Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal

Cerita Sejarah Genteng Godean dan Gunung Berjo yang Semakin Pendek

Brigitta Adelia Dewandari oleh Brigitta Adelia Dewandari
6 November 2022
A A
Beranda Liputan Geliat Warga
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Proses pembuatan genteng ditentukan alam

Menelusuri pembuatan genteng di Dusun Kwagon dan Dusun Berjo, membuat saya sedikit mengerti pembuatan genteng. Membuat genteng tidak bisa sehari jadi, paling tidak seorang perajin mampu menyelesaikan 1 genteng mulai dari tanah sampai siap jual dalam waktu 3 sampai 4 hari.

Berdasarkan cerita Sunardi, tahapan membuat genteng dimulai dari tanah yang diambil dari bukit dicampur dengan tanah yang diambil dari sawah. “Perbandingannya satu banding satu,” ujarnya. Sunardi akan membayar orang untuk menggiling tanah yang sudah dicampur menggunakan mesin gilingan. Kebetulan, setahu Sunardi, di Dusun Kwagon hanya ada 2 orang yang memiliki gilingan untuk menghaluskan tanah bahan baku genteng.

Dari gilingan campuran tanah bahan baku genteng, didapatkan batan siap olah. Proses selanjutnya adalah menipiskan dengan dibantu pelicin berupa solar dan minyak jelantah sampai berbentuk blek. Setelah itu, barulah Sunardi membawa dan meletakkan batan yang sudah tipis di bagian khusus mesin pres.

“Pres ini perlu tenaga yang besar,” ungkap Sunardi. Pasalnya, untuk melakukan pres, ia harus memutar besi berbentuk lingkaran itu dengan kuat agar mendapatkan tekanan genteng yang tidak mudah hancur dan grimpil. Tenaganya yang tidak lagi kuat seperti saat muda, membuat Sunardi hanya bisa mencetak genteng dengan pres sebanyak 200 sampai 500 genteng saja.

Setelah di cetak dengan mesin pres, genteng yang masih basah diambil menggunakan encak untuk disisir pinggirnya agar tampak rapi. Genteng-genteng yang masih basah itu kemudian ditata di larik-larik bambu untuk diangin-anginkan. “Kendalanya kalau musim kemarau, panas dan anginnya kencang, genteng-genteng yang basah dan setengah kering jadi mudah retak,” ungkapnya.

bahan baku membuat genteng
Genteng yang sudah dicetak diangin-anginkan di larik-larik bambu. (Brigitta Adelia/Mojok.co)

Namun, jika musim hujan tiba, Sunardi menemukan kendala baru. “Gentengnya tidak bisa kering, tidak bisa dijemur,” ujar Sunardi. Hal itu lantas membuat genteng-genteng yang masih setengah kering menumpuk banyak tidak bisa dibakar. 

Baca Juga:

Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Guru tak pernah benar-benar pulang. Raga di rumah tapi pikiran dan hati tertinggal di sekolah MOJOK.CO

Guru Tak Pernah Benar-benar Merasa Pulang, Raga di Rumah tapi Pikiran dan Hati Tertinggal di Sekolah

8 November 2025

Jika dipaksakan genteng-genteng yang setengah kering itu dibakar, hasilnya akan retak dan bahkan pecah sehingga harga jualnya turun menjadi sepertiga harga genteng normal. “Kalau harga per 1000 genteng utuh itu satu juta dua ratus, maka harga per 1000 genteng retak hanya tiga ratus rupiah,” ujarnya.

Selain itu, jika musim hujan tiba, Sunardi membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa melakukan pembakaran genteng. Pasalnya, membakar genteng harus dilakukan menunggu 5000 sampai 6000 genteng tergantung kapasitas tobong. Apabila hujan, untuk membuat 5000 sampai 6000 genteng membutuhkan waktu sampai dua bulan. Pembakaran biasanya dilakukan selama 12 jam, mulai dari jam 04.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB. 

Hal serupa juga diungkapkan oleh Maryatin (66), perajin genteng di Dusun Berjo Kidul. “Lawannya para perajin genteng itu memang alam,” ungkapnya. Misalnya saja dalam mencari bahan baku untuk membuat genteng. Selama ini, Maryatin memang tidak pernah menambang sendiri, ia hanya membeli dari mobil kol pengangkut tanah yang lewat di jalan dekat rumahnya. Namun, ketika hujan, jarang mobil pengangkut tanah yang lewat. Hal itu lantaran jika hujan tanah menjadi becek sehingga susah untuk diambil. Berdasarkan pengalamannya, harga tanah untuk ukuran satu mobil kol sekitar Rp100 ribu sampai Rp200 ribu yang bisa menjadi sekitar 900 genteng.

Kendala lain bagi perajin genteng saat musim hujan adalah genteng menjadi lama kering. Menurut pengalaman Maryatin, jika musim hujan, proses membuat 6000 genteng jadi memakan waktu lebih lama, yaitu 4 sampai 6 bulan. “Satu lagi, kelemahan genteng yang dibuat oleh perajin di Kecamatan Godean ini, genteng yang sudah dipasang maupun belum dipasang kalau sudah sekali kena hujan, pasti berlumut,” ujarnya.

Meski demikian, musim kemarau juga membawa kendala bagi perajin genteng, yaitu pecahnya genteng-genteng yang sedang diletakkan di larik-larik bambu ataupun ketika di jemur. Hal itu lantaran saat musim kemarau udara menjadi panas dan intensitas kekuatan angin meningkat, sehingga memberikan tekanan pada genteng yang masih belum kering sepenuhnya. “Hitunglah saat musim kemarau dari 6000 genteng, yang pecah 500 sampai 1000 genteng,” ungkapnya. Beruntung, jika genteng belum masuk dalam proses pembakaran, maka masih bisa didaur ulang menjadi genteng baru.

Masa depan genteng Godean

Industri genteng rumahan di Godean memiliki banyak tantangan. Saat ini perajin genteng dihantui kepastian akan keberlangsungan keberadaan bahan baku pembuatan genteng. “Sekarang ini bahan susah, jika tersedia operasionalnya mahal,” ungkap Agus Trihandoko. 

Bukit atau warga menyebutnya Gunung Gede Berjo yang kini tidak boleh ditambang untuk pembuatan genteng. (Brigitta Adelia/Mojok.co)

Tanah di sekitar Kecamatan Godean sudah mulai habis, sebagian telah menjadi genteng, sebagian lainnya ditambang untuk tol dan pembangunan perumahan. “Mungkin pemerintah memiliki saran bahan baku pengganti untuk membuat genteng,” ungkapnya. Mengingat keahlian warga di daerahnya (Red: Dusun Berjo Kidul) hanya membuat genteng.

Agus melihat volume tanah yang ditambang untuk genteng di Berjo Kidul semakin bertambah banyak. “Gunungnya semakin pendek, tanah semakin habis,” ungkap Agus. Para perajin genteng di Dusun Berjo Kidul mulai mencari bahan baku dari tempat lain. Beberapa memilih mendatangkan tanah dari bukit-bukit di Kabupaten Kulon Progo. Perbedaan bahan baku sebenarnya cukup berdampak pada kualitas genteng. 

Iklan

Tiga tahun ini, semenjak 2019 atau tak lama setelah terpilih sebagai Dukuh Berjo Kidul, Agus meminta penambangan tanah di Kawasan Cagar Alam Geologi Gunung Gede Berjo dihentikan. “Sayang ekosistem alamnya,” ujar Agus. 

Hal lain yang mengganggu pikirannya saat itu adalah kekhawatiran jika terus ditambang, bukit atau Gunung Berjo makin pendek dan tanahnya akan habis. Akibatnya, anak cucu nanti tidak bisa menyaksikan visual Gunung Gede Berjo dan hanya akan mendengar dari cerita saja. 

Reporter: Brigitta Adelia Dewandari
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA:

Halaman 2 dari 2
Prev12
Tags: gentenggodeanrumahsleman
Brigitta Adelia Dewandari

Brigitta Adelia Dewandari

Mahasiswa Ilmu Keperawatan yang hobinya keluyuran.

Artikel Terkait

Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Guru tak pernah benar-benar pulang. Raga di rumah tapi pikiran dan hati tertinggal di sekolah MOJOK.CO
Ragam

Guru Tak Pernah Benar-benar Merasa Pulang, Raga di Rumah tapi Pikiran dan Hati Tertinggal di Sekolah

8 November 2025
Sesal dulu bersikap kasar hingga menghina bapak. Kini ditampar realitas di perantauan dan mewak tiap pulang ke rumah MOJOK.CO
Ragam

Sesal Dulu Sering Kasar dan Hina Bapak, Kini Sadar Cari Duit di Perantauan dan Berkorban untuk Keluarga Tak Gampang!

28 Oktober 2025
Duka bertahun-tahun merantau di perantauan: Rumah tak seperti rumah, pulang bukan sebagai penghuni tapi tamu MOJOK.CO
Catatan

Duka Merantau Lama: Rumah Jadi Tak Seperti Rumah Sendiri, Tiap Pulang Terasa Hanya Sebagai “Tamu” Bukan Penghuni Asli

23 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
trotoar depok mojok.co

Kepada Siapa Saja yang Memangku Kuasa di Depok

Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.