MOJOK.CO – Kemarahan Jokowi membuatnya mengeluarkan ancaman reshuffle menteri. Namun, amarah itu tak akan bisa membuat tiga menteri ini dicopot. Wow kan.
Dimarahi atasan di depan kolega kerja adalah aib kantor paling tak menyenangkan bagi orang Indonesia. Jangankan sampai memarahi, kadang kala menyatakan bahwa ada rekan kerja yang bersalah saja rasanya tabu. Situasi seperti ini tidak mengenakkan memang, baik bagi bawahan maupun atasan.
Makanya, manakala Presiden Jokowi yang setahun belakangan semakin jarang tertawa bisa sampai mengeluarkan nada tinggi, para menteri mestinya mulai hati-hati. Cermati saja perkataan Jokowi dalam rapat kabinet 18 Juni lalu di Istana Negara. Walau baru 10 hari kemudian dokumentasinya diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, efek seramnya tetap terasa.
“Jangan biasa-biasa saja! Jangan linier! Jangan menganggap ini normal! bahaya sekali kita! Saya melihat masih banyak kita (para menteri) yang menganggap ini normal. Lha, kalo saya lihat, masih ada bapak-ibu, saudara-saudara, yang masih melihat ini sebagai sebuah… masih normal, berbahaya sekali!”
Tanda seru di kalimat Jokowi bukan bikin-bikinan saya. Kalimatnya memang diserukan dengan keras, ditambah raut wajah Jokowi yang sinis. Tapi itu belum seberapa ketika marahnya Jokowi sampai menunjuk ke Kementerian Kesehatan dan Kemenko Perekonomian.
“Yang kedua, saya peringatkan, belanja-belanja di kementerian, saya lihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya. Karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan nanti naik. Jadi belanja-belanja kementerian tolong dipercepat, sekali lagi, tolong jangan anggap ini biasa-biasa saja. percepat.
“Untuk pemulihan ekonomi nasional, misalnya saya beri contoh, bidang kesehatan, itu dianggarkan 75 triliun. 75 triliun! Baru keluar 1,53 persen coba! Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua.”
“Di bidang ekonomi juga sama, segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro. Mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu, nggak ada artinya.
“Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita. Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extraordinary. Saya harus ngomong apa adanya, nggak ada progress. Yang signifikan, enggak ada. Kalau mau minta perppu lagi, saya buatin perppu. Kalau (yang) sudah ada belum cukup, asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya.”
Jangankan para menteri, saya yang orang biasa saja ikut panas kupingnya mendengarkan omelan Jokowi. Tapi teguran barusan belum masuk ke puncaknya. Sebab, setelah menyelesaikan semua omelannya, Jokowi lalu mengeluarkan ancaman mengerikan.
“Sekali lagi, (suasana krisis) ini tolong betul-betul dirasakan kita semuanya, jangan sampai ada hal yang justru mengganggu. Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary ini betul-betul… harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya langkah, entah langkah-langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan, akan saya buka, langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa aja membubarkan lembaga, bisa aja reshuffle, udah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat perppu yang lebih penting lagi, kalau memang diperlukan. karena memang suasana ini harus ada. Suasana ini tidak… Bapak-Ibu tidak merasakan itu sudah. Artinya tindakan-tindakan extraordinary keras akan saya lakukan.”
Terlepas dari kita mendapat informasi baru bahwa Jokowi ternyata termasuk sobat overthinking yang pikirannya kerap ke mana-mana, saya tertarik membayangkan siapa menteri yang tak akan dijungkalkan meski kinerja kabinet secara umum buruk.
Pilihan ini beralasan. Sudah pasti akan lebih banyak menteri yang berpeluang diganti. Sementara yang sedang saya susun adalah artikel Mojok yang punya batasan jumlah kata, bukan daftar kesalahan Orde Baru. Artinya, atas alasan praktis, tak mungkin mendedah satu per satu dari 30-an menteri yang ada saat ini. Alhasil, seperti inilah daftar yang saya susun.
Abdullah Makhmud Hendropriyono
Menteri ini disebut-sebut punya pengaruh kuat dalam pemerintahan Jokowi periode pertama dan kedua. Ini kenyataan yang dibenci para pegiat HAM mengingat rekam jejak Hendro yang masih terus dikaitkan dengan pembantaian Talangsari dan pembunuhan aktivis HAM Munir.
Bahkan bukan cuma dirinya. Sejak Jokowi menjabat, anak dan menantu Hendropriyono turut masuk dalam lingkaran utama kekuasaan negeri ini. Putra Hendropriyono, Diaz Hendropriyono, kini menjabat sebagai staf khusus presiden. Sementara itu, menantunya, Letjen. Andika Perkasa, kini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Akan tetapi, bukanlah karena pengaruhnya sehingga Hendropriyono mustahil tersingkir dari kabinet apabila Presiden Jokowi jadi melakukan reshuffle menteri. Yang membuat Menteri Hendropriyono tak mungkin dicopot presiden Jokowi ialah karena ia bukan menteri di kabinet Jokowi, melainkan menteri di Kabinet Pembangunan VII (Maret-Mei 1998) yang dikomandoi Presiden Soeharto. Saat itu, selama dua bulan Abdullah Makhmud Hendropriyono menjabat sebagai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan.
Sungguh nama kementerian yang men-trigger aktivis lingkungan.
Hamzah Zainudin
Politisi berusia 63 tahun ini baru dilantik sebagai Menteri Dalam Negeri dalam pemerintahan sekarang pada 1 Maret 2020. Sebelumnya, ia menjadi anggota legislatif sejak 2008. Meskipun belum lama menjadi menteri dan belum bisa dinilai baik buruk performanya, Hamzah tetaplah mustahil bisa didongkel Presiden Jokowi, seburuh apa pun situasinya. Soalnya, Hamzah Zainudin adalah Menteri Dalam Negeri Malaysia.
Susi Pudjiastuti
Menteri Susi dikenal sebagai sosok yang dicintai masyarakat karena dianggap tegas, lugas, dan berpihak kepada nelayan kecil. Sejak periode kedua kepresidenan Jokowi, ia juga semakin vokal mengkritik kebijakan kelautan dan perikanan Pemerintah Indonesia. Menteri yang aktif di Twitter ini begitu berani dengan tidak segan-segan me-mention akun Presiden Jokowi beserta akun anak-anak Jokowi ketika mencuitkan ketidaksetujuannya kepada pemerintah.
Bagaimanapun, kritik keras Menteri Susi kepada Presiden Jokowi tetap tak bisa membuatnya dicopot. Sebab, jabatan menteri sendiri sudah tidak diemban Bu Susi per 18 Oktober 2019.
Di luar ketiga nama tersebut, bukanlah hal yang tak mungkin bagi anggota Kabinet Indonesia Maju saat ini untuk tidak tergulung reshuffle menteri, jika kelak beneran ada. Masyarakat punya beberapa kandidat yang dianggap perlu diganti, pun nama menteri yang dianggap sangat digdaya sehingga Presiden diyakini tak akan berani menggusurnya.
Tapi kita harus sadari, selama undang-undang belum berubah, selama politik masih dinamis dan penuh atraksi, tak ada yang tak mungkin di bawah atap Istana Negara. Kalau ada yang mustahil dilakukan presiden, itu bukanlah reshuffle menteri, melainkan mengadakan pilgub di Yogyakarta. Demikianlah.
BACA JUGA Kuliah di Cina, Fathan Putra Tifatul Sembiring: ‘Bokap Gue Itu Paling Dikit anti-Cina-nya’ dan tulisan Prima Sulistya lainnya.