Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Setelah Kerudung Bersertifikat MUI: Hijab Hipster dan Sempak Halal

Kalis Mardiasih oleh Kalis Mardiasih
4 Februari 2016
A A
hijab hipster
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dalam artikelnya yang berjudul “Indonesia, Surganya Bakul Hijab” di Mojok, Amanatia Junda hanya merilis empat kategori produsen sekaligus penjual hijab yang meramaikan jagat Instagram, yakni kategori artis, trendsetter, pendakwah dan ikan-ikan teri spammer. Jujur saja, saya kecewa dengan Amanatia Junda. Sebagai sesama mahasiswi legenda, bagaimana bisa mahasiswi ilmu komunikasi UGM ini tidak melakukan riset yang komperhensif terkait bab perbakulan hijab dengan lebih seksama? Malu-maluin Kak Wisnu Prasetyo Utomo sebagai calon Direktur Komisi Penyiaran Indonesia 2019 aja.

Apa boleh bikin, publik pun jadi resah, hingga kemudian mendesak Mojok untuk menayangkan ulasan terkait merek Zoya yang baru saja merilis produk jilbab halal bersertifikasi MUI. Dan tentu, saya sebagai muslimah Mojok yang cukup representatif untuk mewakili suara golongan ukhti berjilbab syar’I merasa terpanggil untuk kembali menuntaskan polemik ini.

Seperti yang telah menjadi rasan-rasan Anda semua, dalam flyer promosinya, Zoya membaiat diri sebagai kerudung bersertifikat halal pertama di Indonesia. Mereka menyebutkan, bahwa dalam pembuatan kerudung tersebut mereka menggunakan emulsifier berbahan tumbuhan dan bukan berbahan daging babi pada saat pencucian kain. Zoya juga memasang reklame iklan raksasa di kota-kota besar dengan tagline “Yakin Hijab Yang Kita Gunakan Halal?”.

Saat membaca iklan tersebut, saya yang sedang menggunakan jilbab kain paris sepuluh ribuan–yang setia berdiri di atas semua umat dan untuk semua golongan itu–rasanya ingin melepas jilbab saat itu juga sambil menangis meraung-raung. Sia-sia sudah kebanggaan saya berjilbab syar’i berbelas tahun yang telah saya curhatkan dengan fenomenal itu.

Dalam lubuk hati yang paling dalam, saya masih berkhusnudzan bahwa MUI tidak pernah benar-benar mengeluarkan label halal untuk produk kerudung ini. Saya yakin, MUI pasti ingat bahwa ketika turun ayat perintah berjilbab dari Gusti Allah, Kanjeng Nabi Muhammad tidak pernah menyeru merek tertentu kepada istri-istrinya. Pastinya beliau juga tidak sempat memeriksa kandungan gelatin babi pada kainnya. Lagipula, memangnya belum cukup toh MUI dengan pajak sertifikat halal Solaria, dan segambreng brand makanan skala internesyenel lain itu? Kok ya sekarang iseng betul meluaskan bidang jajahan ke produk kerudung segala?

Sesungguhnya, saya maklum mengapa label-label ternama di Indonesia mengambil cara ekstrim tapi wagu untuk keperluan promosi seperti kasus jilbab halal yang tak bisa dimakan ini. Dengan cara apa lagi bakul-bakul itu mesti bertahan jika pada tanggal 3 Januari 2016 lalu, Dolce & Gabbana mengumumkan akan merilis koleksi hijab dan abaya mereka untuk pertama kali?

Kawan senasib seperskripsian saya, Amanatia Junda itu, tampaknya sedikit lupa bahwa ini tahun 2016: MEA telah resmi dibuka, kontrak Freeport kembali diperpanjang, hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan telah habis dibakari untuk melanjutkan proyek ekonomi neoliberal MP3EI, hingga jalur kereta cepat Jakarta-Bandung siap dibangun untuk memfasilitasi para londo dan toean-toean yang akan bebas berkompetisi di segala lini. Maka semestinya tak perlu diherankan lagi jika merek sekelas D & G ikut meramaikan pasar global perbakulan hijab fashionistas.

Memangnya seperti apa model hijab ala D & G itu?

Koleksi pertama D & G untuk menyambut musim panas 2016 tampil trendi dengan balutan warna hitam mewah dipadu corak elegan sandy beige. Warna “aman” tersebut juga tercurah dalam desain abaya berbahan sheer georgette dan kain satin kualitas tinggi dengan motif bunga aster, mawar, dan lemon, dilengkapi dengan taburan detail lace sepanjang bagian hems. Tak ketinggalan, untuk semakin menyempurnakan tampilan, D & G juga mempercantiknya dengan drape alias syal berwarna cetar ulala. Dan tentunya: semuanya itu dijual terpisah dong, Sist! Produk sehits itu tentu akan membuat tagar #OOTD sista-sista semua menjadi lebih garang dan terdepan.

Jika Zoya sudah cukup puas dengan Laudya Cintya Bella dan Ivan Gunawan, D & G menggandeng model kenamaan Arab, Mariah Idrissi. Kondisi ini tentu cukup mengguncang pasar konsumen level tante-tante istri pejabat, artis dan anggota DPR yang mendadak jilbaban tiap kepergok KPK, juga muslim kelas menengah yang sebenarnya telah diprediksi majalah SWA sejak tahun 2014 lalu. Oleh karena hal inilah, maka maklumi saja jika label dalam negeri kita mengeluarkan segala daya dan upaya pemasaran untuk menyambut era perdagangan bebas yang seru ini lewat bantuan MUI.

Zoya, pada gilirannya justru dicaci dengan uji coba strategi pemasaran hijab halal-nya. Strategi ini memang tampak terlalu gegabah dan terburu-buru, utamanya untuk masyarakat sekritis Indonesia. Masyarakat kita tentu tak perlu membuka kitab fikih Syaikh Yusuf Qardlawi untuk mengecek keabsahan soal halal-haram kain. Mereka hanya cukup menalar bahwa perintah sempakan tentu lebih penting daripada perintah berjilbab. Berjilbab tanpa sempakan bagaikan berpuasa Ramadhan tapi tidak shalat lima waktu, atau buka puasa bersama tapi kelewat shalat maghrib.

Belajar dari kasus ini, usul saya, barangkali para bakul hijab perlu menerapkan strategi pemasaran lawas tapi terbukti selalu efektif dalam menjaring pasar di era apapun, yakni, strategi kaum hipster. Jika Arman Dhani rela mengeluarkan uang jutaan untuk rilisan merch band idola, kaum hawa pasti tak mau kalah dong. Bukankah kata Efek Rumah Kaca: Pasar Bisa Diciptakan? Ya, untuk mengawali line clothing hijab hipster, sista sekalian bisa mulai merilis hijab bermerek “Kebangkitan Kedua Nyi Blorong” dengan model yang berjalan di atas catwalk sambil ngunyah-ngunyah melati. Siapa tahu ‘kan nilai lokalitas ini justru membuat ekonomi Indonesia dapat bersaing di kancah global? Jangan terlalu serius. Dalam ruang di mana segala hal hanya diukur lewat kapital dan komoditi, akal sehat memang tak layak dipertahankan.

Jadi, apakah Anda sudah memastikan sempak Anda semua halal? Sebab sempak yang mengandung gelatin babi sungguh akan mempengaruhi kebarokahan vitalitas reproduksi.

Terakhir diperbarui pada 18 Februari 2021 oleh

Tags: HijabHijabersHipsterKerudung HalalMUIZoya
Kalis Mardiasih

Kalis Mardiasih

Artikel Terkait

Sound horeg di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. MOJOK.CO
Ragam

Sound Horeg bikin Kaca Jendela Rumah Pecah, Langsung Labrak Tetangga dengan Cara Elegan

23 Juli 2025
‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ - Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab.MOJOK.CO
Ragam

‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ – Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab

21 Januari 2025
Paskibraka Lepas Hijab Wujud Tidak Merdeka di Hari Kemerdekaan MOJOK.CO
Esai

Aturan Paskibraka Lepas Hijab Adalah Blunder Paling Bodoh. Paskibraka Tidak Merdeka di Tengah Peringatan Kemerdekaan Itu Sendiri

15 Agustus 2024
khitan perempuan
Podium

Ketika Menolak Bayi Perempuanku Dikhitan: Mereka Bilang Aku Ibu Egois

3 Maret 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.