Hal-hal mistis yang menyertai
Sekarang kawasan sekitar memang jauh lebih ramai ketimbang puluhan tahun lalu saat perempuan ini masih muda. Parti mengaku kalau dulu sempat ada rasa khawatir saat kecil. Namun, seiring waktu, ia pun terbiasa.
“Tapi kadang anak-anak yang merasakan keanehan. Mungkin saya dulu juga, tapi sudah lupa-lupa, saya sudah tua,” ujarnya.
Dahulu, tutur Parti, saat cucunya hendak ke kamar mandi, tiba-tiba saja dia bilang kalau ada perempuan bermukena yang mau salat lewat di sebelah kamar mandi. Tentu aneh, karena di sisi selatan kamar mandi hanyalah semak-semak yang ujungnya pagar.
“Lalu mamahnya menenangkan dan bilang kalau itu memang orang mau salat ke masjid tapi terlambat,” ujarnya ngeri.
Ia juga menuturkan kisah lain, saat cucu keponakannya ketakutan karena merasa diamati oleh sosok orang tua yang berdiri di antara beberapa makam. Namun, hal seperti itu ia sikapi dengan tenang.
“Ya kalau ada anak-anak bilang begitu dijawab tenang saja. Bilang saja ‘Mbah, ampun nggodo kulo Mbah’,” ucapnya.
Seperti halnya Parti, Agung (40), warga lain yang saya jumpai di permukiman ini juga menuturkan bahwa tinggal di antara makam-makam sebenarnya biasa saja. Rumahnya yang juga jadi tempatnya membuka usaha warung terlelak di sisi barat. Di samping dan belakangnya juga terhimpit makam.
“Aktivitas biasa saja. Siang malam tidak ada perbedaan. Orang yang nggak pernah tinggal di sekitar makam mungkin mikirnya menakutkan, padahal nggak juga,” papar sambil duduk di depan warung.
Kendati begitu, satu dua cerita terkait pengalaman orang di sekitar pernah ia dengar. Salah satunya pengalaman yang dialami anaknya sendiri. Saat itu sang anak sedang digendong oleh neneknya di halaman belakang.
“Saat digendong anak saya tiba-tiba tanya ke neneknya. Katanya ada simbah-simbah di atas pohon. Malah akhirnya neneknya yang takut dan langsung masuk rumah,” ujarnya tertawa. Ia pribadi mengaku tak pernah mengalami pengalaman serupa.
Seperti para warga lain, Agung yang sudah turun temurun tinggal di sini mengaku tak begitu paham tentang latar belakang makam-makam di sekitarnya. Sebagai orang yang tinggal di sini, ia hanya berkewajiban untuk turut membersihkan area sekitar sejumlah nisan itu berada.
“Ini lagi musim hujan, jadi dipotongin rumputnya belum lama sudah tinggi-tinggi lagi,” ujarnya mengacu pada rumput yang mulai meninggi di halaman belakang.
Fenomena makam tua di permukiman
Penulis buku Nisan Hanyakrakusuman, Muhammad Yaser Arafat mengungkapkan bahwa makam-makam di Taman Sari itu kemungkinan sudah ada sejak pertengahan 1800. Hal itu ia landaskan dari tipologi kebanyakan nisan yang ada di sana.
“Kalau dilihat dari tangguh atau tipologinya, sebagian besar 1800 pertengahan sampai 1900 eranya,” terangnya saat dihubungi Mojok.
Dosen UIN Sunan Kalijaga yang sudah lama mendalami dunia pernisanan ini punya spekulasi bahwa mulanya yang dimakamkam di tempat ini adalah para pengurus masjid yang ada di dekatnya. Menurutnya, di sisi barat masjid milik Keraton memang umum ada kompleks pemakaman.
“Ya kemungkinan itu awalnya makam para pengurus masjid seperti muazin, khatib, hingga imam yang dulu memang hidup di sekitar situ,” paparnya.
Ia juga menuturkan bahwa banyak fenomena makam kuno yang menyatu dengan permukiman warga di DIY dan sejumlah daerah lain. Di Kota Yogyakarta misalnya, kondisi serupa ada di Bausasran dan Kotagede. Sebagian berada di sekitar permukiman saja, tapi ada juga yang nyempil di dalam rumah seperti yang ada di Tamansari.
“Pada zaman dulu, umum orang memakamkan jenazah tidak di satu kompleks makam khusus. Kadang di depan, samping, atau pekarangan rumah sehingga lazim fenomena penemuan makam kuno di tengah permukiman karena sebelumnya tertimbun tanah,” pungkasnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Misteri 3 Makam Nyai Dewi Sekardadu dan Bukit yang Dipindah dari Banyuwangi