MOJOK.CO – Ade Armando menjadi salah satu pihak yang cukup antipati dengan kritik terhadap Jokowi yang dilontarkan oleh BEM UI.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) mengeluarkan pernyataan resmi terkait kritik mereka terhadap Presiden Jokowi. BEM UI, melalui akun media sosialnya, menjuluki Presiden Joko Widodo dengan sebutan The King of Lip Service.
“Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya.” begitu tulis akun Twitter resmi @BEMUI_Official.
Bukan hanya melalui captionnya yang cukup “galak”, namun visual yang postingan tersebut pun cukup menggelitik: gambar Jokowi menggunakan mahkota dengan background cap bibir.
JOKOWI: THE KING OF LIP SERVICE pic.twitter.com/EVkE1Fp7vz
— BEM UI (@BEMUI_Official) June 26, 2021
Kritikan tersebut langsung menjadi buah bibir di media sosial dan berbuntut panjang. Sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) langsung dipanggil oleh pihak kampus untuk dimintai penjelasan terkait unggahan tersebut. Sementara itu, Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengungkapkan bahwa telah terjadi peretasan akun media sosial kepada beberapa pengurus BEM UI 2021. Peretasan tersebut tak pelak membuat simpati terhadap BEM UI yang memang sudah sangat kuat menjadi kian membesar.
Kendati demikian, pihak yang tak sepakat dan kontra dengan kritik BEM UI pun ternyata tak sedikit jumlahnya. Dari jumlah yang tidak sedikit itu, Ade Armando menjadi salah satunya.
Sosok dosen di UI tersebut melalui beberapa cuitannya tampak sekali mencoba membuat kontranarasi atas kritik yang disampaikan oleh BEM UI.
“Ini karya BEM UI. Saya sih menghargai kebebasan berekspresi. Tapi kalau jadi lembaga yg mewakili mahasiswa UI, ya jangan kelihatan terlalu pandirlah. Dulu masuk UI, nyogok ya?” Tulis Ade dalam salah satu unggahan Twitternya.
“Maaf ya, mereka memang masuk UI dan terpilih jadi BEM. Tapi kan memang gak ada jaminan bahwa mereka pintar.” Tulisnya dalam unggahan yang lain.
Hal tersebut tak membuat Ade Armando ikut dalam arus perbincangan terkait kritik BEM UI terhadap Jokowi. Nama “Ade Armando” bahkan sempat menjadi trending di Twitter dalam beberapa waktu.
Banyak yang menyesalkan Ade Armando yang dianggap tidak mendukung iklim demokrasi di kampus. Sebagai dosen di UI, ia seharusnya turut mendukung mahasiswa-mahasiswanya yang memang ingin mengkritik pemerintah, utamanya selama dalam koridor kritik yang tepat. Namun, alih-alih mendukung, Ade justru mendiskreditkan para mahasiswa yang melontarkan kritik tersebut.
Tak butuh waktu yang lama bagi netizen untuk segera membikin banyak guyonan tentang Ade Armando.
“Bayangin aja, tes masuk susah, bayar mahal, dapet dosen modelannya kaya’ Ade Armando.” Tulis pemilik akun @runadyah.
“Allah tutup aib kampusmu tapi dosenmu Ade Armando.” Tulis pemilik akun @lutfimuhamad_
“Pulang nak ibu tau kamu di UI dapat kelasnya Ade Armando.” Tulis aktivis Veronica Koman.
Kalau masih mau telaten memeriksa kolom pencarian, tentu masih ada banyak sekali guyonan-guyonan tentang Ade Armando. Ia seakan menjadi simbol kekonyolan baru dalam arus perbincangan terkait kritik BEM UI terhadap Jokowi ini.
Banyak mahasiswa UI sendiri yang menuliskan di media sosial tentang perasaan sebalnya karena nama UI kini menjadi lekat dengan Ade Armando. Dan itu dianggap sebagai hal yang cukup memalukan.
Tentu bukan rahasia lagi bahwa Ade Armando selama ini memang dikenal berada satu barisan bersama tokoh-tokoh pegiat media sosial yang getol membela Jokowi seperti Denny Siregar, Eko Kuntadhi, atau Permadi Arya. Dan di media sosial, bagi banyak orang, sosok-sosok tersebut memang cukup punya sentimen yang buruk.
Kendati demikian, kalau mau melihat lebih dalam, kehadiran sosok seperti Ade Armando ini sebenarnya sangat penting dalam lingkungan pendidikan nasional. Ia bisa menjadi pemicu munculnya iklim perdebatan antara mahasiswa dan dosen yang belakangan mulai sangat jarang terlihat.
Kita semua tahu, bahwa untuk bisa mendebat dosen, seorang mahasiswa biasanya harus punya semangat kritis yang baik, keberanian yang teruji, serta ilmu dan pengetahuan yang mumpuni. Nah, di zaman mabar seperti sekarang ini, mahasiswa-mahasiswa semacam itu semakin jarang ditemukan. Riwayat tentang mahasiswa yang berani mendebat keras dosennya umumnya hanya bisa ditemukan pada mahasiswa-mahasiswa generasi tua atau lama.
Nah, kehadiran Ade Armando ini bisa menjadi sumbu awal munculnya gelombang mahasiswa-mahasiswa yang berani mendebat dosennya. Bayangkan, sebagai seorang dosen, Ia ternyata didebat dan dibikin guyonan belaka dengan amat masif di media sosial. Ia seakan ingin memberikan pesan “Ayo mahasiswaku, debat aku, jangan ragu, ribuan netizen sudah melakukannya.”
Ade Armando, dengan amat subtil seakan ingin membuktikan bahwa tidak semua dosen itu secemerlang itu, sejernih itu, dan seberpikir itu.
Mendebat dosen mungkin memang butuh lebih dari sekadar nyali, namun kalau yang didebat adalah Ade Armando, tentu nyali saja sudah cukup. Tak perlu pintar-pintar amat.
Pada titik inilah, saya, tak bisa tidak, menaruh apresiasi yang amat besar pada Ade Armando. Tak banyak dosen yang berani menjadi martir dengan menurunkan intelektualitasnya demi terciptanya iklim perdebatan antara dosen dengan mahasiswanya. Dan Ade Armando berani melakukannya.
Jika Ade Armando bisa terus konsisten menjaga sikapnya ini, maka bukan mustahil bila dalam lima tahun ke depan, akan lahir banyak sekali mahasiswa-mahasiswa UI yang terbiasa mendebat dosennya, setidaknya dimulai dari mahasiswanya Ade Armando sendiri.
Hal tersebut tentu bisa menular ke kampus-kampus lain, bukan hanya UI, mengingat belakangan ini, mulai banyak dosen-dosen yang ulah dan sikapnya di media sosial tak jauh beda dengan Ade Armando.
Tentu itu tak terlalu bagus buat nama besar kampus, namun apalah arti nama besar kampus dibandingkan dengan keberanian para mahasiswa dalam mendebat dosennya sendiri.
BACA JUGA Dari Popeye sampai Ade Armando dan artikel AGUS MULYADI lainnya.