MOJOK.CO – Selepas dia pergi, kamu tidak sendiri, dan tak perlu menghukum diri.
Mungkin kita merasa tak masuk akal, ketika melihat banyak pemberitaan di media yang mengungkapkan seseorang memutuskan bunuh diri karena sebuah masalah yang dianggap sepele. Namun, masalah yang dianggap sepele itu, bisa jadi bukan hal sepele bagi orang lain. Masalah putus cinta, misalnya.
Dalam salah satu fase kehidupan kita, kita pasti pernah berada dalam keadaan yang sangat mempercayai seseorang. Menjadikannya sebagai sandaran dalam hidup. Pun tidak ingin melewatkan dia dari momen-momen penting kehidupan kita. Rasanya, menjadikannya sebagai prioritas dalam setiap pilihan adalah sesuatu yang tak perlu lagi dipertanyakan.
Namun, kehidupan memang tidak pernah dapat kita tebak. Banyak perkara yang terjadi tanpa pernah memberikan peringatan sebelumnya. Prioritas yang kita berikan pada seseorang, ternyata tidak bersambut dengan baik untuk selamanya.
Dia memutuskan untuk pergi dari kehidupan kita. Mencukupkan kata ‘kita’ yang sebelumnya terasa sangat membanggakan jika diceritakan pada orang lain. Kata ‘kita’ yang telah menjadikan kita tidak lagi merasa sendiri. Namun ternyata, itu perlu dihentikan di saat kita tidak mempersiapkan apa-apa.
Hilang kendali dan merasa tidak lagi punya pegangan, mungkin terjadi. Kita tak tahu akan bersandar pada siapa. Menyadari bahwa selama ini telah bertumpu berlebih padanya. Kita merasa tidak tahu lagi apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Semua rencana-rencana untuk dapat hidup bersama suatu hari nanti, sirna sudah. Bahkan ada keinginan—meski sekelebat—untuk mengakhiri hidup saja.
Sayang, patah hati hanya sekelumit fase dari kehidupan kita yang masih panjang. Jangan begitu saja kita cukupkan perjuangan. Menjadikan dia adalah segalanya merupakan sesuatu yang berlebihan. Masih banyak ‘dia’ lainnya yang selama ini ada untuk kita. Namun kita abaikan begitu saja. Masih banyak kegiatan yang mengharapkan kita menjadi salah satu bagiannya. Masih banyak yang membutuhkan kita. Tidak kah kita menyadari itu?
Kita memang masih tak juga habis pikir, bagaimana bisa sebuah kedekatan itu dapat memisah begitu saja. Lalu bertanya-tanya, apakah banyak dari kepribadian kita yang ia tak suka? Apakah ia sebenarnya tak suka jika kita sering mengingatkannya tentang berbagai hal? Apakah ia risih karena kita terlalu sering bercerita banyak hal padanya? Apakah memang sudah sejak lama dia tidak suka, namun mencoba bertahan sampai ada momen yang tepat untuk memilih berpisah saja? Terus menerus bertanya, apa yang sebenarnya salah dalam hubungan itu sehingga harus berpisah semudah itu?
Sayang, yang perlu kita tahu, sebanyak apapun alasan untuk bertahan, selalu ada alasan seseorang untuk pergi dari kehidupan kita. Kepergiannya itu tidak hanya selalu tentang kita. Bisa jadi, mungkin dia memang tidak dapat berkomitmen dengan baik, dia tidak siap untuk menjalani hubungan yang lebih serius, dia sudah tidak sayang lagi pada kita karena ada orang yang lebih menarik baginya, atau bisa jadi dia memiliki fokus aktivitas yang lain di saat yang sama.
Pertama, yang perlu kita yakini, bahwa alasan dia untuk pergi tidak ada hubungannya dengan kita. Kita tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga hanya untuk menghukum diri sendiri dengan asumsi-asumsi negatif tentang diri kita sendiri. Kepergiannya adalah pilihannya.
Seharusnya, itu tidak menjadi alasan yang membuat kita menghukum diri sendiri. Bahkan merasa kita yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Tidak sayang, kita terlalu berharga jika terus menerus seperti itu. Justru terus menyalahkan diri sendiri hanya akan menjadikan kita sulit untuk memindah perasaan meski sudah lama berpisah. Kita sudah berjuang sejauh ini, jika memang dia tidak ingin berjuang seperti kita, itu artinya tidak ada lagi gunanya kita berusaha mempertahankannya.
Kedua, memang banyak kisah bahagia yang kalian lewati bersama. Tentang bagaimana kencan pertama kali yang menyimpan degup dada tidak beraturan. Tentang cara dia menyemangati hari-hari sulit kita. Tentang dirinya yang sederhana namun membuat kita merasa sangat berharga.
Namun, kita tak dapat terus menerus mengingat hal-hal indah yang hanya akan membuat kita menyesal telah berpisah. Kita juga harus ingat, bahwa ada perlakuannya yang menyakitkan dan kenangan tentangnya yang memang perlu ditinggalkan.
Ketiga, yang perlu kita pahami, bahwa kegagalan dalam sebuah hubungan adalah sesuatu yang wajar terjadi. Kita memang sering belajar untuk sebuah perkenalan, namun kita sering lupa belajar untuk sebuah perpisahan. Tidak apa, kita hanya perlu meyakinkan diri sendiri saja. Bahwa akan ada bagian kehidupan yang dapat kita pelajari dari sebuah kegagalan.
Nyatanya kehidupan ini tidak menyimpan tombol pause. Seberat apa pun rasanya, tidak ada pilihan lainnya, selain melanjutkan. Terkadang kita memang butuh diberikan lupa yang terlalu mudah. Supaya sesakit-sakit dan seberat-beratnya yang terjadi pada hari ini, akan kita hadapi lebih ringan ketika terbangun esok hari.
Kita hanya perlu memberikan keyakinan pada diri sendiri. Bahwa semua yang terasa berat, akan ringan dengan waktu yang ada. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mencintai diri kita sendiri. Meyakinkan bahwa kita kuat menghadapinya.
Kenangan yang telah terjadi diantara kalian tidak dapat dihapus begitu saja. Percayalah, ia akan terlupa sedikit demi sedikit, anpa perlu diusahakan dengan mati-matian.
Sayang, bersedihlah untuk luapkan amarah. Namun tolong, jangan terlalu lama.