MOJOK.CO – Apa saja yang akan Agus Mulyadi lakukan seandainya dia jadi Rangga. Tentu bukan Rangga Nicholas Saputra ya.
Bagi banyak wanita, tentu sosok Nicholas Saputra sebagai Rangga di film Ada Apa dengan Cinta (AADC) akan susah digantikan oleh siapapun. Ya, oleh siapapun. Bahkan oleh sosok yang jauh lebih tampan dari Nicholas Saputra sekalipun. Mau dibikin sekuel sebanyak apapun dalam berbagai versi, Rangga harus tetap Nicholas Saputra.
Wiro Sableng mungkin bisa diperankan oleh Tony Hidayat, Ken Ken, Abhie Cancer, atau Vino G. Sebastian. Spiderman juga mungkin bisa diperankan oleh Tobey Maguire, Andrew Garfield, ataupun Tom Holland. Tapi Rangga, dia hanya bisa diperankan oleh Nicholas Saputra. Hal ini tak bisa diubah, karena memang sudah begitu aturan mainnya. Hukum AADC harus ditegakkan setegak-tegaknya.
Sebagai seorang AADC-ers yang kaffah, saya mencoba untuk mematuhi dan menjunjung tinggi hukum AADC, di mana Rangga tak bisa digantikan oleh siapapun.
Tapi sayang, ini adalah Mojok, situs di mana banyak aturan main boleh dan bisa ditabrak sesukanya, situs di mana hukum AADC tidak dijadikan rujukan yang utama.
Maka, untuk kali ini saja, izinkan saya menyaru sebagai Rangga.
Menjadi seorang Rangga tentu bukan hal yang mudah. Ia harus selalu kalem dan cool, padahal seperti yang sampean tahu, saya adalah makhluk yang paling susah jika harus disuruh macak kalem. Selain itu, saya juga tak bisa betah jika terus disuruh berfikir dan bertindak dari sudut pandang seorang Rangga.
Nah, atas dasar itulah saya menyusun daftar hal apa saja yang akan saya lakukan seandainya saya adalah Rangga. Tentu menurut sudut pandang nalar saya.
Apa sajakah? Monggo disimak.
Saya akan menerima penetapan saya sebagai pemenang lomba puisi
Ya, itu adalah hal pertama yang akan saya lakukan seandainya saya menjadi Rangga. Saya akan datang ke lapangan upacara, lalu mengakui dan menerima hadiah atas kemenangan saya di lomba puisi yang saya ikuti secara tidak sengaja itu (karena bukan saya yang mendaftarkan puisi saya).
Ini tentu langkah yang bijak dan taktis. Mang Diman girang, Pak Kepala Sekolah tidak kebingungan, dan saya juga senang karena dapat hadiah.Â
Apalagi menurut desas-desus yang beredar, konon hadiah lomba puisi waktu itu adalah voucher belanja Indomaret yang nilainya cukup menggiurkan. Yah, kapan lagi bisa dapat snack Pocky dan Sari Roti gratis cuma karena nulis puisi?
Saya tak khawatir penerimaan hadiah itu akan menghambat kisah asmara antara saya dan Cinta. Karena saya sadar, menerima atau tidak menerima hadiah, toh Cinta bakal tetap mewawancarai saya, secara dia itu kan orang mading, ditambah dia juga merasa gagal karena puisinya kalah kece dan ciamik dibandingkan puisi saya.
Mangkanya, saya heran banget sama Rangga (yang asli), mengapa ia menolak mengakui dan menerima hadiah lomba puisi itu. Ganteng sih ganteng, tapi gobloknya itu lho, nggak ketulungan.
Saya tak akan mengajak Cinta ke toko buku
Setelah sukses mendekati Cinta, saya tak akan mengajaknya ke toko buku, apalagi toko buku bekas. Kenapa? Karena saya sadar, mengajak wanita ke toko buku bukanlah hal yang romantis. Toko buku adalah tempat yang suci dan sakral, ia tak pantas menjadi tempat yang hanya menjadi ajang pamer intelektualitas.
Karena itulah, saya lebih memilih mengajak Cinta ke warnet, untuk kemudian mengajarinya bagaimana cara membuat akun di Tokopedia atau Bukalapak, lalu membeli buku secara online di sana. Itu adalah cara yang etis dan romantis tanpa harus merusak kesakralan toko buku.
Saya akan mengajak Cinta nonton film di rumah
Mengajak seorang wanita ke kafe lalu menjebaknya agar tampil untuk menyanyi atau membaca puisi di hadapan segenap pengunjung kafe adalah sesuatu yang sangat tidak pantas bagi seorang lelaki. Dan itu yang dilakukan oleh Rangga (Bangsat kamu, Rangga!).
Karenanya, sebagai Rangga tandingan, saya tidak akan mengikuti jejaknya. Saya justru akan mengajak Cinta main ke rumah lalu nonton film.Â
Film apa yang akan kita tonton? Tentu saja AADC. Agar apa? Ya agar saya bisa memberitahu Cinta, betapa gobloknya Rangga yang asli karena menolak menerima hadiah, juga memberi tahu, betapa noraknya seorang pria yang mengajak gebetannya ke toko buku bekas, dan betapa bangsatnya pria yang menjebak gebetannya agar mau tampil di hadapan umum.
Hal itu saya lakukan semata agar Cinta bisa membedakan, mana Rangga yang hobi nguntal Cerebrovit, dan mana Rangga yang hobi ngemil micin.
Saya akan tetap pergi, tapi tak jauh
Rangga akhirnya harus pergi ke New York. Itu adalah bagian yang menyedihkan, namun harus tetap ada. Bagaimanapun, kepergian adalah harga yang harus dibayar Rangga untuk bisa menebus ciuman klomoh Cinta.
Sebagai Rangga tandingan, Saya pun tetap akan pergi menjauh dari Cinta, tapi tentu tidak jauh-jauh amat. Ke mana saya pergi? Tentu bukan ke New York. Lalu kemana? Saya yakin Anda sudah tahu jawabannya. Yak, betul, Polewali Mandar.
BACA JUGA Penggemar AADC Seharusnya Berterima Kasih kepada 4 Sosok Ini dan tulisan Agus Mulyadi lainnya.