4 Bisa ngemong semua siswa
Tak semua guru bisa mengontrol para siswa dengan baik. Terkadang ada guru yang kesulitan meng-handle siswa yang nakal atau sering bikin onar. Pada akhirnya sang guru jadi nggak bisa ngemong ke semua siswa dan hanya bisa mengatur mereka yang patuh. Berdasarkan pengalaman saya, guru Olahraga adalah pengecualian. Blio biasanya justru dapat merangkul semua siswa, baik yang “troublemaker” atau mereka yang penurut.
Sebab, guru Olahraga biasanya punya kepribadian yang nyantai dan menyenangkan, namun ia tetap bisa serius dan berubah menyeramkan apabila sedang marah. Ada saat-saat di mana blio akan duduk santai di kantin bersama siswa didik sambil berbincang-bincang. Namun ada pula momen di mana blio menjadi sosok yang dituakan dan membuat siswa didiknya mau mendengarkan semua nasihat.
Singkatnya, ia mampu merangkul siswa dengan cara yang sederhana dan nggak terkesan seperti terlalu menggurui atau bahkan “menakut-nakuti”. Sikap yang “seimbang” inilah yang kerap membuat banyak siswa jadi segan dan nggak berani macam-macam. Bagi saya, itulah definisi “ngemong” yang sesungguhnya; siswa menjadi patuh bukan karena takut, tetapi karena segan dan menaruh hormat yang tinggi kepada sang guru.
Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Tipe Guru di Sekolah Berdasarkan Mata Pelajaran yang Diampunya.