Tulisan ini adalah tulisan perpisahan rubrik Hewani yang mulai pekan depan tak akan muncul lagi. Terima kasih sobat fauna yang sudah setia bersama kami. Jangan sedih, kalian masih bisa mendapatkan asupan ilmu soal hewan di Natgeo. Apa? Kalian nggak langganan Natgeo? Ya Ampuuun, dasar miskin.
– – – – – –
Banyak orang menganggap bahwa berbicara dengan hewan peliharaan seperti anjing atau kucing adalah hal yang bodoh dan menggelikan. Namun, sebuah fakta terbaru agaknya bakal membabat habis label bodoh dan menggelikan ini.
Keberadaan hewan peliharaan ternyata punya hubungan yang erat dengan kondisi kesehatan si pemeliharanya. Sebuah penelitian dari University of Minnesota mengatakan bahwa mereka yang tidak memelihara hewan peliharaan lebih berisiko terkena penyakit jantung dibanding dengan mereka yang memelihara hewan peliharaan.
Beberapa peneliti bahkan meyakini bahwa berbicara dengan hewan peliharaan seperti kucing atau anjing ampuh untuk menurunkan stres.
Kebiasaan berbicara dengan hewan ini dinamakan antropomorfisme. Kebiasaan ini bukan hal yang bodoh. Sebaliknya, ia justru menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang.
“Sejarahnya, antropomorfisme dianggap sebagai sikap kekanak-kanakan atau tindakan bodoh. Padahal ini sebenarnya reaksi natural yang secara unik ditunjukkan oleh mereka yang cerdas di bumi ini,” ungkap Dr. Nicholas Epley, profesor ahli di bidang sikap dan tingkah laku di University of Chicago.
Berbicara dengan kucing atau anjing juga bisa menjadi kunci berlatih komunikasi, persis seperti orang yang berbicara di depan cermin.
Pada titik tertentu, berbicara dengan kucing atau anjing bisa menjadi ajang curhat yang baik. Sebab sebajingan-bajingannya kucing ataupun anjing, mereka tak pernah ember menyebarkan curhatan-curhatan kita.
Nah, karena itu, jangan pernah takut dan merasa bodoh berbicara dengan kucing atau anjing Anda.
Meski begitu, jangan sok-sokan paham dengan bahasa hewan. Ingat, Anda bukan Nabi Sulaiman, Eliza Thornberry, Dr. Dolittle, atau Prabu Angling Dharma yang bisa paham bahasa binatang.